Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengumumkan akan memberikan subsidi tarif atau public service obligation (PSO) untuk tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Menurut Jokowi, subsidi yang diberikan bakal serupa dengan yang diberikan untuk moda transportasi massal lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Baik yang namanya kereta bandara, baik yang namanya TransJakarta, baik yang namanya KRL, baik yang namanya kereta api, baik yang namanya LRT, baik yang namanya MRT, baik yang namanya Kereta Cepat, semuanya harus ada subsidinya," ujar Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, rencana tersebut direspon oleh beberapa pengamat yang mengatakan subsidi tarif tidak layak diberikan untuk tarif kereta cepat. Bahkan ada yang menyarankan bahwa bantuan pemerintah itu tidak diberikan melalui subsidi tiket, melainkan dalam bentuk lain. Berikut tanggapan tiga pengamat soal rencana tersebut:
Subsidi untuk Masyarakat Miskin
Soal itu, Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia Sutanto Soehodho menjelaskan subsidi menjadi layak jika berbasis pada layanan kelas ekonomi untuk membantu masyarakat golongan menengah ke bawah atau masyarakat miskin.
Dia mengakui, memang subsidi pemerintah untuk angkutan publik tentu tujuannya membantu masyarakat sebagai pengguna yang tidak dapat menjangkau tarif kenyataan. Sehingga diturunkan dari biaya investasi, operasi, dan perawatan.
“Pertanyaannya adalah pelayanan KCJB termasuk pelayanan kelas ekonomi yang membutuhkan subsidi atau justru kelas non-ekonomi?” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 11 Agustus 2023.
Sebagai referensi, Sutanto melanjutkan, Kereta Api Parahyangan yang kelasnya lebih rendah dari kereta cepat tidak mendapatkan subsidi. Sehingga, dia mempertanyakan, jika dibandingkan rute yang sama dengan Kereta Api Parahyangan, apakah tiket KCJB layak untuk disubsidi.
“Jadi sebelum bicara mengenai berapa lama harus disubsidi, lebih relevan melihat kelayakan subsidi itu sendiri. Jika subsidi KCJB hanya didasari dengan promosi, maka jangan-jangan subsidinya menjadi tanpa batas waktu,” ucap Sutanto.
Selanjutnya: Banyak Cara Selain Tiket Disubsidi ...
Banyak Cara Selain Subsidi Tiket
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Ki Darmaningtyas menilai subsidi tiket kereta cepat kurang tepat. “Kereta cepat itu bukan kebutuhan sehari-hari sehingga kurang tepat bila harus disubsidi,” ujar Darmaningtyas saat dihubungi pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Menurut dia, proyek yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu sejak awal dirancang murni bisnis dan tidak ada intervensi dari negara. Sehingga rencana pemberian subsidi terhadap tiket kereta itu harus dipertimbangkan lagi.
Darmaningtyas menyarankan subsidi tersebut dialihkan ke angkutan umum di semua kota di Indonesia. Termasuk angkutan pedesaan agar masyarakat bisa berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.
“Sehingga dapat menghemat biaya transportasi dan subsidi BBM,” tutur Darmaningtyas.
Subsidi Tiket Tidak Tepat
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menilai pemberian subsidi untuk tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) kurang tepat. Dia menyarankan pemerintah bisa tetap memberikan dukungan finansial dalam bentuk lain.
“Ya berarti melalui induk perusahaannya tetap memberikan suntikan dalam bentuk penyertaan modal negara misalnya,” ujar dia saat dihubungi pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Bentuk dukungan lainnya bisa saja pemerintah membantu agar bank dari badan usaha milik negara (BUMN) bisa memberikan pinjaman ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dengan suku bunga yang lebih lunak. Lainnya, bisa juga diberikan konsesi yang lebih panjang, misalnya dari 50 tahun menjadi 80 tahun atau lebih panjang.
“Supaya tingkat pengembaliannya lebih panjang utang-utangnya,” tutur Aditya.
Instrumen dukungan lainnya, bisa juga pemerintah membantu mempermudah melakukan pengadaan lahan KCIC untuk perluasan stasiun agar dibangun area komersial. Termasuk juga masalah perizinan yang dipermudah oleh pemerintah dalam pengembangan usahanya.
Bentuk lainnya, Aditya melanjutkan, bisa juga dari sisi listriknya, di mana kereta cepat itu bertenaga setrum. Listrik ini bisa saja diberikan tarif khusus. Misalnya selama 10 tahun—karena masih awal pengenalan kereta cepat kepada masyarakat—bisa didiskon 10-20 persen.
Selain itu, dukungan juga bisa diberikan melalui harga biaya sewa pita frekuensi global system mobile (GSM) untuk operasional kereta cepat. Misalnya, Aditya mencontohkan, KCJB menggunakan pita frekuensi milik Telkomsel, pemerintah bisa membantu dari sisi kerja sama khusus agar biaya sewanya lebih murah. “Bukan gratis lho ya,” ucap Aditya.
Pilihan Editor: Faisal Basri Ungkap UU Cipta Kerja Tidak Tingkatkan Pertumbuhan Investasi, Ini Datanya