Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masuknya "Santo Mikail"

Pabrik bir, san miguel brewern indonesia yang dibangun di bekasi, menghasilkan 5 juta liter bir pertahun. usaha pengawasannya diperketat untuk meningkatkan kadar alkohol & cukai minum keras itu. (eb)

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAN Miguel, itu bir terkenal dari Pilipina -- yang punya pasaran di 26 negara dan pabrik pula di Spanyol kini sudah mendirikan pabrik baru lagi di Bekasi, Jawa Barat. Dibangun dengan modal AS$ 7 juta, pabrik San Miguel Brewery Indonesia (SMBI) itu katanya sanggup mengalirkan 5 juta liter bir setahun. Tambahan yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan 80 juta liter yang diprodusir pabrik Bir Bintang dan pabrik bir Delta Indonesia (Anker, Skol & Srimpi) setahun. Tapi mampukah San Miguel meraih para peminum asing dan Indonesia yang umumnya doyan cap Bintang dan Anker? Jawaban Raoul Kahn, wakil presdir SMBI agak mengelak. "Meskipun peminum bir di Indonesia relatif sedikit konsumsi bir per kapita hanya 300 cc setahun -- tapi selera mereka tinggi. Karena itu saya yakin mereka patut disuguhi bir premium seperti San Miguel", katanya baru-baru ini. Apalagi, sebagai pendatang terakhir, dia tidak takut tambah saingan lagi. Dan memang, pasaran bir yang pakai nama malaikat (Santo Mikail) itu, di Indonesia bukan belum ada. Sebab diam-diam bir kaleng San Miguel itu sudah menyelusup masuk ke hutan-hutan di mana tadinya 7000 orang Pilipina beroperasi menebang pohon. Belum diketahui apakah nantinya bir-bir impor -- yang masih saja merasuki pasaran Indonesia -- akan dilarang masuk ke sini. Umumnya bir impor itu masuk dalam bentuk kalengan. Sebaliknya bentuk kalengan itu -- yang memang lebih cocok untuk ekspor -- belum populer bagi bir produksi dalam negeri. Soalnya, kata seorang produsen, "belum cocok dalam perhitungan harga". Juga karena di sini belum ada pabrik kaleng bir alternatif bagi industri bir di sini untuk ekspor kalau pasaran dalam negeri sudah jenuh. Kalau pintu ekspor tidak terbuka, kompetisi antara merek yang diproduksi di sini bisa makin tajarn. Sebab meskipun izin PMA untuk bir sudah tertutup, fabrikan nasional sendiri belum semuanya kehilangan minat memproduksi minuman beralkohol yang tak seberapa keras itu. Buktinya ada fabrikan di Medan yang sejak beberapa tahun lalu memprodusir bir 'Baris' yang -- sayangnya -- kurang laris itu. Buat pemerintah, perdagangan minuman beralkohol itu berarti tambahan penghasilan bagi kas negara. Bir Bintang saja, menyerahkan pajak & cukai sebesar Rp 1,7 milyar setahun. Sedang San Miguel -- kalau memang berhasil memasarkan 5 juta liter setahun -- diharapkan akan mengalirkan Rp 400 juta cukai ke kas negara. Selain itu, usaha pengawasan pun diperketat, agar makin tinggi kadar alkohol minuman keras impor atau buatan dalam negeri itu, makin tinggi pula cukainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus