MEREKA menunggu dengan sia-sia. Senin pagi 8 September itu, tak
satu pun dari ke- 4 Affan bersaudara yang muncul di ruang kerja
Irjen Departemen Perindustrian. "Berita pun tidak ada," ujar
seorang pejabat departemen itu, yang menunggu kedatangan mereka.
Senin lalu adalah batas waktu yang ditentukan oleh Tim Peneliti
Permasalahan Perselisihan Innismo-Marubeni pada Affan bersaudara
untuk memutuskan sikap: menerima ataukah menolak keputusan tim.
Tim yang diketuai Irjen Departemen Perindustrian J.Sulamet ini
dibentuk pemerintah Juli lalu untuk membantu menyelesaikan
sengketa antara PT Innismo (Indokaya Nissan Motors ) dengan
Marubeni Corporation/Nissan Motors Co.
Sengketa antara ke-2 pihak ini sudah lama. Innismo adalah agen
tunggal mobil Datsun dan Nissan yang diproduksi Marubeni.
Pertikaian memuncak November 1979 tatkala pihak Jepang mulai
menyetop suplai komponen mobil Nissan-Datsun dalam keadaan
terurai (CKD) kepada Innismo.
Pihak Marubeni mengatakan, sumber sengketa adalah krisis
kepercayaan yang terjadi karena Innismo tidak melunasi pinjaman
sekitar Rp 17 milyar, yang telah jatuh tempo. Innismo juga
dinilai telah melakukan kesalahan manajemen. Jaringan distribusi
dianggap runyam. "Terlalu dikuasai satu kelompok hingga bisnis
Nissan menjadi tidak lancar," ujar Soelistio pengacara pihak
Marubeni pekan lalu.
Menolak
Kelompok yang dimaksud Soelistio adalah Affan bersaudara. Kakak
beradik Thaib Sulaiman, Gunawan dan Usman Affan mendirikan PT
Innismo pada 1969 dan masing-masing memiliki 15% saham. Kakak
tertua, almarhum Wahab Affan memiliki 30% saham yang kini jatuh
pada ahli warisnya. Sisa 10% saham dimiliki "orang luar", Saso
Soegiarso, yang konon menerimanya sebagai "hadiah" dari Affan
bersaudara karena telah menyelamatkan perusahaan.
Kecuali Usman Affan, ke-3 kakak beradik Affan duduk dalam
direksi Innismo. Mereka juga memiliki dan memimpin PT Zastam
Motors -- pabrik perakitan mobil Datsun-Nissan. Penguasaan
mutlak mereka inilah yang dipersoalkan Marubeni dan dianggap
merupakan sumber kurang majunya pemasaran mobil Nissan-Datsun di
Indonesia. Mereka menuntut Affan bersaudara mundur dan
menyerahkan sahamnya pada orang yang ditunjuk Marubeni.
Itu memang bisa dilakukan Marubeni karena seluruh saham Affan
bersaudara telah digadaikan pada Bank Dagang Negara (BDN) dan
Bank of Tokyo sebagai jaminan utang Innismo. Namun pihak Affan
juga mempunyai banyak argumen. Kenyataan bahwa utang yang semula
Rp 40 milyar kini tinggal Rp 17 milyar merupakan bukti iktikad
baik Affan bersaudara untuk mencicil utang. "Jika diberi
kesempatan kami sanggup membayar utang, tentunya dengan syarat
suplay CKD dihidupkan kembali," kata salah satu pimpinan Innismo
itu. Kenop-15 ditudingnya sebagai hal yang merugikan bisnis
perusahaannya.
Affan bersaudara bersedia mengundurkan diri dari manajemen
Innismo. Mereka juga setuju mengurangi jumlah sahamnya dari 60%
menjadi 40%, asal yang 20% dapat dipegang suatu perusahaan
pemerintah -- bukan oleh pihak yang ditunjuk Marubeni.
Sengketa pendapat inilah yang menyebabkan dibentuknya tim
peneliti oleh pemerintah. Pada 1 September, tim 6 orang ini
memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk menyampaikan
keputusannya. Menurut tim, ada dua alternatif bagi penyelesaian
sengketa. Pertama, ke-4 bersaudara Affan mengurangi pemilikan
saham mereka dari 60% menjadi 10% atau masing-masing 2 1/2%
Saham-saham yang dilepaskan akan dijual pada pihak yang
disetujui pemerintah dengan harga nominal. Mereka juga harus
setuju dibentuknya Caretaker Management yang ditunjuk pemerintah
sampai tersusun manajemen baru hasil keputusan rapat pemegang
saham yang baru.
Pilihan kedua, Affan bersaudara bisa menolak kebijaksanaan
pemerintah tersebut dan bersedia menyelesaikan sengketa itu di
forum pengadilan.
Keputusan tim ini berbeda dengan saran mereka yang disampaikan
11 Agustus lalu yang mengurangi saham Affan bersaudara dari 60%
menjadi 20% dan memberi wewenang pada Marubeni untuk menunjuk
pembeli saham Innismo.
Ditemui Yunus Kasim dari TEMPO pekan lalu, Haji M. Thaib Affan,
Direktur Utama PT Innismo dengan tegas menjawab: "Kami menolak
ketetapan 10% itu. Komentar lain tak ada. Bicaralah dengan
penasihat hukum kami."
Luki Hanafiah, pengacara pihak Affan, juga tak banyak bicara. Ia
hanya memastikan, kliennya tak menerima keputusan tim dan akan
membawa perkara ini ke pengadilan. "Sebenarnya pemerintah tak
bisa begitu. Ini kan soal harta orang lain, kok ada model
putusan segala. Tim yang dibentuk pemerintah hendaknya hanya
mengumpulkan data. Jadi jangan pakai keputusan yang disiarkan
lewat pers," ujarnya pada wartawan TEMPO Marah Sakti.
Dari pihak lain datang juga tanggapan. Sekjen HIPPI (Himpunan
Pengusaha Pribumi Indonesia) I.J. Satari mengecam tim yang
dianggapnya bukan meneliti atau mencari jalan keluar, tapi malah
menekan perusahaan nasional. "Sengketa Innismo-Marubeni adalah
masalah dagang hingga hendaknya diselesaikan secara bisnis
pula," katanya pekan lalu. Pihak Jepang dilihatnya tidak senang
kalau Affan bersaudara mau membuat perusahaan basis industri
berat hingga bisa menciutkan pemasaran produksinya.
Lobby Jepang
Pada 1979 Affan bersaudara memang mendirikan pabrik pres baja PT
Indopres & Manufacturing di Bekasi. Pabrik ini direncanakan
memulai produksi tahap pertamanya pada 1981 dengan menghasilkan
antara lain berbagai komponen mobil dan kereta api seperti
chassis, kabin, rear body dan fuel tank.
Yang menjengkelkan Marubeni: proyek ini didirikan tanpa
konsultasi lebih dulu dengan mereka. Lebih lagi Indopres berdiri
berkat bantuan kredit mesin pres baja dari perusahaan Jerman
Barat Thyssen (TEMPO, 2 Agustus 1980).
Kecaman yang lebih keras dilontarkan Santoso Donoseputro,
anggota DPR dari F-PDI. "Apa gunanya ada Keppres 14 dan 14-A
yang memberi insentif pada pengusaha pribumi, kalau perusahaan
pribumi yang dimiliki oleh pemegang bintang gerilya ini
diperlakukan seenaknya oleh perusahaan besar asing?" kata
Santoso.
Keputusan tim tersebut menurut Santoso membuktikan kuatnya lobby
Jepang di Indonesia.
Jadi bagaimana prospek sengketa Innismo-Marubeni? Bila keputusan
pemerintah tetap dan Affan bersaudara bertahan, berarti kasus
ini akan diselesaikan di pengadilan. Tapi kebijaksanaan
pemerintah ini rupanya sudah final. "Dalam kasus ini tak ada
persoalan pribumi dan non-pribumi," ujar salah seorang anggota
tim. Bila Affan bersaudara menolak, pemerintah tak akan campur.
Pihak Jepang akan menyita seluruh saham Affan bersaudara yang
60%. Karena orang asing tidak boleh memiliki saham PMDN,
Marubeni mungkin akan melepaskannya pada pihak ketiga, yakni
pribumi yang lain.
Menurut anggota tim ini, bila diteruskan ke pengadilan pihak
Jepang pasti akan menang. Kemungkinan ini tampaknya disadari
juga oleh pihak Affan. Toh jalan pengadilan ini yang ingin
mereka pilih daripada menyerah. "Setidaknya kami akan menang
moral," kata seorang pimpinan Innismo. Maksudnya, dalam
pengadilan nanti bisa diungkapkan tidak berdasarnya banyak
tuduhan pihak Jepang pada Innismo. Dan bahwa kerugian Innismo
juga diakibatkan oleh ulah Marubeni.
Soelistio mengungkapkan, jika Affan bersaudara menerima putusan
sebagai pemegang saham 10%, selain mereka sendiri selamat, juga
para karyawan perusahaan itu tak akan gelisah lagi. Rencana
Marubeni, katanya, jika Affan menerima putusan itu, akan dicari
pemegang saham baru dan memberi bantuan US$35 juta guna
menormalkan bisnis Datsun di Indonesia. Siapa pemegang saham
baru itu? Soelistio menolak memberitahu. "Pokoknya pribumi,"
sahutnya.
Namun banyak yang masih ragu apakah betul Affan bersaudara akan
membawa perkara ini ke pengadilan. "Ongkosnya mahal karena ini
perkara perdata. Dan Innismo tak akan cukup panjang napasnya
untuk perkara ini," ujar sebuah sumber TEMPO. Ny. Setiowati
Wahab Affan, janda pemegang 30% saham, mengakui kedua alternatif
pemerintah berat. "Tapi membawa perkara ini ke pengadilan lebih
berat," katanya.
Modal statuter Innismo sebesar Rp 5 milyar dan yang telah
disetor sejumlah Rp 1,5 milyar. Kabarnya banyak pihak di
Indonesia yang telah menyatakan minatnya untuk membeli saham ini
dari Marubeni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini