Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat (AS) berpotensi mengalami gagal bayar utang alias default. Ketua Dewan Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan atau DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan dampaknya ke perekonomian Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Amerika Serikat sebelumnya diberitakan berpotensi mengalami gagal bayar utang. Sebab, utang AS kini melebihi ambang batas US$ 31,4 triliun, yaitu mencapai US$ 31,45 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Purbaya mengatakan, dampak dari gagal bayar utang oleh AS memang akan signifikan dalam pasar finansial. "Ketika misalnya tiba-tiba AS default, ratingnya kan A+. Kita kan dibawah itu," ujar Purbaya dalam konferensi pers pada Jumat, 26 April 2023.
Dia pun memberikan analogi, jika negara dengan rating A+ default, apakah peringkatnya turun menjadi D atau negara yang tidak default bisa menaikkan peringkatnya?
"Harusnya, kalau kita ambil analogi seperti itu, jadi kita untung," kata Purbaya.
Menurut dia, jika AS default dan peringkatnya tidak diturunkan, pemerintah RI bisa meminta lembaga pemeringkat, seperti S&P untuk menaikkan peringkat Indonesia lebih tinggi.
"Artinya, kita berhak mendapatkan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah lagi. Itu sisi positifnya," tutur Purbaya.
Selanjutnya: sisi negatif dari gagal bayar utang oleh AS
Lebih lanjut, dia pun membeberkan sisi negatif dari gagal bayar utang oleh AS. Purbaya menilai, kejadian tersebut akan menimbulkan goncangan di pasar finansial.
"Tapi sedikit, tidak banyak karena kita lihat banyak negara sudah mengurangi eksposur ke dolar Amerika Serikat," ungkap Purbaya.
Selain itu, Purbaya melihat banyak orang pintar di AS yang tahu dampak negatif dari default AS jika tidak segera diatasi.
"Dugaan saya, seandainya ini default pun dalam waktu singkat mereka akan cari kompromi secara politik karena kalau enggak, rakyatnya akan memaki-maki pimpinan di sana. Jadi mereka tahu risikonya itu, apalagi mendekati Pemilu 2024 disana," kata Purbaya.
Oleh sebab itu, dia pun menilai dampak yang dirasakan Indonesia hanya terjadi dalam jangka pendek. Dia mencontohkan, jika harga obligasi jatuh, maka efeknya akan sementara dan kembali naik lagi.
"Di sisi riil sektornya, saya pikir dengan asumsi seperti itu, dampaknya akan relatif terbatas, termasuk ke ekonomi kita," tutur dia.
AMELIA RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Banyak BPR Bangkrut Tiap Tahun, LPS Jelaskan Penyebab Utama
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini