Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Macet Tersandera Utang Berlian

Asosiasi Dana Pensiun menolak keputusan konversi utang PT Berlian Laju Tanker Tbk menjadi kepemilikan saham. Diduga ada indikasi pidana.

4 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNEK-UNEK itu disampaikan Asosiasi Dana Pensiun Indonesia saat Otoritas Jasa Keuangan menggelar audiensi. Dalam pertemuan di kantor OJK pada Rabu tiga pekan lalu, Asosiasi melancarkan protes karena surat obligasi yang mereka beli dari PT Berlian Laju Tanker Tbk akan dikonversi menjadi saham. "Asosiasi meminta OJK membatalkan keputusan rapat kreditor," kata Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Mudjiharno M. Sudjono.

Asosiasi tak ingin surat utang yang macet senilai Rp 139 miliar diganti menjadi kepemilikan saham. Alasannya, konversi utang menjadi saham tidak dikenal dalam pembukuan dana pensiun. Apalagi saham Berlian sulit diperdagangkan karena masih dibekukan Bursa Efek Indonesia—sejak tiga tahun lalu.

Bukan cuma soal konversi utang menjadi saham, 46 anggota Dana Pensiun yang membeli surat obligasi tersebut merasa dirugikan oleh pemotongan utang sebesar 96 persen. "Kami memohon OJK membatalkan konversi tersebut," ujar Mudjiharno.

Kasus ini bermula setelah Berlian Laju Tanker menerbitkan surat utang Rp 700 miliar dan obligasi syariah (sukuk) ijarah Rp 200 miliar sekitar delapan tahun lalu. Dengan bunga 10 persen, surat utang itu jatuh tempo pada Juli 2012. Dua tahun kemudian, Berlian menerbitkan obligasi serupa senilai Rp 340 miliar dan Rp 100 miliar dengan bunga 13-15 persen. Surat utang yang diterbitkan belakangan itu jatuh tempo pada 2014.

Dari empat obligasi, 46 anggota Asosiasi Dana Pensiun membenamkan duitnya Rp 139,6 miliar. Di antaranya dana pensiun Bank Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Telkom, Bank Mandiri, dan Angkasa Pura.

Menjelang jatuh tempo, Berlian mendadak tak sanggup membayar utang. Bursa Efek Indonesia membekukan perdagangan saham Berlian karena kekurangan modal pada 25 Januari 2012. Sebelum perdagangannya dihentikan, saham Berlian anjlok 54,42 persen dari Rp 430 per saham.

Pembekuan saham itu memicu Lembaga Pemeringkat Efek menurunkan rating obligasi Berlian menjadi gagal bayar pokok dan bunga. Padahal, pada akhir 2011, peringkat obligasi Berlian masih berkualitas baik dengan risiko kecil.

Kondisi keuangan Berlian membuat semua kreditor mulai pasang ancang-ancang. Bank Mandiri, sebagai kreditor sebesar US$ 16,3 juta, mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Aksi Bank Mandiri ini membuat para pemegang obligasi bereaksi mendesak digelarnya rapat umum pemegang obligasi.

Salah seorang yang mengetahui rapat umum pemegang obligasi mengatakan mayoritas pemegang obligasi menyetujui digelarnya audit investigasi. Selain Dana Pensiun, PT Bank Central Asia Tbk, yang membeli obligasi Rp 600 miliar, setuju terhadap langkah tersebut. Namun manajemen Berlian menolak.

Mudjiharno M. Sudjono mengatakan anjloknya kemampuan bayar utang Berlian diduga akibat kesalahan manajemen—bukan semata-mata karena terpaan ekonomi global. Untuk mengumpulkan bukti, Asosiasi membentuk tim kecil. Tim ini beranggotakan beberapa pengelola dana pensiun, di antaranya Bank Indonesia, Angkasa Pura, dan BRI.

Setahun setelah gugatan Bank Mandiri, pengadilan memutuskan adanya restrukturisasi. Hasilnya, jangka pelunasan menjadi 10 tahun dan kupon dipangkas menjadi 5 persen. Enam pemegang obligasi mengajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung. Banding ini ditolak setahun kemudian. Artinya, perjanjian damai berupa restrukturisasi wajib dijalankan Berlian Laju Tanker dengan pemegang obligasi.

Setahun kemudian, Berlian berulah lagi. Perusahaan itu mengajukan permohonan amendemen terhadap perjanjian damai karena mengaku tak sanggup membayar utang pada Mei tahun lalu. Berlian mengajukan usul: penghapusan bunga, pemotongan utang pokok hingga 96 persen, dan konversi sisa utang menjadi saham. Usul Berlian membuat Mudjiharno berang. "Ini tanda-tanda utang kami tidak akan dibayar," ujarnya.

Direktur Utama Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia itu sadar betul tidak banyak memiliki kekuatan dalam rapat umum pemegang saham karena jumlah obligasi yang dimiliki kecil. Artinya, kekuatan dana pensiun tidak banyak menentukan hasil rapat umum pemegang saham. Namun Mudjiharno tak mau lempar handuk.

Seorang anggota rapat umum pemegang obligasi mengatakan Berlian ngotot menghapus utang dan mengkonversi utang menjadi saham. Caranya: menggelar rapat umum pemegang obligasi yang kurang transparan. "Kami tidak mengetahui siapa saja yang mendukung dan menolak usul utang dikonversi menjadi saham," ujarnya.

Adapun Mudjiharno tetap pada sikap awal: menolak penghapusan utang. Apalagi, setelah laporan keuangan Berlian ditelusuri, ditemukan beberapa data yang menunjukkan perusahaan milik keluarga Hadi Surya itu masih sanggup membayar utang.

Dua tahun lalu, perusahaan yang memiliki 109 anak usaha itu masih membukukan keuntungan US$ 187 juta. Dalam keadaan terlilit utang, Berlian masih bisa menjadi penjamin kredit bagi Gold Bridge Shipping Corporation, anak usahanya, sebesar US$ 567,49 juta. Salah satu pemegang obligasi mengatakan, di tengah pembahasan amendemen, berembus kabar bahwa perusahaan itu masih mampu membeli kapal baru. Data ini membuat Mudjiharno kurang begitu yakin Berlian tak sanggup membayar utang.

Amendemen perjanjian damai akhirnya diteken juga oleh rapat umum pemegang obligasi pada Agustus lalu. Perusahaan pelayaran yang berdiri sejak 1981 itu terselamatkan dari jerat utang. Mayoritas pemegang obligasi—termasuk BCA—menyetujui pemangkasan utang dan konversi utang ke saham. "Obligasi ini tidak ada jaminan, jadi mayoritas pemegang obligasi setuju konversi ke saham," kata Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja kepada Tempo.

Konversi utang menjadi saham ini telah disetujui dalam rapat umum pemegang saham pada 18 November lalu. Berlian menerbitkan saham baru tanpa hak memesan. Keputusan ini diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk disahkan. Mudjiharno tetap tak mau melunak. Ia mengirimkan surat ke OJK untuk membatalkan pengajuan saham baru Berlian.

Ngotot-nya Berlian mengkonversi utang menjadi saham membuat salah satu anggota Asosiasi Dana Pensiun curiga bahwa penerbitan obligasi hanya akal-akalan buat mengeruk dana publik tanpa niat baik melunasi. Untuk membongkar dugaan rekayasa itu, salah satu direktur di perusahaan dana pensiun mengirim surat pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Penjelasan Berlian mengenai konversi utang ke saham disampaikan dalam keterbukaan informasi publik Bursa Efek Indonesia, tiga pekan lalu. Menurut Berlian, konversi utang ke saham meliputi semua jenis utang, yakni kredit sebesar Rp 451 miliar kategori secure dan Rp 12,3 triliun kategori unsecured. Obligasi Dana Pensiun masuk utang unsecured. Terkait dengan dugaan tindak pidana, Direktur Utama Berlian Laju Tanker Siana Anggraeni Surya belum menjawab surat permohonan konfirmasi yang diajukan Tempo.

Adapun Otoritas Jasa Keuangan belum bersikap terhadap skandal gagal bayar utang Berlian. Meski begitu, Mudjiharno masih berharap OJK bisa mengambil keputusan adil. "OJK harus melindungi investor di pasar modal," katanya.

Akbar Tri Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus