Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Investor masih menanti aturan pajak kripto, sebagaimana yang telah diterapkan di negara-negara lain.
Bappebti sudah mulai mensosialisasi pajak kripto.
Tarif yang diajukan asosiasi lebih rendah dari pungutan PPh final di bursa saham.
JAKARTA – Perkembangan investasi aset digital kripto atau cryptocurrency yang kian pesat memunculkan wacana diperlukannya kejelasan kebijakan perpajakan khusus aset digital tersebut. Pemerintah disebut tengah mengkaji ketentuan untuk memungut pajak atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi cryptocurrency, seperti Bitcoin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cofounder Cryptowatch dan pengelola channel Duit Pintar, Christopher Tahir, menuturkan hingga saat ini investor masih menanti aturan pajak kripto, sebagaimana yang telah diterapkan di negara-negara lain. "Penggiat kripto sedang menunggu-nunggu karena sampai saat ini perpajakannya masih sangat tidak jelas," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Investor belum memiliki pemahaman dan kesamaan persepsi tentang kewajiban pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi kripto, sehingga pemerintah diharapkan dapat segera mengakomodasi kebutuhan tersebut. "Kami ingin lapor dan patuh pajak juga masih bingung lapornya bagaimana. Ini penting untuk segera diselesaikan."
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan, mengungkapkan pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah mulai mensosialisasi pajak kripto. Asosiasi pun telah menyampaikan usul mengenai skema pajak yang akan diterapkan nantinya. "Kami mengajukan skema PPh (pajak penghasilan) final," katanya.
Adapun tarif yang diajukan adalah 0,05 persen, lebih rendah dari pungutan PPh final di bursa saham yang sebesar 0,1 persen. Pasalnya, perdagangan kripto masih terbilang baru sehingga, jika dikenai tarif yang terlalu tinggi, berpotensi membebani investor dalam negeri. "Kami berharap tidak terlalu tinggi sebab dikhawatirkan investor malah berinvestasi di channel yang ilegal," ujar Teguh. Berdasarkan catatan Asosiasi, transaksi kripto di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Sepanjang tahun lalu, rata-rata volume transaksi aset kripto di dalam negeri mencapai Rp 40 triliun per bulan.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berujar pengenaan pajak PPh untuk pendapatan dari transaksi aset kripto seharusnya bukan menjadi hal yang baru. "Karena sifatnya sama dengan pendapatan yang lainnya, yaitu terutang pajak," ucapnya. Namun, menurut dia, pemerintah perlu berhati-hati dalam menentukan formulasi dan skema yang tepat untuk pengenaan pajak atas aset digital tersebut.
"Kami sendiri mendorong agar tidak dikenai PPh final karena selama ini penerimaan negara tidak optimal akibat banyaknya pungutan PPh final," ucapnya. Fajry mengimbuhkan, pendapatan yang diperoleh dari aset kripto selayaknya dikenai tarif perpajakan normal, dalam hal ini adalah tarif pajak progresif merujuk pada Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu sebesar 5-30 persen untuk orang pribadi. "Guna mendorong kepatuhan, sudah selayaknya platform jual-beli aset kripto diwajibkan untuk melaporkan data transaksinya ke Direktorat Jenderal Pajak."
Kepala Bappebti Sidharta Utama sebelumnya mengatakan ketentuan pengenaan pajak atas pendapatan yang diperoleh dari aset kripto akan diterbitkan sejalan dengan rencana pembentukan bursa kripto di Indonesia. "Lebih rincinya masih dikaji dan dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan," katanya.
Hingga saat ini, terdapat 13 pedagang aset kripto yang telah berizin dan berada di bawah pengawasan Bappebti. Jika nanti diterapkan, pungutan pajak atas pendapatan yang diperoleh dari aset kripto, seperti Bitcoin, secara otomatis akan dilakukan platform pedagang aset digital tersebut kepada investor yang bertransaksi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo