Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASIH santai nampaknya kegiatan di Pasar Modal kita. Semua
berjalan tenang dan tenteram. Para anggotanya yang berjumlah 26
itu dilengkapi dengan pesawat telepon pada meja masing-masing,
tapi jarang terpakai.
Memang tidak banyak yang harus dilaporkan ke luar dari ruang
bursa itu. Dari luar, meja pialang itu bisa dipanggil, kalau
perlu, via sambungan operator, tapi itu rupanya belum perlu
terJadi. Maklum, order untuk beli maupun jual masih belum
tergesa-gesa.
Sejak Presiden Soeharto meresmikannya (10 Agustus), Pasar Modal
di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, dibuka lima kali -
tiap hari kerja Senin s/d Jum'at - seminggu. Sebagian besar
anggotanya, walaupun trading atau perdagangan masih sepi, toh
rajin hadir. Lebih rajin adalah mereka yang masih muda yang
sengaja ditugaskan perusahaan masing-masing untuk belajar.
Sedikit saja, tentunya, di antara mereka yang aktif memajukan
penawaran maupun permintaan beli secara tertulis kepada petugas
bursa. (Secara lisan, menurut ketentuan Badan Pelaksana Pasar
Modal, tidak diizinkan buat sementara mungkin karena
pertimbangan belajar tadi.
Petugas kepala yang seakan-akan bertindak sebagai penengah
menetapkan kurs terjadi, berdasarkan angka-angka yang masuk.
Berlangsung dua kali call, dan keduanya memakan waktu ratarata
satu jam saja. Sungguh sebentar saja sudah selesai sidang
mereka, biasanya berlangsung mulai pk. 11.30.
Itulah sidang bursa tercepat di dunia sekarang ini. Karena masih
satu issue saja, yaitu saham dari PT Semen Cibinong, yang
diperjualbelikan.
Meskipun begitu, issue yang satu ini bukanlah lemah. Kurs
perdananya yang Rp 10.000 ternyata telah cepat melonjak, malah
pernah sampai ke Rp 11.000. Tapi kenaikan 10 itu sangat
ditentang, terutama oleh PT Danareksa.
PT Makindo, salah satu anggota bursa, adalah pertama kali
meminta Rp 11.000. Semua jadi kaget, apakah karena terlalu
spekulatif atau karena kurang pengalaman. Danareksa, karena
banyak pegang simpanan, gampang sekali menginjeksi ke pasar 300
sampai 500 saham. Sedikit saja. Tapi akhirnya Makindo jadi
berbalik kaget, apalagi dia harus membeli mahal dan kemudian
kurs bergerak turun, sedang dayanya terbatas untuk membuat pasar
kembali hangat.
Di bursa ini, spekulasi tidak dilarang secara resmi. Cuma para
anggotanya kini mengetahui betul bahwa Danareksa mampu
mempengaruhi jalannya trading. Kalau kurs bergerak naik tidak
wajar, Danareksa segera aktif menjual. Tapi dia juga turut
membeli sesekali. Tanggal 23 Agustus, misalnya, Danareksa
membeli 233 saham, yang pasti bukan karena mau iseng saja.
Tidak jelas berapakah kurs yang disebut "wajar" bagi Danareksa.
Dugaan sementara ialah sekitar Rp 10.500. Terutama sekali
Danareksa jelas berkepentingan menjaga agar kurs saham tidak
terlalu jauh di atas pari, supaya menarik lebih banyak anggota
masyarakat membeli sertifikatnya. Sertifikat Danareksa mengikuti
kurs yang terjadi di bursa untuk saham asli Cibinong.
Sampai tanggal 20 Agustus - pemasaran pertama - masyarakat masih
berkesempatan membeli sertifikat itu dengan harga nominal
melalui bank-bank pemerintah di seluruh propinsi. Perhatian
masyarakat kota seperti di Medan, Ujungpandang, Bandung,
Semarang dan Surabaya cukup besar, menurut laporan sementara
yang masuk ke Danareksa. Tapi disangsikan ada pembeli berasal
dari daerah pedesaan. Walaupun di kota-kota besar, golongan
pembeli umumnya mudah diduga bukanlah dari 'kelas menengah' ke
bawah.
Walaupun seorang warganegara diatasi sampai maximum 100 lemar
(Rp 1 juta), si penjual ternyata tidak mampu mengkontrol bila
orang yang mau membeli lebih banyak. Seseorang mungkin saja,
kalau dia mau, pergi dari itu ke lain bank serta mengerahkan
istri, anak sampai para pembantunya sekalipun untuk membeli.
Selama dia bisa membuktikan diriya warganegara Indonesia, dengan
KTP, surat SIM atau kertas identitas lamaya, dia boleh membeli.
Bisakah dikontrol jika calon nasabah ini serakah? "Kalau sistem
komputer meluas dipakai, mungkin bisa," jawab seorang pejabat
Danareksa pada Eddy Herwanto dari TEMPO. Maka menyambung pula
seorang pejabat bank pemerintah: 'Mungkinkah pemerataan
pendapatan itu diselenggarakan? Rasanya kok saya pesimis."
Pemerataan pendapatan adalah suatu tujuan pemerintah mendirikan
Pasar modal. Dari DPR, ketua komisi VII Rachmat Muljomiseno
agak skeptis teradap istilah pemerataan itu. "Sesuatu yang atas
unjuk seperti sertifikat Danareksa tidak bisa dibatasi,"
katanya kepada Yunus Kasim dari TEMPO. "Mana pula saham bisa
diratakan. Kita tak usah pakai perataan-perataan. Kalau mau
bikin Pasar Modal, ya sudah. Titik. Jaman moderen memang perlu
Pasar Modal. Silahkan, jalan terus. Tak usah malu-malu."
Ya, musti malu-malu, mungkin karena ada anggapan bahwa Pasar
Modal ini adalah "pencerminan ekonomi liberal." Apakah itu
pantas atau tidak untuk tingkat masyarakat Indonesia sekarang,
pasti bisa ramai jika di-seminarkan pula.
Bagi kaum pengusaha nasional yang lemah, menurut pandangan Omar
Tusin bekas Ketua Pekan Raya Jakarta, Pasar Modal ini bukanlah
untuk mereka. "Apalagi pengusaha pribumi," kata Tusin, "tak akan
bisa beruntung (dari bursa itu). Tak gampang untuk go public."
Betul gampang, tentunya, untuk perusahaan patungan PMA seperti
PT Semen Cibinong, karena sudah begitu dipercaya pembukuannya
dan mantap manajemennya, lagi pula terjamin pemasarannya.
Kebetulan pula Danareksa kini nampaknya cenderung mau menjamin
bila perusahaan bersangkutan memang "empuk" -- punya harapan
untuk menghasilkan dividen. Tapi mereka yang empuk itu biasanya
mampu menarik modal tanpa mempublik via Bapepam. PT Semen
Cibinong, misalnya, mempunyai banyak relasi perbankan dan
lembaga keuangan internasional yang setiap waktu percaya
meminjamkan modal dengan tingkat bunga yang relatif rendah.
Bagi perusahaan nasional, bila bukan PMDN -- yang sesungguhnya
membutuhkan modal murah - bila berhasrat mempublik, agaknya
perlu bersusah-payah betul untuk mencari underwriters (penjamin)
terlebih dulu. Di samping Danareksa, ada sembilan lembaga
keuangan non-bank yang berlaku sebagai penjamin emisi di negeri
ini.
Para penjamin, di mana pun mereka berada, biasanya
memperhitungkan risiko. Jika saham perusahaan yang dijaminnya
tak laku, penjatnin menanggung risikonya. Sudah banyak contoh
kerugian penjamin, seperti dimuat dalam buku Financial
Institutions, antara lain:
* Pada musim rontok 1946 di New York pernah harga saham anjlok
mendadak. Ketika itu suatu sindikat dari 46 bank investasi tidak
rnampu menjual 125.000 saham dari Willys-Overland Motors Inc.
Saham preferensi yang semula $ 4.50 telah dibeli sindikat itu
setinggi $ 100 per lembar dengan harapan untuk dijual kembali
seharga $ 102.75. Akhirnya cuma terjual antara $ 53 dan $ 68 per
saham.
* Cincinnati Gas & Electric Cormpany menawarkan sejumlah
1.445.000 sahamnya, yang dibeli oleh sekumpulan 156 bank
investasi dengan harga $ 26 per saham, tapi akhirnya
didistribusikan pada tingkat harga serendah $ 21.75.
* Tahun 1950, para penjamin menjamin penjualan obligasi dari
Potomac Electric Power Cormpany. Sesudah membayar $ 100.80¬ per
bond (obligasi) penjamin bisa menjual sekitar $ 100.50. Walaupun
selisih harga sedikit, kerugian tetap banyak karena transaksinya
dalam jumlah besar.
* Karena obligasi dari General Motors Acceptance Corporation
sampai sebanyak $ 14 juta tidak terjual, sindikat pada bulan
September 1959 menyerah saja pada kemauan pasar. Maka harganya
segera jatuh dari $ 100 ke sekitar $ 961h per lembar.
* Juli 1969, Atlantic Richfield menawarkan 1,5 juta saham dengan
harga $ 115¬ per lembar. Penjamin memayarnya $ 112, tapi
sebagian besar bisa dipasarkan cuma dengan kurs sekitar $ 107.
Sebaliknya, tentu saja, banyak pula issues (jenis) di bursa luar
negeri yang cepat terjual dengan harga menarik ketika
ditawarkan. Penawaran Rp 10.000 untuk issue Cibinong adalah
termasuk menarik bagi pembuka bursa Jakarta. PT Inter-Pacific
Financial Corporation yang menjaminnya bersama Danareksa, segera
bisa menjual seluruh alokasi (28.750) saham untuknya. Sesudah
ditambah 31.000 lagi oleh Danareksa, Inter-Pacific pun bisa
menjuainya tanpa susah-susah.
Danareksa sendiri, yang memegang sisa 150.000 saham (yang
kemudian dijadikannya sertifikat sebanyak 148.200) juga gampang
menjual. Dari pemasaran perdana, Danareksa sudah menjual
duapertiga dari keseluruhannya. Meskipun dalam pemasaran kedua
nanti - mulai I September 1977 - harganya sudah akan berada di
atas pari, diduga tidak akan suIit bagi Danareksa untuk melepas
sisa emisi pertama.
Tapi sebelum 10 Agustus, baik Inter Pacific maupun Danareksa
belum dapat memastikan bahwa animo demikian besar. Apalagi
penawaran Rp 10.000 bukanlah rendah, berarti Ik. sebanding $ 24
biia dipakai nilai-tukar sekarang. Padahal nilai nominalnya
adalah $ '10 (Rp 3.780 berdasar kurs resmi ketika perusahaan itu
didirikan tahun 1971).
Karena sudah terbukti gampang laku, penawaran emisi Cibinong itu
semustinya dianggap rendah. Tapi masih ada saja terdengar suara
yang mencurigai caranya nilai saham itu ditetapkan. Dari $ 10 ke
$ 24 (= Rp 10.000) dianggap sementara golongan terlalu
menguntungkan PT Semen Cibinong. Apakah mungkin Danareksa
keliru?
Anggota DPR Rachmat Muljomiseno menanggapinya a.l. begini: "Saya
tidak bisa menerima itu. Ini berarti devaluasi besar-besaran,
karena $ 10 itu kalau dirupiahkan menjadi Rp 4.150 tapi kenapa
sahamnya jatuh jadi Rp 10.000. Ini berarti satu dollar = Rp
1.000. Kalau Rp 600, ini masih relevan."
Muljomiseno, bekas Menteri Perdagangan itu, bisa memahami
bahwaPT Semen Cibinong beruntung hingga harga sahamnya pantas
berada di atas pari. Tapi karena begitu jauh kenaikannya,
Muljomiseno berkata lagi: "Ini berarti ugal-ugalan. Danareksa
dikibulin."
Presdir J.A. Sereh dari Danareksa, dalam suatu interpiu TEMPO,
menjelaskan bahwa penetapan nilai saham itu adalah hasil
tawar-menawar, sesudah berbaBai pihak menggunakan formula
masing-masing. Sedikitnya ada tiga formula yang dipakai untuk
menghitung berapa sepantasnya dinilai PT Semen Cibinong
sekarang. Selain para penjamin, turut pula menilai dari grup
penasehat Bank Indonesia (termasuk Morgan Guaranty, Kuhn & Loeb
dan seorang bekas wakil IMF di Jakarta) dan Nomura Securities
Company, suatu perusahaan Jepang yang terbilang besar di Asia
untuk perdagangan efek.
Pada mulanya Cibinong, demikian Sereh, "meminta $ 28 per saham,
sedang kita menawar $ 21. Akhirnya Cibinong setuju menjual $
23.75." Angka yang disetujui itu ditarnbah berbagai macam
pembayaran jadi bulat $ 24. Karena ada konversi ke rupiah untuk
membulatkan ke Rp 10.000, maka sertifikat Danareksa menciut jadi
sejumlah 148.200 dari alokasi semula 150.000 saham.
Meminjam istilah warung, ada orang melihat Danareksa berurusan
dengan Cibinong ini bagaikan pelaris. Maka berlebih atau
berkurang sedikit tidak jadi soal, demikian biasanya untuk
pelaris. Tapi Sereh, yang rambutnya kelihatan memutih selama
memegang jabatan ini sejak Pebruari, meninggalkan kesan bahwa
Danareksa telah berhitung betul dan menempuh cara yang lazim
dipakai tiap penjamin, yaitu berusaha meniadakan risiko rugi.
Berbeda sedikit dari para penjamin lainnya, Danareksa memegang
prinsip tidak mencari untung banyak. Tujuan utamanya ialah
supaya sertifikat-saham jatuh ke tangan masyarakat luas dan,
menurut Sell, "kepercayaan masyarakat" perlu aga. Oleh karena
itu pula, katanya," Danareksa memilih betul perusahaan yang baik
untuk dijamin mempublik."
Dengan sukses Cibinong di Pasar Modal, mulai terdorong keras
kalangan perusahaan untuk mempublik. Berangsur hilang sudah
kebimbangan tentang animo masyarakat membeli saham. Kebimbangan
itu beralasan karena masyarakat selama ini memilih deposito
berjangka dan tabanas tanpa risiko. Ternyata cukup besar jumlah
penggemar Pasar Modal meskipun dengan risiko.
Tapi perusahaan manakah, kalau ada, yang menyusul sesudah
Cibinong dalam masa dekat ini? Sereh membayangkan kemungkinan
kuat muncul satu PMDN dan satu lagi PMA. Tidak disebutnya
identitas calon perusahaan itu. Tapi sudah santer suara bahwa PT
Bogasad, salah satu di antaranya, mulai kasakkusuk membuka jalan
ke Bapepam.
Kelompok Sudono Salim (d/h Lim Swie Liong) berpengaruh di
Bogasari yang memproses gandum dan menjual terigu itu. Salim
yang ini kebetulan mempunyai andil besar di PT Multinational
Finance Corporation, suatu lembaga keuangan non-bank, yang
kiranya bisa menjamin emisi Bogasari. Dana reksa besar
kemungkinan turut pulamenjaminnya, mengingat komoditi te1igU
selalu kuat di pasaran lokal. (Lihat Kapan Lag, Bogasari).
Sama dengan Cibinong, Bogasari berllasrat mempublik bukanlah
terutama sekali karena soal mencari modal. Motiinya bisa diduga
untuk kepentingan penjualam. Dengan mempublik, pasti publisitas
tentang Bogasari otomatis meningkat tanpa biaya mahal.
Publisitas yang menguntungkan akan membantu meningkatkan
pemasarannya. Tapi mungkin pula karena ada tekanan halus lari
pemerintah pada Bogasari.
Tekanan itu pernah dirasakan Cibinong, berhubung kewajibannya
mengalihkan 5% lagi dari keseluruhan sahamnya ke tangan
Indonesia sebagai prasyarat untuk izin pemerintah bagi program
pengluasan kapasitas produksi pabriknya lari 500.000 ton ke
1,2 juta ton semen setahun. Tanggal pengalihan 5% itu kebetulan
jatuh sekitar September ini, hingga Cibinong baru-baru ini
memilih lebih baik kalau mempublik saja.
Tapi Cibinong juga memperoleh keantungan sampingan, yang pasti
sudah diharapkannya pula, yaitu publisitas. Masyarakat kini jadi
mengetahui tenang semen Cap Kujang dari Cibinong, selama ini
banyak orang cuma mendengar merek "tiga roda" dari Indocement
yang pabriknya bertetangga dengan PT Semen Cibinong.
Indocement, investasi modal Taiwan sudah mempunyai kapasitas
produksi satu juta ton. Karung "tiga roda" banyak dijumpai di
warung pengecer Jawa Barat dan DKI. Sekarang Cap Kujang sering
tak kelihatan di warung, karena produksi PT Semen Cibinong cepat
habis. Malah banyak truk dari distributornya selalu harus antri
untuk langsung menampung karung-karung semen yang baru meluncur
dari bagian pengantongan. Tapi bila produksinya meninngkat dua
kali lipat mulai 1978 dengan selesainya ekspansi pabrik akhir
tahun , maka Cibinong pasti akan tidak bisa santai lagi menjual.
Bahwa Cihinong dianggap akan bisa menyelesaikan penluasan
pabriknya pada waktunya, kini timbuI optimisme di kalangan
kelompok pemegang saham bahwa perusallaan akan mampu memberi
dividen pertama pada April 198. Danareksa, kata Sereh,
"berusaha sekali supaya dividen itu bisa segera dikecap
masyarakat." Dividen adalah daya-tarik untuk membuat kurs saham
supaya tidak merosot.
Prospektus Cibinong tidak menyebutkan sesuatu tanggal kapan
dividen akan diberikan Tapi mungkin saja itu dilakukan bila
kreditor mengizinkan, denan catatan: Jika pengluasan pabrik
selesai dan dicapai tingkat operasi tertentu. Semua "jika" itu
kelihatan akan bisa dipenuhi. Malah pihak asing yang memegang
blok saham besar, seperti Gypsum Carrier Inc - anak perusahaan
dari Kaiser Cement & Gypsum Corporation (42,84) dan
International Finance Corporation & Participants (12,92%) -
cabang usaha dari Bank Dunia, juga menginginkan dividen April
nanti. Utusan dari IFC berbicara dengan Sereh baru-baru ini
tentang hal tersebut. Dengan kata lain, Bank Dunia pun merestui.
Sementara itu Cypsum mendapat jaminan dana dari bankirnya guna
memungkinkan dividen.
Berapakah dividen Cibinong? Ini tergantung pada keputusan rapat
pemegang saham. Kalau biasanya selama ini rapat itu diadakan di
ruangan kecil, menurut sekretaris dan manajer keuangan M.
Rachman Mohammad (32) dari Cibinong, "mungkin nanti di Balai
Sidang Senayan. Kita akan ramai-ramai. PT Semen Cibinong merasa
senang sekali dengan perkembangan ini."
Kalau membeli sertifikat Danareksa, anda tidak akan bisa ikut ke
sana. Tapi jika memiliki minimal 25 saham aslinya bisa]ah anda
menghadiri rapat itu. Karyawan Cibinong yang berkelompok membeli
3000 saham akan berhak pertama kali menghadirinya. Sejak 10
Agustus hal ini selalu hangat dibicarakan mereka. "Bayangkan,
tak pernah ini dulu terbayang," kata seorang insinyur di pabrik
Cibinong. Mungkin dividen pertama ini tidak besar tapi, menurut
manajer Rachman, "diperkirakan akan lebih dari sukubunga
Tabanas."
Jumlah dividen bukan soal sekarang ini. Terutama jadi soal bagi
pemerintah tentunya, ialah berapa lama lagi saham Cibinong bisa
mendapat teman di bursa. Jika Cibinong sendiri terus-terusan,
dikuatirkan trading di bursa menjemukan. Bisnis pialang saham,
kata Presdir Soetan Sjahsam dari PT Perdanas yang jadi anggota
bursa, "akan bergairah bila sedikitnya ada lima macam
diperdagangkan."
Dirut Oey Beng To dari PT Ficorinvest, suatu lembaga keuangan
non-bank mengatakan "langkah semen Cibinong pasti akan banyak
diikuti perusahaan lain. Tapi itu tidak mudah. Memerlukan waktu.
Mereka (asing) harus berembuk dulu dengan induk perusahaan
mereka di luar negeri."
Ada juga perusahaan kecil milik pengusaha nasional berminat dan
mendekati PT Ficorinvest. "Sebenarnya (milik nasional) ini masih
belum memenuhi persyaratan untuk go public," kata Oey lagi,
"namun saya sedang selidiki kemungkinannya."
Sementara menunggu pendatang baru, menjadi pertanyaan pula
apakah Danareksa mampu seterusnya merem spekulasi di bursa.
Menjelang pemasaran kedua dibuka I September, emisi pertama (57O
dari keseluruhan 3,3 juta lembar saham Cibinong) yang
diperdagangkan sudah dua-pertiga terjual. Sisanya diduga akan
cepat laku dan lepas dari persediaan Danareksa. Maka ada
kemungkinan kursnya menanjak keras. Lantas nasehat pialang
berpengalaman minggu ini: Spekulasi sih boleh, tapi pakailah
perhitungan.
Sereh sendiri, yang berkantor hanya 50 meter saja jauhnya dari
ruang bursa, kelihatan tetap tenang. Jika kurs naik secara
wajar, diduga Danareksa akan rela. Tapi jika ada gejala
spekulasi, menurut Sereh, Danareksa masih punya cadangan 81.510
(2,28% dari keseluruhan saham Cibinong) yang dibelinya langsung
dari Private Investment Company for Asia (PICA) SA. Cadangan
itu, katanya lagi, "akan dilepas sebagai emisi kedua" setiap
waktu diperlukan. PICA menjual bagiannya dengan harga sama -
pari - ketika Cibinong mulai mempublik. Karena dasar bisnisnya
adalah jual-beli uang, PICA rupanya melihat, untuk meminjam
ucapan Presdir K.W. Johnson dari (penjamin) PT Inter-Pacific
Financial Corporation, "misinya di Cibinong sudah selesai."
Bamerical International Financial Corporation, memiliki 1,96%
dari keseluruhan saham Cibinong, juga sudah menyatakan niat
untuk menjual bagiannya, mungkin menjelang akhir tahun ini. Kini
ia menunggu kurs lebih tinggi. Maka Sereh tambah tak kuatir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo