Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum Tuntas Redistribusi di Lokasi Prioritas

Dari 851 desa yang menjadi lokasi prioritas reforma agraria, penyelesaian konflik dan redistribusi baru terlaksana di 21 desa.

24 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • LPRA dibuat karena program reforma agraria pemerintah belum menyentuh akar konflik.

  • Satgas Redistribusi Tanah telah memilih 31 desa sebagai lokasi penyelesaian konflik tahap pertama.

  • Para petani di Cianjur mengaku belum mendapat hak atas tanah di lokasi mereka.

JAKARTA — Hingga menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, penyelesaian konflik di lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) belum mencapai target. Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, dari 851 lokasi yang ditetapkan, penyelesaian konflik dan redistribusi baru terealisasi di 21 desa.

“Pada 2020, Presiden memberi janji target penyelesaian 50 persen LPRA, tapi masih belum tercapai,” kata Dewi saat dihubungi pada Jumat, 23 Februari 2024. Ia menilai belum ada kelanjutan komitmen penyelesaian dari pemerintah, padahal data LPRA sudah dipegang oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lokasi prioritas reforma agraria merupakan peta pelaksanaan reforma agraria yang digagas KPA dan beberapa organisasi masyarakat pada 2016. LPRA dibuat karena program reforma agraria yang dilakukan pemerintah dianggap belum benar-benar menyentuh akar konflik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usulan LPRA juga disepakati oleh Kementerian Agraria. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya Satuan Tugas Percepatan Redistribusi Tanah pada LPRA dan Penyelesaian Konflik Agraria pada 2022. Menurut Dewi, KPA turut mendorong Satgas karena Gugus Tugas Reforma Agraria gagal dalam melaksanakan redistribusi dan penyelesaian konflik. “Satgas ini dibentuk untuk mempercepat penyelesaian reforma agraria,” ujarnya.

Setelah satgas ini dibentuk, sebagai langkah awal, Kementerian Agraria dan KPA menggelar rapat yang dipimpin oleh Wakil Menteri Raja Juli Antoni. Pertemuan berlangsung di kantor Direktur Jenderal Penataan Agraria pada Selasa, 13 Desember 2022.

Kala itu, Antoni menyatakan pembentukan Satgas merupakan bentuk komitmen penyelesaian masalah agraria. Dia juga mengatakan redistribusi tanah sebagai cara memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.  

Setelah pertemuan itu, Satgas bersepakat memilih 31 desa sebagai lokasi penyelesaian tahap pertama. Tim dari Kementerian Agraria kemudian melakukan verifikasi di lokasi hingga berhasil meredistribusi tanah obyek reforma agraria.

Salah satunya di LPRA Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Banten, yang dilakukan pada 27 Oktober 2023. Dalam laman Kementerian Agraria disebutkan bahwa penyerahan sertifikat menjadi tanda telah berakhirnya konflik antara masyarakat pengolah tanah setempat dan perusahaan bekas pemegang hak guna usaha. Selain Gunung Anten, ada Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku, Jawa Barat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto (tengah) menyerahkan sertifikat redistribusi tanah eks hak guna usaha (HGU) kepada petani di Desa Gunung Anten, Cimarga, Lebak, Banten, 27 Oktober 2023. ANTARA/Ade Irma Junida

Pada 22 Januari 2024, Menteri Agraria Hadi Tjahjanto menanggapi kritik ihwal capaian program redistribusi tanah yang jalan di tempat. Menurut dia, sebelum Jokowi menjabat, selama 53 tahun program redistribusi tanah baru mencapai 2,79 juta bidang. Sementara itu, pada 2015-2023, capaiannya sudah sebanyak 2,96 juta bidang.

Ia mengklaim selama periode pemerintahan Presiden Jokowi telah terjadi peningkatan program reforma agraria. “Setiap tahun rata-rata kami mengeluarkan sertifikat sebanyak 424 ribu bidang. Ini merupakan akselerasi pelaksanaan reforma agraria, khususnya redistribusi tanah,” ujarnya.

Tugas Reforma Agraria Menteri Baru

Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono, dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto di Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta, 21 Februari 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Saat ini penyelesaian program reforma agraria dilanjutkan oleh Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Agraria yang baru dilantik. Meski tidak memiliki latar belakang di bidang pertanahan dan tata ruang, Agus Harimurti mengaku berkomitmen untuk belajar serta memberikan kinerja yang terbaik.

“Saya hadir dengan niat baik, dedikasi, dengan komitmen. Saya ingin belajar dengan cepat,” ujar dia setelah pelantikan, Rabu, 21 Februari lalu. Agus akan menjalankan tiga tugas dari Presiden, yakni menuntaskan sertifikat tanah berbasis elektronik, memberantas mafia tanah, serta mencapai target 120 juta pendaftaran tanah pada 2024.

Adapun Dewi Kartika mengaku ragu akan penyelesaian reforma agraria di tangan Menteri Agus. Menurut dia, waktu delapan bulan tidak cukup untuk menuntaskan redistribusi LPRA. 

Jika ingin membuat gebrakan dalam penyelesaian reforma agraria, Dewi berujar, harus ada adaptasi supercepat dari Agus. “Karena perlu memahami masalah agraria di Indonesia seperti apa, tidak sekadar mengikuti arahan Presiden,” katanya.

Dewi menambahkan, jika ingin optimal dan memberi efek positif pada masyarakat kecil, petani, masyarakat adat, dan nelayan, kerja Menteri Agraria seharusnya diarahkan pada penyelesaian konflik agraria. “Masih banyak lokasi yang belum selesai. Data LPRA sudah ada di tangan Kementerian Agraria, tinggal diverifikasi ke lapangan.”

Beberapa LPRA masih menunggu komitmen redistribusi oleh pemerintah. Seperti para petani di Desa Batulawang, Cianjur, Jawa Barat. Ketua Paguyuban Petani Cianjur Erwin Rustiana mengaku belum mendapat hak atas tanah di lokasi mereka. “Kami bersama KPA mengusulkan lahan seluas 93 hektare untuk 335 petani penggarap, tapi sampai saat ini belum menerima redistribusi,” katanya.

Tempo telah menanyakan tindak lanjut reforma agraria di beberapa LPRA kepada juru bicara Kementerian Agraria, Lampri. Ia sempat merespons, tapi tidak kunjung mengirim jawaban yang diminta. Wakil Menteri Agraria Raja Juli Antoni juga tidak merespons panggilan telepon dan pesan yang dikirim Tempo.

ILONA ESTERINA PIRI 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus