Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARAPAN pemegang saham PT President Taxi, yang sudah empat tahun tidak menerima dividen, jadi buyar kembali. Sebab, rapat pemegang saham yang sedianya diselenggarakan pekan lalu dibalai pertemuan markas kepolisian Jakarta dibatalkan Kapolda Mayor Jenderal Soedjoko. Mereka mengomel tak henti-hentinya. Perusahaan itu, yang para pemegang sahamnya kini memiliki hampir 6.500 buah taksi di Jakarta, kabarnya, selalu mengalami kericuhan sejak ditinggalkan direksi lama. Pimpinan yang lama dan baru saling menyalahkan, sehingga laporan rugi-laba tak pernah muncul, dan pembagian keuntungan pun tertunda-tunda. Paling-paling, seperti dikatakan direktur utamanya kini, Wilson Panggabean, perusahaan hanya membagi-bagikan dividen sementara. Besarnya masing-masing cuma Rp 5.000 dan Rp 10.000 per saham pada 1980 dan 1981. Bukan itu saja yang membuat para pengusaha berang. Janji-janji direksi, menurut mereka, tak pernah dipenuhi. Misalnya saja rencana peremajaan kendaraan dan fasilitas kredit yang ternyata tak terjangkau dalam keadaan ekonomi seperti sekarang ini. Padahal, seperti kata seorang pemegang saham, Jalil, perusahaan tak henti-hentinya menuntut kewajiban para pemegang saham. PT President Taxi bisa bertahan hidup memang, mengandalkan berbagai pungutan dari pemegang sahamnya. Ada yang disebut management fee, rata-rata Rp 11.000 per mobil, tergantung pada usia kendaraan. Ada retribusi parkir, Rp 19.800, yang ditarik setiap bulan sejak ada pergantian pengurus 1979. "Padahal, dulu dibayar oleh perusahaan," tutur Jalil gemas. Untuk mendapatkan stiker Airport Taxi, menurut pengusaha, perusahaan juga memungut Rp 20.000 sampai Rp 23.000. Bahkan pengemudi, katanya, juga dipungut uang asuransi Rp 2.500. Perusahaan yang kini dimiliki lebih dari 2.500 pemegang saham itu, menurut direktur utamanya yang lama (1975-1979), Soemakto Sadarijoen, sebenarnya "sudah pernah mengadakan peremajaan kendaraan". Namun, diakuinya, belum merata pada semua pemegang saham. Ketika itu, katanya, diusulkan agar untuk peremajaan dipilih sedan Datsun Stanza dengan memanfaatkan fasilitas bebas bea masuk. Tapi, kenyataannya, baru ada 300 taksi baru yang beroperasi dengan jenis baru pula: Corolla DX, Holden Gemini, dan Mitsubishi Galant. Tak jelas alasannya mengapa ada pergantian jenis kendaraan, pada saat harga mobil tinggi. "Untuk membayar uang mukanya pun kami sudah tidak mampu," kata seorang pengusaha. Kericuhan di dalam menyebabkan ketidakpastian di kalangan pengusaha taksi. Harga saham jadi melorot. Nilai saham nominal Rp 300.000 tahun lalu bisa dijual Rp 11/2 juta. Hari-hari ini sudah bagus kalau ada yang berani Rp I juta. Siapa yang bertanggung jawab? Wilson sedang berusaha menjernihkan wajah perusahaan di mata pemegang sahamnya yang mengelola taksi berwarna kuning itu. Pertama-tama, ia melemparkan kesalahan ke pundak pengurus lama. "Neraca 1979, yang seharusnya disajikan kepada pemegang saham sebelum dimintakan pendapat komisaris, sampai sekarang belum pernah dilakukan. Sehingga terjadilah kemelut seperti sekarang ini ...." Lalu, Wilson berjanji, akhir bulan ini akan mengirimkan laporan keuangan kepada semua pemegang saham. Kapan dividennya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo