Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, merespons rencana Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan berlanjut ke Surabaya. Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan setelah menjajal KCJB beberapa hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Bhima, yang jelas perpanjangan jalur kereta cepat ke Surabaya harus benar-benar dipikirkan skemanya jangan seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung. “Nanti akan berdampak juga pada pembengkakan biaya,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 26 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Karena, kata dia, bunga utang yang diberikan cukup mahal. Sehingga akhirnya yang menanggung adalah pihak konsorsium. “Jadi harus dilakukan perencanaan kalau ingin memanjangkan sampai ke Surabaya,” tutur Bhima.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan melapor ke Presiden Joko Widodo alias Jokowi setelah menjajal KCJB. "Nanti akan kami laporkan ke presiden, preliminary study untuk Bandung sampai ke Surabaya,” ujar dia.
Luhut bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan beberapa pejabat lainnya menjajal KCJB. Luhut mencoba dari Stasiun Halim hingga ke Stasiun Padalarang, kemudian dari Stasiun Tegalluar menggunakan kereta feeder, lalu kembali lagi ke Stasiun Halim.
Dia juga mengatakan bahwa dalam proyek ini akan banyak penghematan yang dilakukan, karena adanya hilirisasi membuat banyak material yang tidak perlu impor dan hanya berasal dari dalam negeri.
“Saya kira ini akan membuat terobosan-terobosan baru di republik ini. Jadi membuat kita bisa nanti mengikuti Cina juga dari belakang, karena mereka sudah jauh lebih maju dari kita. Tapi mereka ingin share juga teknologinya pada kita,” ucap Luhut.
Selanjutnya: Ada yang perlu diperhitungkan dalam membangun kereta cepat ke Surabaya
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana juga menanggapi rencana kereta cepat berlanjut ke Surabaya. “Jakarta Bandung saja berdarah-darah bagaimana kalau nanti mau diperpanjang sampai Surabaya, pasti jauh lebih berdarah-darah,” ujar Aditya.
Menurut Aditya, yang perlu diperhitungkan itu adalah kemampuan Indonesia dalam membangun kereta cepat hingga ke Surabaya. Mulai dari permintaan, kebutuhan, kondisi ekonomi makronya, produk domestik bruto (PDB), pergerakan mobilitas masyarakatnya, tata ruangnya, hingga komposisi modelnya seperti apa.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga saat ini gencar membangun jalan tol hingga bandara kecil di wilayah Jawa. Jika nanti membangun juga kereta cepat ke Surabaya, Aditya mempertanyakan soal optimalisasi penggunaan sepur kilat itu.
“Pemikirannya harus cermat dan panjang. Tapi memang Jakarta-Bandung sebetulnya tidak efektif kalau melayani hanya di daerah itu,” tutur Aditya. Karena hanya beroperasi dengan jarak 142 kilometer. Pertanyaannya kenapa? Karena satu kecepatan maksimal itu sulit ditempuh karena kalau itu harus berhenti di beberapa stasiun.”
Selain itu, jika hanya Jakarta-Bandung efek terhadap memunculkan wilayah pertumbuhan ekonomi baru hanya mengikuti seberapa jarak jalurnya. Sebetulnya, kata Aditya, kereta cepat yang kompetitif itu rang jaraknya antara 200-800 kilometer.
Menurut dia, jika jaraknya di bawah 200 kilometer, masih bersaing dengan kendaraan transportasi darat berbasis jalan tol. Sementara, jika jaraknya di atas 800 kilometer, akan kalah bersaing dengan moda transportasi udara, pesawat.