Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

May Day, Awak Media dan Industri Kreatif Waspadai Ekonomi Digital

Dalam memperingati May Day ini, wacana revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital disebut-sebut sering menyingkirkan isu kesejahteraan pekerja.

1 Mei 2019 | 17.28 WIB

Ribuan buruh mengikuti aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2019 (May Day) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019. Dalam aksi peringatan May Day 2019 ini para buruh menuntut pencabutan PP 78/2015 tentang upah dan meningkatkan kesejahteraan para buruh di Indonesia. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Ribuan buruh mengikuti aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2019 (May Day) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019. Dalam aksi peringatan May Day 2019 ini para buruh menuntut pencabutan PP 78/2015 tentang upah dan meningkatkan kesejahteraan para buruh di Indonesia. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam memperingati May Day atau Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif atau Sindikasi mengelar aksi turun ke jalan. Dalam salah satu aksinya, Sindikasi mengingatkan mengenai dampak revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital bagi pekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Sindikasi Ellena Ekarahendy mengatakan dari berbagai kesempatan, wacana revolusi industri 4.0 dan juga ekonomi digital seringkali menyingkirkan isu kesejahteraan pekerja. Isu revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital, kata dia, lebih banyak difokuskan pada perkembangan industri dan juga teknologi serta kemudahan investasi.

"Sepanjang sejarahnya, revolusi industri memang menyingkirkan tenaga kerja. Di revolusi industri 4.0 atau ekonomi digital untuk keuntungan sebagian saja. Para pekerja seperti dibiarkan harus membiayai perkembangan industri berdasarkan teknologi ini," kata Ellena ditemui di Jakarta, Rabu 1 Mei 2019.

Ellen mengatakan para pekerja media dan industri kreatif patut mewaspadai adanya dampak buruk bagi pekerja dari adanya revolusi industri 4.0. Salah satunya adalah otomatisasi mesin akibat penggunaan teknologi yang membuat jenis pekerjaan tertentu menjadi hilang.

Hal ini, pada saat bersamaan menimbulkan relasi kerja yang baru, namun tidak adanya perlindungan dari pemerintah atau negara. Salah satu relasi kerja baru tersebut tercermin dari adanya kerja fleksibel atau yang kini banyak dikenal sebagai pekerja lepas atau freelancer.

"Kami melihat fleksibilitas itu sebagai kerentanan, karena para pekerja seringkali bekerja tidak berdasarkan kontrak yang adil dan minimnya perlindungan tenaga kerja secara umum," kata Ellena.

Selain itu, para pekerja di sektor ini juga masih menghadapi persoalan upah murah tidak sesuai Upah Minimum Regional (UMR) bahkan di bawah UMR. Selain itu, masih ada tuntutan jam kerja yang panjang yang tidak dibarengi dengan upah lembur yang memadai.

Karena itu, kata Ellena, para pengusaha di sektor media dan industri kreatif mesti menerapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (K3) No 5 Tahun 2018 yang telah mengakui masalah kesehatan jiwa di tempat kerja. Serta melaksanakan Peraturan Presiden No 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja melalui Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Simak berita lainnya terkait May Day di Tempo.co.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus