Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masa depan lewat ekspor

Saudi arabian public transportation co (sapco) membutuhkan 10 ribu tenaga sopir, kondektur & montir. 200 pelamar yang lulus dalam penataran melalui persyaratan berat menurunkan jumlah peminat. (eb)

30 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAIL kakap umpannya pun mesti besar. Berangkat dari pepatah itu Fajar Rianto, 32 tahun, tanpa ragu lagi meninggalkan bis yang tiap hari dibawanya pulang balik Jakarta-Banjar. Ada risikonya. Penghasilan Rp 3.000 sampai Rp 4.000 sehari, untuk menghidupi seorang isteri dengan tiga anak, harus dilepaskannya. Bahkan, "sampai televisi saya jual juga -- pokoknya habis-habisan," ujar Fajar. Tapi semuanya itu, katanya, "memang pengorbanan". Masuk kamp latihan sebulan lamanya, berikutnya Fajar dengan 360 rekan sopir lainnya berharap menyongsong masa depan yang lebih cerah mereka akan dikirim ke Arab Saudi. Di sana bis-bis mewah, ber-AC yang harganya Rp 67 juta sebuah, sudah menunggu. Tentu saja dengan janji gaji yang sangat merangsang: sekitar Rp 200 ribu sebulan bersih. Makan, penginapan, transport, pelayanan kesehatan sampai asuransi tak perlu difikirkan. Belum lagi uang lemburnya. Perusahaan angkutan dalam dan antar kota Arab Saudi, Saudi Arabian Public Transportation Co (Sapco), menurut Menteri Nakertrans Harun Zain membutuhkan 10 ribu tenaga dari sini, untuk sopir, kondektur maupun montir. "Jumlah itu akan kita layani secara bertahap," kata Menteri Harun. Sejumlah 75 orang sopir, menurut Ketua Servindo (Indonesian Service Development Consortium) Soekardono, harus sudah sampai di Jeddah 23 Juni ini. Mereka adalah 200 pelamar yang lulus berbagai macam test, mulai dari ketrampilan, kesehatan sampai kejiwaan Juga lulus dari latihan sopir "tingkat internasional", teori maupun praktek, dan sepatah dua bahasa Arab, Inggeris dan tak lupa tentu saja pelajaran Pancasila. Dalam waktu sesingkat itu? "Ya, sepotong-sepotong," seperti kata Fajar, sekedar untuk bertanya "mau ke mana?", "berhenti, belok kiri atau kanan." Sheik Omer Kamil Yang akan mengatur keberangkatan mereka dari sini PT Rabindo. Dan perusahaan ini, menurut I Ketut Arinta dari Rabindo, hanyalah pelaksana yang ditunjuk 'eksportir' tenaga kerja Yayasan Kartika Eka Paksi. "Ini order jangka pendek," katanya. Di Jeddah sopir-sopir pilihan tersebut akan diterima Sheik Omer Kamil yang sebelumnya telah meninjau proyek latihan di pool bis PPD Cililitan. Omer Kamil, partikulir, adalah pemegang saham Sapco -- sebuah perusahaan angkutan pemerintah Arab Saudi pertama yang berkongsi dengan swasta. Manajemennya dipegang perusahaan AS. Tugas pertamanya adalah menyelenggarakan angkutan bis dalam dan antar kota. Termasuk melayani angkutan jamaah di musim haji secara gratis. Minat menjadi sopir 'kelas ekspor' ternyata tak begitu banyak. Pendaftaran pertama yang lewat Robindo berjumlah 300 calon. Angkatan berikutnya hanya dimintai separohnya saja. Gaji dan perangsang lain boleh menarik. Tapi syaratnya juga memang tidak enteng. Umur harus masih di bawah 40 tahun. Di samping punya surat ijin mengemudi (SIM) B Umum, bagi mereka yang hanya lulus sekolah dasar harus punya pengalaman kerja sedikitnya 7 tahun. Tamatan SMP dan SMA cukup bila punya pengalaman 5 dan 3 tahun. Masih ada catatan: sopir truk lebih baik jangan melamar. Pengemudi eks truk, menurut Sapco, kurang punya rasa tanggungjawab terhadap keselamatan penumpang. Sistim penggajian belum ada kepastian. Sopir dari Pilipina hanya menerima 30%. Selebihnya dibayarkan di tanah air, bagi keluarga yang ditinggalkan, atau didepositokan. PT Rabindo masih mencoba untuk mendengar suara para sopir. Yang jelas, selama 3 bulan pertama Rabindo menanggung segala-galanya. Selebihnya, selama 21 bulan masa kontrak, sopir berurusan langsung dengan Sapco. Kontrak dapat diperpanjang atas kehendak sopir sendiri. Mereka juga boleh memutuskannya di tengah jalan. Asal mau menanggung biaya pulang sendiri saja. Kemungkinan yang terakhir tak diingini oleh orang seperti Fajar Rianto. "Sudah diniati," kata sopir asal Surabaya ini. "Siapa tahu dapat merubah nasib, tambah pengalaman," katanya, dan tak lupa tentunya, "dapat naik haji kapan lagi?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus