Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Luhut Dorong Kereta Cepat Lanjut ke Surabaya, Ekonom: Skemanya Harus Benar-benar Dipikirkan dan Pembiayaan

Celios menyatakan perpanjangan jalur kereta cepat ke Surabaya harus benar-benar dipikirkan skemanya jangan seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

27 Juni 2023 | 14.17 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan setelah menjajal Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bersama beberapa pejabat di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Kamis, 22 Juni 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan setelah menjajal Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bersama beberapa pejabat di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Kamis, 22 Juni 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, merespons rencana Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan berlanjut ke Surabaya. Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan setelah menjajal KCJB beberapa hari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Bhima, yang jelas perpanjangan jalur kereta cepat ke Surabaya harus benar-benar dipikirkan skemanya jangan seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung. “Nanti akan berdampak juga pada pembengkakan biaya,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 26 Juni 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena, kata dia, bunga utang yang diberikan cukup mahal. Sehingga akhirnya yang menanggung adalah pihak konsorsium. “Jadi harus dilakukan perencanaan kalau ingin memanjangkan sampai ke Surabaya,” tutur Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan melapor ke Presiden Joko Widodo alias Jokowi setelah menjajal KCJB. "Nanti akan kami laporkan ke presiden, preliminary study untuk Bandung sampai ke Surabaya,” ujar dia.

Luhut bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan beberapa pejabat lainnya menjajal KCJB. Luhut mencoba dari Stasiun Halim hingga ke Stasiun Padalarang, kemudian dari Stasiun Tegalluar menggunakan kereta feeder, lalu kembali lagi ke Stasiun Halim.

Dia juga mengatakan bahwa dalam proyek ini akan banyak penghematan yang dilakukan, karena adanya hilirisasi membuat banyak material yang tidak perlu impor dan hanya berasal dari dalam negeri.

“Saya kira ini akan membuat terobosan-terobosan baru di republik ini. Jadi membuat kita bisa nanti mengikuti Cina juga dari belakang, karena mereka sudah jauh lebih maju dari kita. Tapi mereka ingin share juga teknologinya pada kita,” ucap Luhut.

Selanjutnya: Ada yang perlu diperhitungkan dalam membangun kereta cepat ke Surabaya

Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana juga menanggapi rencana kereta cepat berlanjut ke Surabaya. “Jakarta Bandung saja berdarah-darah bagaimana kalau nanti mau diperpanjang sampai Surabaya, pasti jauh lebih berdarah-darah,” ujar Aditya.

Menurut Aditya, yang perlu diperhitungkan itu adalah kemampuan Indonesia dalam membangun kereta cepat hingga ke Surabaya. Mulai dari permintaan, kebutuhan, kondisi ekonomi makronya, produk domestik bruto (PDB), pergerakan mobilitas masyarakatnya, tata ruangnya, hingga komposisi modelnya seperti apa.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga saat ini gencar membangun jalan tol hingga bandara kecil di wilayah Jawa. Jika nanti membangun juga kereta cepat ke Surabaya, Aditya mempertanyakan soal optimalisasi penggunaan sepur kilat itu.

“Pemikirannya harus cermat dan panjang. Tapi memang Jakarta-Bandung sebetulnya tidak efektif kalau melayani hanya di daerah itu,” tutur Aditya. Karena hanya beroperasi dengan jarak 142 kilometer. Pertanyaannya kenapa? Karena satu kecepatan maksimal itu sulit ditempuh karena kalau itu harus berhenti di beberapa stasiun.”

Selain itu, jika hanya Jakarta-Bandung efek terhadap memunculkan wilayah pertumbuhan ekonomi baru hanya mengikuti seberapa jarak jalurnya. Sebetulnya, kata Aditya, kereta cepat yang kompetitif itu rang jaraknya antara 200-800 kilometer.

Menurut dia, jika jaraknya di bawah 200 kilometer, masih bersaing dengan kendaraan transportasi darat berbasis jalan tol. Sementara, jika jaraknya di atas 800 kilometer, akan kalah bersaing dengan moda transportasi udara, pesawat.

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus