Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

KRL Merambah Rute Baru

KRL Yogyakarta-Solo melintasi jalur sepanjang 62 kilometer dan menggantikan kereta Prameks.

3 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Perhubungan mengkaji pemekaran jalur KRL.

  • KRL rute Yogyakarta-Solo beroperasi sejak Senin lalu.

  • KRL rute baru akan memakai sistem pembayaran elektronik.

JAKARTA – Kementerian Perhubungan mengkaji pemekaran jalur kereta rel listrik (KRL) ke berbagai wilayah selain Jakarta dan sekitarnya. Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan elektrifikasi jalur kereta diutamakan untuk wilayah padat penumpang. “Sesuai dengan rencana strategis pemerintah, KRL akan masuk ke kota dengan yang mobilitas harian masyarakatnya tinggi atau di wilayah aglomerasi,” kata dia kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah mulai mengoperasikan KRL non-Jabodetabek di rute Yogyakarta-Solo pada Senin lalu. Armada anyar itu melintasi jalur sepanjang 62 kilometer dan menggantikan kereta aglomerasi Prambanan Ekspres (Prameks), yang selama ini mengangkut 315 ribu penumpang per hari. Penumpangnya adalah mahasiswa, pekerja, serta wisatawan. Volume pengguna kereta Prameks sebelum masa pandemi Covid-19 mencapai 5 juta orang per tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan layanan KRL tersebut akan diperluas ke Kutoarjo di arah barat dan Madiun di arah timur. Studi dan detail engineering design ke Kutoarjo sudah disiapkan dan akan diusulkan dalam rencana anggaran Kementerian Perhubungan tahun depan. Adapun perpanjangan jalur ke Madiun masih berupa wacana yang memerlukan pengkajian. Selain dengan kas negara, rencana ekspansi KRL ke luar Jabodetabek bakal didukung modal swasta.

Direktur Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Makjen Sinaga, mengatakan jumlah armada KRL yang dibutuhkan setiap wilayah berbeda-beda, bergantung pada perjalanan harian. “Frekuensi yang ideal tergantung lintasannya, perlu dihitung dengan teliti,” ucapnya.

Penumpang kereta rel listrik (KRL) Yogya-Solo berhenti di Stasiun Yogyakarta, Gedong Tengen, DI Yogyakarta, 2 Maret 2021. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

Makjen menyebutkan baru empat set KRL yang dipakai di rute Yogyakarta-Solo. Masih ada train set baru yang didatangkan secara bertahap. Kepada Tempo, Direktur Utama PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA, Budi Noviantoro, mengatakan sudah menuntaskan produksi 10 train set untuk KRL Yogyakarta-Solo, masing-masing terdiri atas empat unit kereta. “Saya belum tahu target pengembangannya, tapi bisa saja ada pemasangan listrik aliran atas di lintas selatan Jawa.”

Berbeda dengan kereta rel diesel (KRD) Prameks dengan waktu tempuh 75 menit, KRL Yogyakarta-Solo memiliki waktu tempuh rata-rata 68 menit. Kementerian Perhubungan memasang tarif Rp 8.000 per keberangkatan untuk KRL yang melintasi 11 stasiun ini, sama dengan tarif kereta Prameks. Dalam tarif itu ada komponen subsidi dengan skema public service obligation (PSO).

Karena pengoperasiannya ditangani PT Kereta Commuter Indonesia, sistem pembayaran moda angkutan tersebut serupa dengan KRL Jabodetabek, yaitu dengan kartu multitrip (KMT), Commuterpay, uang elektronik bank, dan aplikasi yang menyediakan scan barcode.

Dalam sebuah diskusi virtual, kemarin, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, mengatakan kapasitas kereta api lokal tak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penggunanya. Volume tahunan pengguna kereta Yogyakarta-Solo diperkirakan akan naik hingga 6 juta orang pada tahun ini, bahkan menembus 29 juta penumpang pada 2035. Sementara itu, jalur dan armada tak bisa ditambah dalam waktu singkat. “Ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah,” kata dia.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengatakan PT Kereta Api Indonesia (Persero) membutuhkan investasi besar untuk memperbarui armadanya. Namun upaya peremajaan aset itu, menurut dia, sering terganggu karena munculnya berbagai proyek penugasan pemerintah. “Terlambatnya peremajaan membuat kinerja memburuk. Ini sudah SOS (darurat). KAI bisa selesai kalau tak ada transformasi,” tuturnya.

YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus