Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rupiah yang stabil di bawah 14 ribu per dolar Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir menepis kekhawatiran sebelumnya. Pergerakan suku bunga rupiah dan dolar Amerika, yang berlawanan arah, sebulan lalu, ternyata tak berdampak negatif. Bahkan, jika inflasi dapat dijaga pada tingkat 4-5 persen, ada potensi penurunan suku bunga sekali lagi.
Hanya, harga saham masih terasa lesu. Indeks harga saham gabungan turun ke tingkat 4.500-an dan bertengger di sana selama enam bulan, dari sekitar 5.000 sebelumnya. Tapi pasar obligasi tetap diminati, baik investor lokal maupun asing.
Sejauh mana tren ini dapat berlanjut? Saat ini perbedaan suku bunga antara negara maju, seperti di Jepang, Eropa, dan Amerika, dengan suku bunga rupiah masih cukup menguntungkan untuk menutupi risiko. Masalahnya, jika rupiah terpuruk, daya tarik keuntungan dari perbedaan suku bunga ini akan berkurang. Itu sebabnya kestabilan rupiah penting dijaga.
Investasi di sektor riil juga masih redup. Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, sebagai contoh, terlihat harus berkutat dengan kisruh di sana-sini. Diwarnai perseteruan sengit antara proposal Cina dan Jepang, persoalan tak lantas berhenti setelah Cina terpilih sebagai penggarap proyek senilai US$ 5,5 miliar ini.
Keputusan ini juga memuat konsekuensi politik dan investasi ke depan. Semua negara di Asia tidak dapat mengabaikan pentingnya membina hubungan baik dengan Cina, termasuk hubungan dagang dan investasi. Tapi, secara historis, Jepang telah terbukti menunjukkan komitmen investasi jangka panjang yang cukup tinggi di Indonesia.
Pada semester kedua tahun lalu, Presiden Joko Widodo sempat memberi celah yang cukup bijak dengan mengumumkan bahwa pemerintah akan mengkaji ulang proyek tersebut. Mengingat biaya proyek yang cukup tinggi untuk jarak trayek yang relatif dekat (sekitar 142 kilometer) dan topografi yang berbukit, kereta berkecepatan menengah juga patut dipertimbangkan.
Tapi, tak lama kemudian, Cina segera kembali menawarkan proyek kereta berkecepatan tingginya dengan syarat tanpa dana atau jaminan dari pemerintah Indonesia. Seperti yang disampaikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, proyek ini bukan proyek government-to-government, melainkan business-to-business. Keterlibatan pemerintah sekadar memfasilitasi izin-izin yang diperlukan.
Sebuah perusahaan konsorsium dibentuk, bernama Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC), yang dimiliki 40 persen oleh konsorsium Tiongkok yang dipimpin China Railway Corporation. Sisanya 60 persen oleh empat perusahaan BUMN, yang terdiri atas KAI, Wika, Jasa Marga, dan PTPN. China Development Bank akan memberikan pinjaman dengan tenor 40 tahun, untuk membiayai 75 persen dari proyek, sedangkan sisa 25 persen ditanggung konsorsium KCIC.
Tapi analisis awal menunjukkan bahwa proyek ini mungkin sulit untuk menutupi ongkos mahal pada tahap awal. Maka timbul berita bahwa ada persyaratan baru yang melibatkan penjaminan pemerintah. Memang proyek kereta berkecepatan tinggi di berbagai negara membutuhkan subsidi atau jaminan pemerintah, apalagi untuk tahap awal. Wika juga dilaporkan meminta tambahan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk beberapa proyek infrastruktur, termasuk jalur kereta Jakarta-Bandung. Belakangan, pemerintah menyampaikan bahwa yang diminta bukan merupakan jaminan keuangan, tapi kepastian hukum terhadap kemungkinan perubahan regulasi.
Kendala terbaru datang dari Kementerian Perhubungan, yang ingin memastikan proses perizinan sesuai dengan aturan dan dengan dokumentasi lengkap. Sementara itu, urusan analisis mengenai dampak lingkungan pun masih dipertanyakan.
Jika tahun lalu Presiden benar mengkaji ulang atau bahkan mengubah proyek ke model kereta berkecepatan menengah, barangkali situasinya tak akan serumit sekarang.
Manggi Habir Kontributor Tempo
KURS
Rp per US$ Pekan sebelumnya 13.889
13.622 Penutupan 4 Februari 2016
IHSG
Pekan sebelumnya 4.602
4.665 Penutupan 4 Februari 2016
INFLASI
Bulan sebelumnya 3,35%
4,14% Desember 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,25%
CADANGAN DEVISA
30 November 2015 US$ 100,24 miliar
US$ miliar 105,93 31 Desember 2015
Pertumbuhan PDB
2015 4,73%
5,3% Target 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo