Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ramai Klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Pengajuan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) meningkat pada tahun lalu. Akibat gelombang PHK di sejumlah sektor.

12 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat peningkatan pembayaran klaim program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hingga mencapai Rp 41,64 miliar sepanjang tahun lalu. Kenaikan itu terjadi seiring dengan maraknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di pengujung 2022 akibat pelemahan permintaan global dan proyeksi resesi perekonomian yang terus menguat.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar-Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, menuturkan jumlah pekerja yang menerima tunjangan pengangguran tersebut mencapai 9.794 kasus, yang kemudian berhak mendapat tiga manfaat dari program JKP. "Tiga manfaat itu meliputi bantuan uang tunai, informasi lowongan kerja, dan pelatihan kerja," ujarnya, kemarin. 

Sebagaimana diketahui, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dirancang untuk pekerja segmen penerima upah, seperti karyawan dan buruh pabrik. Tujuannya agar pekerja tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup ketika terkena PHK. Menurut Oni, setidaknya ada tiga sektor usaha yang paling mendominasi pengajuan klaim JKP per November 2022.

Pekerja yang paling banyak mengajukan klaim, kata dia, berasal dari sektor industri barang konsumsi, seperti industri rokok, pakaian, dan tekstil. "Besarnya mencapai 40 persen," ujar Oni. Berikutnya, klaim berasal dari sektor industri dasar dan kimia, seperti pabrik kimia dan logam (23 persen), kemudian sektor perdagangan serta jasa, seperti perhotelan, toko, dan perkantoran (21 persen).

Sebagai gambaran, pada Oktober 2022, total laporan klaim tercatat sebanyak 2.169 pekerja. Jumlah itu melonjak 105 persen dibanding pengajuan klaim pada September 2022 yang sebanyak 1.056 pekerja. Adapun nilai klaim yang dibayarkan pada periode tersebut sebesar Rp 7,09 miliar. Pencairan pengajuan klaim juga masih berjalan karena harus dilakukan secara bertahap. "Kami bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan secara end-to-end untuk memberikan pelatihan dan pendampingan sampai bekerja kembali," ujar Oni.

Penerima manfaat program JKP akan memperoleh bantuan berupa uang tunai setiap bulan selama paling banyak enam bulan berturut-turut. Klaim baru dapat dicairkan setelah pekerja yang terkena PHK diverifikasi BPJS Ketenagakerjaan dan memenuhi syarat sebagai penerima JKP.

Pencairan dana jaminan hari tua (JHT) di kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, 15 Februari 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Antisipasi Lonjakan Klaim Tahun Ini

Pada 2023, BPJS Ketenagakerjaan pun menyiapkan antisipasi lonjakan pembayaran klaim dengan menyiapkan strategi pengelolaan investasi untuk menghadapi ancaman resesi global yang diprediksi terjadi tahun ini. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, sebelumnya mengatakan lembaganya senantiasa antisipatif dan fleksibel dalam mengelola portofolio investasi. Fokusnya, kata dia, adalah bagaimana perusahaan bisa mengantisipasi dan mengelola portofolio dengan baik, disertai manajemen risiko yang kuat. "Sehingga bisa memenuhi kebutuhan liabilitas, baik jangka pendek maupun panjang," ujarnya.

Adapun sejak akhir 2021, perusahaan sudah mulai berfokus pada penempatan portofolio yang bersifat jangka pendek, seperti deposito. Strategi ini sekaligus untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dan suku bunga yang mungkin terjadi. Selain deposito, portofolio investasi yang dimiliki antara lain surat utang negara (SUN) dengan tenor pendek. BPJS memilih tenor pendek karena memprediksi kondisi suku bunga yang makin meningkat. "Sehingga mudah untuk mencairkan dan masuk lagi dengan yield yang lebih baik," kata Anggoro.

Setali tiga uang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan gelombang PHK memang masih terus berlanjut pada tahun ini. Pasalnya, resesi global akan berdampak pada penurunan permintaan ekspor hasil industri, khususnya industri padat karya. Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, mengatakan, sejak paruh kedua tahun lalu, industri padat karya, khususnya tekstil dan produk tekstil serta alas kaki, mengalami penurunan permintaan hingga 50 persen dari pasar ekspor.

Kondisi tersebut memaksa perusahaan-perusahaan di sektor itu mengerem produksi dan melakukan PHK terhadap karyawannya. "Kemungkinan PHK masih berlanjut. Kami berharap ekspor padat karya bisa rebound di kuartal II 2023 dan semoga permintaan terhadap komoditas ekspor akan bertambah," ujarnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menambahkan, gelombang PHK massal masih berisiko berlanjut, terutama di empat kategori usaha. Pertama, industri berorientasi ekspor, khususnya dengan negara tujuan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Cina. Kedua, perusahaan yang memiliki utang dalam jumlah besar sehingga terjadi kenaikan suku bunga yang membebani keuangan perusahaan. Ketiga, jenis usaha yang sensitif terhadap kenaikan inflasi. "Terakhir, perusahaan digital yang terlalu mengandalkan valuasi, sedangkan investor mulai menuntut profitabilitas dan pertumbuhan simultan," ucap Bhima.

GHOIDA RAHMAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus