Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Persoalan spesifikasi sarana LRT Jabodebek berekor panjang.
Pengujian akhir LRT Jabodebek sudah mencapai 95 persen.
Inka masih harus mengimpor komponen-komponen utama pembuatan kereta.
JAKARTA – Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan menjamin proses pengembangan kereta light rail transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) tidak mengusik keandalan operasinya. Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Prasarana LRT Jabodebek dari Kementerian Perhubungan, Ferdian Suryo Adhi Pramono, memastikan seluruh kendala ataupun antisipasi desain sepur tanpa masinis itu sudah selesai dibahas pada masa lalu.
“Seluruh data hasil produksi sudah tersampaikan dan dipertimbangkan sehingga sistem operasi dapat dinyatakan aman,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Saat sedang diuji jalan oleh Kementerian Perhubungan, proyek LRT Jabodebek diduga bermasalah pada tahap pengembangan sarana dan prasarananya. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, dalam sebuah diskusi pada pekan lalu, mengungkapkan soal rancangan dan koordinasi yang kurang matang pada tahap awal proyek senilai Rp 32,5 triliun tersebut.
Perbedaan spesifikasi pada 31 rangkaian kereta LRT Jabodebek yang dibuat oleh PT Industri Kereta Api (Persero) alias Inka menjadi salah satu sorotan Kartika. Kondisi itu mengganggu proses pemasangan dan integrasi peranti lunak buatan PT Siemens Mobility Indonesia pada kereta ringan. Penyesuaian ulang itu bahkan memicu biaya baru yang harus ditanggung sang penyedia peranti lunak.
Baca juga: Bergantung pada Konsultan Asing
Sumber Tempo yang memahami seluk-beluk LRT Jabodebek bercerita bahwa persoalan spesifikasi sarana itu berekor panjang. Gangguannya terlihat di sepanjang pengujian, dari tahap dynamic test atau pengujian armada sampai proses commissioning atau integrasi persinyalan. Salah satu contohnya adalah rem otomatis yang berulang kali menyala sendiri. Kemudian pasokan daya listrik yang sesekali terputus.
“Kadang ada beberapa sistem yang harus start ulang dan ditunggu agak lama,” tutur sumber tersebut, akhir pekan lalu. Pada masa uji jalan saat ini pun, dia menyebutkan, masih ada kendala ihwal pengereman yang belum mulus serta ketidaksejajaran antara pintu kereta dan pintu pembatas di stasiun (platform screen doors/PSD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ferdian, para pengembang sepur ringan sudah memperkirakan tantangan dalam pengembangan sarana. “Sepengetahuan saya ada toleransi dalam produksi suatu barang,” ujarnya. “Selama masih masuk dalam batas tersebut, tidak masalah.”
Masukan dari Masyarakat Saat Uji Coba
Rangkaian kereta LRT Jabodebek melintas di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, 8 Juni 2023. Tempo/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ferdian menyebutkan tahap pengujian akhir LRT Jabodebek sudah mencapai 95 persen. Sisanya, menurut dia, berisi proses penyempurnaan dari sisi operasional berbasis masukan dari masyarakat saat uji coba publik selama beberapa hari, sejak 12 Juli lalu. Dari sejumlah pejabat pemerintahan yang menjajal kereta tanpa masinis itu, ada juga masukan ihwal akselerasi dan pengereman kereta serta soal kelengkapan layanan di stasiun. “Yang mungkin dirasakan belum nyaman. Masukan itu lebih mengarah pada kenyamanan penumpang,” kata dia.
Baca juga: Disetop Sementara Uji Coba LRT Jabodebek
Pada Ahad, 6 Agustus lalu, Tempo mengontak perwakilan manajemen Siemens Mobility ihwal uji coba peranti lunak dan persinyalan LRT Jabodebek. Perwakilan yang menolak identitasnya disebutkan itu mengklaim bahwa pengujian berjalan lancar. Adapun perwakilan Inka, Agung Dwi Cahyono, hanya menyebutkan bahwa pembangunan rolling stock atau kereta LRT Jabodebek sudah sesuai dengan spesifikasi teknis yang diminta PT KAI. “Kami sudah membuat kereta tersebut sesuai dengan spesifikasinya,” ujar dia kepada Tempo.
Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, menuturkan sarana LRT Jabodebek belum bisa dikembangkan secara mandiri oleh Inka. Dari segi dimensi dan berat, spesifikasi kereta itu pun semakin rumit karena harus dipasangi grade of automation (GOA) level 3—sistem kendali otomatis yang selevel di atas mass rapid transit (MRT) Jakarta. Walhasil, masih banyak komponen impor. “Butuh waktu bagi Inka untuk membangun yang lebih canggih. Proses alih teknologinya harus diperkuat,” ucap dia, kemarin.
Sejauh ini, kata Aditya, kereta bermesin penggerak yang dibangun Inka masih terbatas. Beberapa di antaranya adalah LRT Sumatera Selatan serta Kereta Bandara Soekarno-Hatta. Komponen utama proyek-proyek tersebut pun masih diimpor dari beberapa negara. Merujuk pada data pengembangan rolling stock LRT Jabodebek yang diperoleh Tempo, pengembang proyek masih harus mengimpor sistem propulsi dan rem secara utuh. Ada juga beberapa komponen yang dipenuhi dari industri dalam negeri, tapi separuhnya tetap diimpor, seperti carbody, gangway, serta bogie. Adapun tingkat komponen dalam negeri (TKDN) KRL Jabodebek tercatat sebesar 46 persen.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo