Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho menyarankan agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap light rail transit atau LRT Jabodebek. Hal itu perlu dilakukan buntut adanya kereta masalah pada bagian roda yang cepat aus dan bagian struktur rel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kontraktor, konsultan bahkan pengawas perlu melakukan evaluasi menyeluruh dari infrastruktur, fasilitas dan bahkan rolling stock yang ada,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu malam, 22 November 2023. “Agar ditemukan permasalahan ausnya roda baja.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sutanto, masalah tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti desain geometrik, desain bogie (perangkat roda) rolling stock, sistem elektrifikasi, bahkan juga kekerasan metalurgi rel dan roda baja, atau faktor lain. “Dengan demikian penanganan masalah juga cukup komprehensif,” ucap Sutanto.
Kementerian Perhubungan ternyata sudah melakukan evaluasi. Dokumen berjudul “Rapat Evaluasi Kinerja Pengoperasian LRT Jabodebek” yang dibaca Tempo, mengungkap hasil evaluasinya. Di mana tim Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bersama konsultan eksternal menemukan adanya serbuk besi (dalam dokumen disebut gram) di beberapa titik rel LRT.
Sebuk besi itu diduga memicu korsleting pada sejumlah komponen wesesl atau percabangan rel. “Terdapat defect (cacat) pada lidah wesel karena hubungan arus pendek antara turnout—konfigurasi rel agar kereta dapat berpindah jalur—dan rodding—komponen wesel—yang terhubung melalui gram,” demikian salah satu poin kesimpulan dalam dokumen itu.
Tim yang memeriksa belum memastikan penyebab munculnya serbuk besi pada rel LRT itu. Namun, tim berasumsi ada lima kondisi penyebab. Pertama penggunaan roda dan rel yang tidak sesuai dengan stress material selama masa operasi LRT Jabodebek, dan kedua ketidaksesuaian antara profil roda dan rel.
Selanjutnya, ketiga perlaku bogie menahan lengkung ketika kereta membawa beban, keempat getaran berlebih pada lengkung yang menghasilkan gesekan berlebih. Serta kelima, tekanan berlebih pada roda dan bogie serta pada lengkung bagian luar.
Temuan serbuk besi dan kerusakan pada wesel itu berujung pada sejumlah kesimpulan. Pertama, reprofile atau pemeriksaan roda kereta LRT. Kedua, pengurangan kecepatan kereta hingga 50 persen dari kecepatan operasi saat melintas di tikungan kecil yang ada pada 23 lokasi. Ketiga, investigasi lebih lanjut terhadap roda dan rel. Keempat, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI menyiapkan material roda baru agar tidak mengganggu operasi. Selain itu, konsultan tidak merekomendasikan perubahan jarak pelebaran rel.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana angkat bicara soal roda aus pada rangkaian kereta (trainset) LRT Jabodebek. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan menghindari perbaikan besar di sisi prasarana.
“Faktor keselamatan memang sudah terjamin dengan perbaikan di bengkel. Tapi soal konstruksi rel belum terjawab,” kata Aditya ketika dihubungi, Selasa, 21 November 2023.
Aditya juga menduga perombakan ulang struktur rel LRT akan butuh biaya yang jauh lebih besar ketimbang solusi versi pemerintah. Penyesuaian desain dengan isi Permenhub Nomor 60 Tahun 2012 pun dinilai memiliki tingkat kesulitan tinggi karena perlu pembetonan ulang, sementara kebutuhannya hanya 1-2 sentimeter.
Belum lagi adanya dugaan alasan politis oleh kementerian yang tidak transparan mengenai justifikasi desain. “Bubut roda dan pelumasan memang efektif memperlamban aus roda. Tapi beda hasil bila struktur jalurnya ikut diperbaiki,” kata Aditya.
Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Serikat Pekerja PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka, Apolius Karokaro, meminta pelebaran rel tetap dijadikan solusi agar kecepatan LRT lebih optimal di tikungan pendek.
Inka sebagai manufaktur lokal sebetulnya dianggap sudah memenuhi kebutuhan rolling stock LRT Jabodebek secara maksimal. Namun isu aus roda malah sempat menyudutkan perseroan. “Kalau penyesuaiannya hanya dari sisi sarana dan sedikit di prasarana, bisa jadi beban operasi dan biaya bagi kami,” kata Apolius.
Hal senada juga disampaikan Federasi Serikat Pekerja Perkeretaapian (FSPP). Presiden FSPP sekaligus Ketua Umum SPKA Edi Suryanto sebelumnya risau akan masalah beruntun LRT Jabodebek, yang berpotensi membebani arus kas PT KAI di masa depan.
Hingga Selasa, 21 November, sebanyak 12 trainset LRT Jabodebek sudah siap dioperasikan--sebelumnya hanya 8 trainset. Penambahan trainset ini sangat berdampak pada waktu tunggu kereta satu dengan kereta berikutnya (headway). Dengan beroperasinya 12 trainset, maka total frekuensi perjalanan per hari pada masing-masing lintas yaitu Bekasi dan Cibubur menjadi 80 kereta dengan total keseluruhan frekuensi perjalanan menjadi 160 kereta per hari.
MOH KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS | MAJALAH TEMPO