Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Langkah baru Arab Saudi

Sidang opec luar biasa di wina, tetap mempertahankan harga patokan dan penurunan produksi menjadi maksimal 18 juta barrel/hari. arab saudi mulai menurunkan produksinya jadi 7 juta barrel/hari. (eb)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPEC, organisasi negara-negara pengekspor minyak yang berusia 21 tahun lebih itu, untuk kesekian kalinya menunjukkan bahwa dirinya tak mudah retak. Sekalipun para pengamat di Barat beranggapan adalah omong kosong OPEC bisa bertahan dengan harga patokan US$ 34 per barrel, toh sidang luar biasa di Wina pekan lalu keluar dengan keputusan: tetap mempertahankan harga jenis Arabian Light Crude (ALC) setinggi itu. Mereka juga mengumumkan untuk menurunkan produksi minyaknya menjadi maksimal 18 juta barrel sehari, sekalipun para konsumennyadi Amerika, Eropa dan Jepang memperkirakan seluruh produksi OPEC perlu ditekan menjadi sekitar 16 juta barrel sehari, kalau OPEC ingin bertahan pada harga yang US$ 34 itu. OPEC nampaknya memang masih akan menekan produksinya, kalau dianggap perlu. Tapi itu kelihatannya akan dipikul oleh Arab Saudi. Dalam suatu konperensi pers seusai sidang damrat itu 8abtu siang lalu, Menteri Perminyakan Arab Saudi Syeik Zaki Yamani di luar dugaan memberi "hadiah" yang membuat ratusan wartawan saling bergegas ke mesin tiknya. "Arab Saudi mulai 1 April ini akan menekan produksinya menjadi 7 juta barrel sehari," kata Syeik Yamani. "Dan kalau dirasa perlu, kami akan menekannya lebih rendah lagi". Sidang di Wina memutuskan produksi Arab Saudi diturunkan dari 8,5 juta menjadi 7,5 juta barrel sehari. Keputusan Arab Saudi di luar hasil sidang yang resmi itu, bermaksud untuk meyakinkan dunia bahwa OPEC bukanlah suatu kartel, sekalipun sekarang para anggotanya sudah melakukan suatu pengaturan produksi bersama -- suatu hal yang tadinya paling pantang mereka persoalkan. "Kapan saja kami bisa menurunkan atau menaikkan produksi. Dan kami harap pihak-pihak yang berkepentingan sadar bahwa Kerajaan Arab Saudi bersedia menurunkan tingkat produksinya lebih rendah lagi, demi untuk melindungi struktur harga minyak OPEC," kata yeik Yamani. Sikap tegas Arab Saudi, yang tadinya kurang menyetujui suatu kenaikan harga minyak yang tinggi, banyak dipuji para rekannya. Banyak anggota OPEC yang amat bergantung pada dana minyak untuk pembangunannya, kini merasa sempoyongan. Terutama negeri seperti Nigeria, yang oleh para' investor asing dituntut untuk menyamakan harga minyaknya dengan Inggris, yakni US$ 31/barrel. Berapa jadinya andil penurunan masing-masirg anggota, di luar Arab Saudi? Menteri Pertambangan dan Energi Subroto yang kembali dari Wina, Senin sore kemarin, diduga baru bisa memberi keterangan tentang penurunan produksi minyak Indonesia, setelah melapor kepada Presiden hari Rabu ini. Tapi dari keterangan yang berhasil dikorek wanawan "SH" Sabam Siagian yang meliput sidang di Wina itu, Indonesia akan menurunkan produksi minyaknya menjadi 1,3 juta barrel. Sebuah sumber perminyakan TEMPO di Jakarta, memperkirakan penurunan itu mungkin akan berkisar sekitar 10% dari produksi rata-rata sehari yang dicapai selama Februari lalu. Kalau benar begitu, produksi akan turun dari 1,45 jutabarrel menjadi sekitar 1,26 juta barrel sehari. "Kita tak akan membiarkan OPEC pecah, meskipun penurunan itu berat buat Indonesia yang berpenduduk 150 juta," kata Subroto. Ada pendapat, turunnya produksi minyak Indonesia itu antara lain disebabkan karena sebagian dari 10% minyak dari ladang-ladang Caltex yang disisihkan untuk Indonesia (in kind) melalui Pertamina mengalami kesulitan untuk dijual di pasaran tunai. Buletin Petroleum Intelligence Weekly, yang terbit 8 Maret lalu, memang mencatat penurunan harga selama setahun dari berbagai jenis minyak, di pasar tunai (spot), sejak Januari sampai dengan Desember 1981. Jenis minyak Minas-34, demikian menurut PIW, di awal tahun ini masih mencapai US $ 3 7,82 per barrel di pengilangan AS bagian Barat (US Gulf Coast), sedang di pengilangan Singapura ketika itu tercatat sebesar US$ 34,99 per barrel. Dan di bulan Desember, di kedua tempat itu, pasaran tunai dari jenis minyak tersebut, masing-masing adalah US $ 34,57 dan US$ 33,99 perbarrel. Salah satu jalan keluar dari kesulitan pasaran minyak sekarang, selain melakukan pengaturan produksi, adalah mengharapkan berakhirnya masa resesi yang panjang itu di negara-negara industri. Beberapa kalangan, antara lain Menteri Subroto sendiri, membayangkan itu akan terjadi sekitar pertengahan tahun 1983. Banyak orang di Amerika percaya turunnya pasaran minyak belakangan ini, akan sangat membantu untuk menurunkan inflasi dunia, dan melumasi mesin-mesin industri mereka yang sampai sekarang berjalan seret. (lihat box). Sekalipun banyak juga yang pesimistis masa penyesuaian tersebut akan berlangsung secepat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus