Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fenomena crazy rich mengundang perhatian Direktorat Jenderal Pajak.
Ditjen Pajak akan memeriksa kepatuhan pembayaran pajak para crazy rich.
Wajib pajak yang membandel terancam sanksi denda hingga 300 persen.
JAKARTA — Fenomena "crazy rich" atau orang-orang yang mengklaim diri superkaya dan gemar memamerkan harta di media sosial menarik perhatian Direktorat Jenderal Pajak. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan otoritas pajak bakal menyisir dan memastikan golongan masyarakat tersebut telah memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan penghasilan dan kekayaan sebenarnya.
“Pada dasarnya dimulai dengan imbauan sebagai upaya persuasi, memastikan mereka sudah terdaftar sebagai wajib pajak dan/atau penghasilan kena pajak,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Selanjutnya, Ditjen Pajak akan memastikan mereka telah menjalankan kewajiban untuk memotong, memungut, menyetor, atau membayar dan melaporkan kewajiban pajak terutang sesuai dengan ketentuan. Dalam melakukan upaya verifikasi, Ditjen Pajak dibekali akses luas untuk mendapatkan data atau informasi keuangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Yustinus berujar, seluruh informasi harta para wajib pajak yang ada di dalam dan luar negeri bisa dihimpun untuk dicocokkan dengan surat pemberitahuan tahunan pajak. “Kalau cocok, tandanya patuh, ya, sudah selesai. Jika tidak patuh, ada pemeriksaan dan tindak lanjut,” katanya. Dia pun mengingatkan sanksi bagi wajib pajak yang menyembunyikan hartanya berupa denda 100-300 persen nilai pajak terutang.
Fenomena crazy rich diyakini dapat dijadikan jalan bagi Ditjen Pajak untuk melakukan identifikasi dan pemetaan pengawasan wajib pajak, serta membuka jalan ekstensifikasi pajak dari wajib pajak baru. Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis, Fajry Akbar, mengatakan Ditjen Pajak akan lebih cepat mendapatkan data wajib pajak berkat fenomena pamer harta.
“Ditjen Pajak punya berbagai strategi ekstensifikasi guna menjaring data wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, salah satunya melalui data di media sosial. Namun akan divalidasi dan diverifikasi lebih dulu,” ujar Fajry. Selain itu, guna melacak berbagai aset tetap, seperti kendaraan, rumah, dan aliran uang, Ditjen Pajak bisa bekerja sama dengan kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Selanjutnya, otoritas pajak memiliki kewenangan aktif untuk menerbitkan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan jika ditemukan indikasi wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya. "Ihwal jenis pajak apa yang paling utama untuk dikejar tentu pajak penghasilan (PPh). Berikutnya bisa dikembangkan untuk mengawasi proses bisnis milik crazy rich tersebut yang memunculkan potensi obyek pajak lain, seperti pajak pertambahan nilai (PPN)."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA/Hafidz Mubarak A/POOL
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan aksi pamer kekayaan yang dilakukan masyarakat di media sosial memudahkan tugas Ditjen Pajak menggali potensi penerimaan. Berdasarkan pengamatannya, benda yang sering dipamerkan antara lain saldo rekening, hadiah mewah, dan fasilitas hidup mewah. "Pemantauan terhadap orang-orang yang pamer harta ini sebagai upaya menjaga kepercayaan masyarakat, bahwa negara melakukan pemungutan pajak yang adil dan uangnya kembali lagi untuk pembangunan," ucapnya.
Sri Mulyani menambahkan, saat ini Ditjen Pajak telah dapat mengakses data seluruh lembaga keuangan maupun non-keuangan untuk memperoleh informasi rinci mengenai harta wajib pajak. Terlebih, Indonesia telah masuk dan menerapkan sistem pertukaran data serta informasi perpajakan internasional atau automatic exchange of information (AEoI) untuk mendapatkan harta wajib pajak di dalam maupun luar negeri.
"Jadi, yang tidak pamer saja bisa diketahui, apalagi yang pamer," kata Sri Mulyani. Karena itu, dia mengingatkan seluruh masyarakat untuk memenuhi dan mematuhi kewajiban perpajakan, dengan mengungkapkan secara sukarela sesuai dengan kondisi kekayaan sebenarnya.
GHOIDA RAHMAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo