Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAN Miguel, itu bir terkenal dari Pilipina -- yang punya pasaran
di 26 negara dan pabrik pula di Spanyol kini sudah mendirikan
pabrik baru lagi di Bekasi, Jawa Barat. Dibangun dengan modal
AS$ 7 juta, pabrik San Miguel Brewery Indonesia (SMBI) itu
katanya sanggup mengalirkan 5 juta liter bir setahun. Tambahan
yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan 80 juta liter yang
diprodusir pabrik Bir Bintang dan pabrik bir Delta Indonesia
(Anker, Skol & Srimpi) setahun. Tapi mampukah San Miguel meraih
para peminum asing dan Indonesia yang umumnya doyan cap Bintang
dan Anker?
Jawaban Raoul Kahn, wakil presdir SMBI agak mengelak. "Meskipun
peminum bir di Indonesia relatif sedikit konsumsi bir per kapita
hanya 300 cc setahun -- tapi selera mereka tinggi. Karena itu
saya yakin mereka patut disuguhi bir premium seperti San
Miguel", katanya baru-baru ini.
Apalagi, sebagai pendatang terakhir, dia tidak takut tambah
saingan lagi. Dan memang, pasaran bir yang pakai nama malaikat
(Santo Mikail) itu, di Indonesia bukan belum ada. Sebab
diam-diam bir kaleng San Miguel itu sudah menyelusup masuk ke
hutan-hutan di mana tadinya 7000 orang Pilipina beroperasi
menebang pohon.
Belum diketahui apakah nantinya bir-bir impor -- yang masih saja
merasuki pasaran Indonesia -- akan dilarang masuk ke sini.
Umumnya bir impor itu masuk dalam bentuk kalengan. Sebaliknya
bentuk kalengan itu -- yang memang lebih cocok untuk ekspor --
belum populer bagi bir produksi dalam negeri. Soalnya, kata
seorang produsen, "belum cocok dalam perhitungan harga".
Juga karena di sini belum ada pabrik kaleng bir alternatif bagi
industri bir di sini untuk ekspor kalau pasaran dalam negeri
sudah jenuh. Kalau pintu ekspor tidak terbuka, kompetisi antara
merek yang diproduksi di sini bisa makin tajarn. Sebab meskipun
izin PMA untuk bir sudah tertutup, fabrikan nasional sendiri
belum semuanya kehilangan minat memproduksi minuman beralkohol
yang tak seberapa keras itu. Buktinya ada fabrikan di Medan yang
sejak beberapa tahun lalu memprodusir bir 'Baris' yang --
sayangnya -- kurang laris itu.
Buat pemerintah, perdagangan minuman beralkohol itu berarti
tambahan penghasilan bagi kas negara. Bir Bintang saja,
menyerahkan pajak & cukai sebesar Rp 1,7 milyar setahun. Sedang
San Miguel -- kalau memang berhasil memasarkan 5 juta liter
setahun -- diharapkan akan mengalirkan Rp 400 juta cukai ke kas
negara. Selain itu, usaha pengawasan pun diperketat, agar makin
tinggi kadar alkohol minuman keras impor atau buatan dalam
negeri itu, makin tinggi pula cukainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo