Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kronologi Kisruh Data Beras Mentan Vs Buwas hingga Wanti-wanti Jokowi

Keputusan impor beras 200 ribu ton hingga akhir 2022 diambil setelah kisruh data beras versi Bulog dan Kementan ramai mengemuka. Simak kronologinya.

9 Desember 2022 | 08.31 WIB

Syahrul Yasin Limpo dan Budi Waseso. ANTARA
Perbesar
Syahrul Yasin Limpo dan Budi Waseso. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengambil kebijakan impor beras sebanyak 200 ribu ton hingga akhir 2022. Proses pengambilan keputusan tersebut memakan waktu panjang lantaran kementerian dan lembaga tak segera satu suara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hingga kini, Kementerian Pertanian (Kementan) berkukuh bahwa hasil produksi beras di dalam negeri masih sangat mencukupi kebutuhan domestik. Perum Bulog pun tak kalah lantang mengatakan data Kementan tak sesuai fakta di lapangan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana kronologi kisruh data beras itu hingga akhirnya pemerintah resmi mengambil langkah impor? 

Kementan klaim beras surplus

Awalnya, Kementan memastikan produksi beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun. Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh Ismail Wahab memperkirakan produksi periode Oktober-Desember 2022 mencapai 10,24 juta ton gabah kering giling (GKG) atau jika dikonversikan ke beras sekitar 5 sampai 6 juta ton.

Artinya, pada tahun ini diperkirakan surplus beras mencapai 1,8 juta ton. Apabila ditambah surplus tahun sebelumnya, jumlah surplus tersebut mencapai 5,7 juta ton beras.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yakin pasokan beras domestik aman. "(Stok beras) Aman, dong. Kamu mau berapa ton? Mau beli berapa, ayo," ucapnya saat ditemui Tempo di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Oktober 2022.

Harga beras naik

Namun klaim Kementan soal surplus beras mengundang pertanyaan lantaran harga beras dan gabah kering panen justru naik. Badan Pangan Nasional mencatat harga gabah kering panen atau GKP naik sebesar 15,7 persen dan harga beras medium naik 4,26 persen.

Ketua Komisi IV DPR Sudin pun mempertanyakan mengapa harga di tingkat konsumen bisa naik sementara Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim terjadi surplus beras sebesar 6 juta ton.

"Berarti hukum dagang tidak berlaku. Supply dan demand tidak menentukan. Menurut Kementan, kita surplus 6 juta ton, tiba-tiba turun dari 10 ton. Tapi di tingkat konsumen kenaikan harga 4 sekian persen?" ujar Sudin dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Bapanas, Perum Bulog, dan Holding Pangan di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan pada Rabu, 16 November 2022.

Bulog tak temukan surplus beras di lapangan

Dalam rapat yang sama, akhirnya Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas buka suara. Dia mengaku sudah meminta klarifikasi pada Kementan soal hasil panen yang diklaim melimpah itu.

Selanjutnya: Total produksi tak mencapai...

Total produksi, kata dia, tidak mencapai 100 ribu ton seperti yang disebutkan Kementan melainkan hanya 20 juta ton. Ia mengatakan timnya juga sudah mengecek ke lapangan.

"Kami sudah cek di lapangan. Bahkan direksi kami ke lapangan dan berjumpa juga sama gubernur, nyatanya tidak ada," ucap Buwas.

Cadangan beras pemerintah kian tiris

Sementara stok cadangan beras pemerintah di Bulog kian menipis. Bapanas mencatat saat itu stok Bulog di bawah target 1,2 juta ton, yaitu hanya 650 ribu ton.

Di sisi lain, Buwas mengatakan tak mungkin melakukan penyerapan beras lokal dengan jumlah besar dalam waktu dekat. Selain stok yang terbatas, menurutnya harga di pasar juga tidak memungkinkan. 

"Kalau kita mendatangkan dari luar (impor), itu harus secepatnya," kata Buwas. 

Kemudian Komisi IV DPR mengadakan rapat dengar pendapat lanjutan pada Rabu, 23 November 2022. Kali ini Kementerian Pertanian turut hadir dan diminta untuk menjelaskan ihwal hasil produksi beras nasional.

Komisi IV DPR kemudian memberikan waktu kepada Kementan untuk memenuhi pasokan CBP ke Bulog selama enam hari kerja. Jumlah beras yang harus dipenuhi sebanyak 600 ribu ton.

Kementan surati Bapanas dan Bulog

Pada 30 November 2022, Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Batara Siagian akhirnya melayangkan surat resmi kepada Bapanas dan Bulog yang berisi rincian lokasi penyerapan beras domestik.

Surat tersebut telah ditembuskan kepada pimpinan dan anggota Komisi IV DPR RI dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Dengan data yang dikirimkan Kementan, Batara berharap Bulog dapat segera menyerap beras di wilayah tersebut. Sehingga, pemerintah tidak perlu melakukan importasi beras.

Ketika ditanya soal surat tersebut, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi meminta agar masyarakat menunggu kabar terbaru yang akan disampaikan pada RDP selanjutnya, 7 Desember 2022. Namun sehari sebelum RDP diselenggarakan, Bapanas mengumumkan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 200 ribu ton hingga akhir tahun. 

Jokowi wanti-wanti soal data beras

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta ke seluruh jajarannya untuk memastikan kebutuhan pasokan beras nasional tercukupi, terutama dalam menghadapi ancaman krisis pangan global. Sebab, kelangkaan pangan khususnya beras dapat memicu gejolak sosial dan politik.

Selanjutnya: Ia pun mewanti-wanti...

Ia pun mewanti-wanti agar seluruh jajarannya bisa menghindari potensi salah hitung mengenai ketersediaan pasokan beras. "Jangan sampai perhitungan kita keliru, sehingga kita tidak menyiapkan reserve (atau) cadangan. Pada suatu titik, cadangan kita habis, dilihat oleh pedagang, dan akhirnya harga beras pasti akan naik," ucap Jokowi.

Pemerintah putuskan impor beras 500 ribu ton

Pemerintah akhirnya memutuskan impor beras setelah rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kementerian Perdagangan juga memberikan karpet merah kepada Bulog untuk mengimpor beras hingga 500 ribu ton.

Arief menjelaskan impor dilakukan setelah mempertimbangkan kondisi cadangan beras pemerintah yang saat ini telah tiris, sehingga harus segera ditambah untuk mengantisipasi kondisi darurat.

Mentan tetap klaim surplus beras

Keesokannya, Rabu, 7 Desember 2022, RDP dilaksanakan kembali sesuai jadwal. Kali ini Menteri Pertanian turut hadir. Dia menyampaikan keyakinannya bahwa stok dalam negeri surplus sebanyak 6 juta ton.

Ia bahkan mengklaim hasil produksi tahun ini adalah yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi menurut dia, impor beras disepakati pemerintah lantaran harga di dalam negeri jauh lebih tinggi ketimbang harga beras lokal. 

Buwas berkukuh data Kementan berbeda dengan di lapangan

Buwas juga kembali menyatakan sudah mengecek ke lapangan untuk memverifikasi data yang dikirimkan Kementan bersama Satgas Pangan. Ia yakin data tersebut tak sejalan dengan yang ada di lapangan. "Sebenarnya saya maunya terima beras, bukan terima data. Saya cek di lapangan enggak ada," kata dia. 

Kendati demikian, Buwas percaya data yang ada di Kementan atau Badan Pusat Statistik (BPS) sama. Tapi menurutnya stok yang siap diserap oleh Bulog tidak mencukupi. Pasalnya, pihak penggilingan tak berani membuat kontrak penjualan kepada Bulog sebanyak itu. Contohnya, kata Buwas, ada penggilingan yang disebut memiliki stok sebanyak 30 ribu ton, tetapi ketika diverifikasi hanya memiliki stok 3 ribu ton. 

Saat ditemui usai rapat, Syahrul enggan bicara soal ketidaksesuaian data beras dengan hasil verifikasi Bulog. Ia juga tak mau menanggapi soal impor beras dan dugaan adanya pihak yang memerintahkan penggilingan menaikan harga.  

Verifikasi lapangan pada akhir tahun

Untuk memastikan akurasi dan kesiapan data stok beras nasional, Syahrul menyatakan akan memverifikasi di lapangan pada 31 Desember 2022. Survei akan dilaksanakan oleh Bapanas, BPS, Kementan, dan Kemendag untuk mengetahui mengenai jumlah stok beras yang ada di seluruh Indonesia.

Alhasil, pemerintah akan segera mengupayakan impor beras demi memenuhi kebutuhan CBP hingga akhir tahun. Tetapi untuk mengimpor beras pun, kata Buwas, masih banyak kendala lantaran mayoritas negara penghasil padi membatasi keran ekspor mereka. Kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang masih memanas membuat rantai pasokan pangan terhambat sehingga banyak negara melindungi ketersediaan pangan dalam negeri.

RIANI SANUSI PUTRI | BISNIS

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus