Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat mengkritik pelanggaran batas maksimum biaya sewa penggunaan aplikasi yang dilakukan Gojek dan Grab. Anggota Dewan menyebutkan, kedua perusahaan aplikasi itu mengenakan potongan 20 persen terhadap pengemudi ojek daring, lebih besar dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 yang membatasi potongan 15 persen.
"Grab memotong 20 persen, sedangkan Gojek 20 persen ditambah Rp 5.000," ucap anggota Komisi Perhubungan DPR dari Fraksi Gerindra, Sudewo, dalam rapat dengar pendapat bersama perwakilan Gojek, Grab, dan Maxim kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mempertanyakan mengapa kedua perusahaan tersebut tidak menaati peraturan Menteri Perhubungan. Padahal Gojek dan Grab ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut. “Pengemudi teriak-teriak di jalanan sampai akhirnya direspons pemerintah. Tapi yang menikmati kenaikan tarif adalah aplikator. Sekarang pengemudi masih teriak terus karena pemotongan aplikasi masih sangat tinggi,“ ucapnya.
Sudewo lantas meminta kedua perusahaan aplikasi melakukan audit terhadap laporan keuangan masing-masing, terutama mengenai bagian dari tarif ojek yang masuk ke perusahaan dan yang masuk ke pengemudi. “Bagian tarif yang masuk ke aplikator itu wajarnya berapa, dan yang masuk ke pengemudi berapa. Ini harus dilakukan audit,” ujar dia.
Ia juga berjanji menegur Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan agar lebih memperhatikan mekanisme pemotongan biaya aplikator oleh perusahaan aplikasi transportasi. “Kami akan memberikan teguran keras kepada Kementerian Perhubungan. Dalam rapat nanti akan kami sampaikan,” ucap Sudewo.
Adapun anggota Komisi Perhubungan DPR dari Partai Golkar, Hamka Baco Kady, mengatakan pemerintah sudah menghitung dengan cermat sebelum menetapkan potongan aplikasi sebesar 15 persen. Karena itu, Hamka berharap perusahaan aplikator menghargai kebijakan pemerintah dengan mematuhi ketetapan 15 persen potongan aplikasi.
Potongan Pajak Penghasilan
Chief of Public Policy and Government Relations PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Shinto Nugroho, saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 7 November 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain soal besaran potongan aplikasi, anggota Dewa menyoroti pemotongan pajak penghasilan (PPh) yang dibebankan perusahaan aplikasi kepada pengemudi. Politikus Golkar, Ridwan Bae, meminta penjelasan kepada Grab soal kebijakan ini. Pasalnya, ia mengaku mendapat aduan pada 21 September lalu dari Koalisi Driver Online yang memprotes pembebanan PPh sebesar 6 persen.
“Pengemudi menyampaikan persoalan, mereka ditarik PPh pasal 21 sebesar 6 persen. Dasar penarikannya apa? Bukti setor yang seharusnya diterima pengemudi juga tidak diberikan," katanya.
Presiden Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, tidak menjawab secara gamblang perihal besaran biaya sewa penggunaan alias potongan aplikasi. Ia hanya menyatakan Grab tidak pernah mengambil hak pengemudi. “Kami juga selalu berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan sampai saat ini dalam penerapannya,” ucapnya.
Mengenai tarif PPh, Ridzki menjelaskan bahwa penghasilan yang dipotong bukanlah penghasilan pengemudi yang didapat dari penumpang, melainkan penghasilan dari Grab yang berupa insentif. Dana PPh itu pun disetor kepada negara. “Bukti pemotongan kami serahkan kepada negara, dan bisa diunduh oleh pengemudi melalui aplikasi," ucapnya
Adapun mengenai tarif PPh sebesar 6 persen, ucap dia, sudah sesuai dengan aturan karena pengemudi tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Kenapa tarifnya 6 persen, karena tidak ada NPWP. Kalau ada NPWP, tarifnya 5 persen. Semua bukti potong ada, dan mitra pengemudi sudah diberi tahu mengenai hal tersebut. ”
Soal PPh, Ridzky menyatakan tidak bisa menjelaskannya secara mendetail melalui forum rapat dengar pendapat. “Kami minta izin untuk memberikan informasinya secara detail setelah ini (rapat dengar pendapat). Sebab, ada beberapa detail yang tidak bisa kami sampaikan di sini,” ia mengungkapkan.
Sebaliknya, Gojek dan Maxim Indonesia menyatakan tidak memotong PPh 6 persen kepada pengemudi dengan alasan hubungan kerjanya adalah mitra, bukan karyawan. “Hubungan antara Gojek dan pengemudi adalah hubungan kemitraan, bukan sebagai pegawai yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang PPh” ucapnya.
Perihal kepatuhan pajak perusahaan, Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Dyan Shinto Ekopuri Nugroho, mengatakan pajak perusahaan Gojek sudah dibayarkan sepenuhnya dan sudah dilakukan audit sebelum masuk bursa atau IPO. “Ini merupakan syarat wajib sebelum menerima persetujuan OJK untuk melakukan penawaran perdana di Bursa Efek Indonesia,” ucapnya. Legal Counsel PT Teknologi Perdana Indonesia atau Maxim, Jerio Rorimpandey, juga menyatakan Maxim tidak memotong PPh para pengemudi.
Ihwal potongan aplikasi sebesar 20 persen dibenarkan oleh Lamhot Tambunan, pengemudi Gojek. Menurut dia, potongan itu memberatkan pengemudi, apalagi sebelumnya pengemudi hanya dipotong 10 persen biaya aplikasi. “Kami berharap hanya dipotong 15 persen. Sekarang ini, kalau pengguna membayar Rp 20 ribu, yang kami terima hanya Rp 16 ribu.”
Begitu pula Bobi Sitorus, pengemudi Grab, membenarkan besaran potongan aplikasi 20 persen. “Janjinya kepada kami 15 persen, tapi kenyataan di lapangan sampai 20 persen, bahkan pernah lebih. Aplikator beralasan untuk menekan harga ke konsumen, supaya tidak sepi,” ucap Bobi.
MUHAMAD IDHAM VIRYAWAN | ERLITA NOVITANIA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo