Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Segudang Masalah LRT Jabodebek

LRT Jabodebek memerlukan banyak perbaikan. Penyelesaian masalah harus dipercepat agar tercipta angkutan yang efisien dan aman.

19 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • LRT Jabodebek seharusnya menjadi angkutan perkotaan yang ideal.

  • Masalah operasi mempengaruhi keamanan dan keselamatan LRT Jabodebek.

  • Pemerintah harus memperbaiki sarana dan prasarana serta membuat tarif LRT Jabodebek murah.

ENRIQUE Peñalosa Londoño, Wali Kota Bogota, Kolombia, periode 1998-2000, pernah berkata: kota yang maju bukanlah tempat orang miskin bepergian dengan mobil, melainkan yang bisa membuat orang kaya mau menggunakan angkutan umum. Pernyataan ini berarti para pengambil keputusan seharusnya memprioritaskan pengembangan angkutan umum yang aman, nyaman, dan terjangkau agar suatu kota makin maju dan berkelanjutan. Ini yang seharusnya terjadi ketika pemerintah membangun kereta rel ringan atau light rail transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan menghadirkan layanan LRT Jabodebek sangat panjang, berliku, dan menantang. Perjalanan ini dimulai lebih dari satu dekade silam lewat gagasan penggunaan sarana kereta rel tunggal atau monorel yang kemudian berubah menjadi kereta ringan. Proyek LRT kemudian menghadapi kendala pembiayaan, peralihan investor dan operator, masalah pengadaan lahan, tantangan adopsi teknologi kendali otomatis, hingga peristiwa tumburan kereta di masa uji coba. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran LRT Jabodebek disertai setumpuk harapan, antara lain mendorong perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi publik. Sarana buatan anak bangsa ini pun diharapkan bisa mendorong modernisasi sistem perkeretaapian perkotaan, meningkatkan aksesibilitas daerah urban-suburban, hingga memicu pengembangan kawasan berorientasi transit atau transit-oriented development, konsep hunian yang diharapkan bisa mempermudah mobilitas dan mengurangi kemacetan. 

Jaringan LRT yang membentang dari daerah Bekasi, Cibubur, Depok, Cawang, sampai Dukuh Atas menjanjikan potensi volume penumpang yang tinggi. Apalagi jalur ini melewati kawasan utama bisnis dan perkantoran Jakarta di Jalan M.T. Haryono, Gatot Subroto, Kuningan, sampai Jenderal Sudirman. Karakter jaringan yang menghubungkan kawasan suburban dengan urban ini membuat LRT Jabodebek seharusnya bisa menjadi salah satu solusi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya. 

Kelebihan lain LRT Jabodebek adalah memiliki sistem kendali berbasis komunikasi atau communications-based train control dengan tingkat otomasi atau grade of automation (GOA)-3. GOA-3 memungkinkan kereta buatan PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka ini berjalan tanpa dikendalikan masinis, meski tetap memerlukan awak untuk keadaan darurat. Sistem ini menjadikan LRT Jabodebek moda transportasi di Indonesia yang pertama kali mengadopsi teknologi tinggi. 

Dengan masa uji coba teknis yang cukup panjang tapi dengan masa uji operasional yang terbilang singkat, LRT Jabodebek akhirnya beroperasi secara komersial pada 28 Agustus lalu. Dengan tarif promosi flat Rp 5.000, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Para pekerja hingga wisatawan berlomba merasakan sensasi menaiki kereta yang membelah kawasan bisnis Jakarta hingga pinggiran kota ini. Secara bertahap, frekuensi perjalanan dan jam operasional LRT Jabodebek ditingkatkan agar waktu tunggu berkurang dan jeda antarperjalanan atau headway makin singkat. 

Pada fase ini, operasi LRT Jabodebek tidak semulus yang diharapkan. Keluhan pengguna bermunculan dan gangguan operasional kerap terjadi. Di antaranya soal entakan kereta ketika awal berjalan, pengereman yang tajam, hingga posisi buka-tutup pintu yang tidak pas dengan pintu peron stasiun. Ada pula gangguan operasi seperti masalah kelistrikan, kegagalan otomatisasi pintu, disfungsi penggerak, serta problem sistem kendali serta persinyalan. Gangguan ini menyebabkan jadwal operasi LRT Jabodebek tidak beraturan dan waktu tunggu menjadi panjang. 

Gangguan operasi kian parah ketika sejumlah kereta mengalami keausan roda, padahal baru beroperasi kurang dari tiga bulan. Akibatnya, sejumlah kereta tidak dapat beroperasi untuk sementara waktu. Masalah lain adalah beberapa rangkaian kereta masih harus menjalani penyesuaian sistem GOA-3. Frekuensi perjalanan pun berkurang dan waktu tunggu kereta makin lama.

Hal ini sungguh disayangkan karena terjadi ketika antusiasme masyarakat sedemikian tinggi di tengah upaya mendorong penggunaan angkutan umum. Karena sarana yang kurang andal, minat masyarakat menggunakan LRT Jabodebek bisa jadi berkurang. Segudang hal dituding menjadi penyebab masalah ini, dari kualitas kereta yang kurang baik, masa uji coba yang belum memadai, kesalahan desain lengkungan jalur, gagap adopsi teknologi tinggi, hingga minimnya koordinasi antar-pemangku kepentingan di tahap perencanaan dan pembangunan. 

Jika ditelaah, LRT Jabodebek memang tak lepas dari persoalan. Sebagai contoh, teknologi GOA-3 yang memiliki kerumitan tersendiri perlu waktu panjang untuk proses kalibrasi agar kendali kereta makin lancar dan presisi. Masa uji coba yang cukup panjang ternyata belum cukup untuk menyempurnakan perangkat lunak sistem ini. Terbatasnya fasilitas perawatan kereta juga memperlambat proses perbaikan. Adapun keausan roda yang terlalu dini diduga berhubungan dengan desain rel di jalur lengkung yang tidak memenuhi standar. Kualitas bangunan stasiun pun menjadi persoalan setelah terjadi kebocoran masif dan lepasnya plafon.

Tak ada jalan lain, pemerintah dan operator LRT Jabodebek harus segera menyelesaikan semua persoalan ini. Perbaikan keausan roda harus dipercepat dan roda cadangan harus memadai serta berkualitas baik. Fasilitas perawatan sarana, seperti mesin bubut roda, harus ditambah. Sedangkan kondisi prasarana seperti jalur lengkung rel yang belum memenuhi persyaratan mesti ditinjau dan ditata ulang. Teknisi pun harus selalu siaga di titik-titik perlintasan untuk mengantisipasi gangguan yang mungkin terjadi. 

Kalibrasi GOA-3 untuk menyempurnakan sistem pengendali harus dilakukan secermat dan secepat mungkin. Yang terpenting adalah memastikan semua gangguan tersebut tidak membahayakan keselamatan pengguna, karena itu adalah hal yang utama. Satu hal yang penting: selama layanan LRT Jabodebek belum normal dan optimal, harus ada pertimbangan agar tarif yang berlaku saat ini bisa kembali seperti pada saat promosi sebagai kompensasi untuk pengguna.

Semua hal itu harus dilakukan agar tujuan LRT Jabodebek sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan lalu lintas serta menekan tingkat polusi di Jakarta dan sekitarnya bisa tercapai. Faktor yang esensial untuk meningkatkan minat masyarakat menggunakan LRT Jabodebek, juga moda transportasi lain, adalah frekuensi perjalanan yang tinggi, waktu tunggu dan jeda antarperjalanan yang singkat, hingga waktu tempuh perjalanan yang cepat. Jadwal operasi kereta juga dibuat sepanjang mungkin, dari dinihari hingga tengah malam, demi mengakomodasi kepentingan warga kota. 

Faktor yang tak kalah penting adalah tarif LRT Jabodebek yang terjangkau. Apabila sudah ada keputusan menggunakan tarif Rp 5.000 untuk 1 kilometer pertama dan Rp 700 per kilometer berikutnya, sebaiknya pemerintah dan operator tidak menaikkannya setidaknya hingga lima tahun ke depan. Dengan begitu, masyarakat tidak beralih kembali ke kendaraan pribadi. Sebab, dalam lima tahun ke depan ada potensi kenaikan upah minimum regional berkala serta potensi kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif angkutan umum lain. 

Persoalan lain yang memerlukan perhatian adalah biaya angkutan first mile-last mile atau angkutan menuju stasiun dan dari stasiun ke tujuan akhir. Artinya, diperlukan angkutan penghubung dari kantong-kantong pengguna, seperti hunian dan perkantoran, ke stasiun LRT dengan tarif terjangkau. Pemerintah pun perlu mempertimbangkan masuknya ongkos LRT ke tarif terintegrasi JakLingko bersama moda raya terpadu atau MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan bus raya terpadu atau BRT Transjakarta sehingga tercipta moda angkutan yang efisien.

Aksesibilitas dan konektivitas di stasiun-stasiun LRT, terutama di area suburban seperti Taman Mini Indonesia Indah, Kampung Rambutan, Ciracas, Harjamukti, Jatibening Baru, Cikunir 1 dan 2, Bekasi Barat, serta Jatimulya, harus tersedia dengan baik. Akses ke stasiun harus mudah dan nyaman, tersedia kantong parkir untuk kendaraan pribadi, serta ada koneksi angkutan umum lain yang nyaman dan terjangkau. Demikian pula fasilitas integrasi fisik seperti jalur pedestrian, jembatan atau terowongan penyeberangan orang, serta kanopi yang memadai. Semua itu demi terciptanya sistem angkutan perkotaan yang maju dan berkelanjutan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Aditya Dwi Laksana adalah Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia. Dalam edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "LRT Jabodebek, antara Harapan dan Keausan"

Aditya Dwi Laksana

Aditya Dwi Laksana

Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus