Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menanti Status PKPU Waskita

Proses PKPU dianggap cukup ideal bagi Waskita Karya dan para kreditornya. Apa saja opsi penyehatan BUMN karya tersebut?

22 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Majelis hakim menunda pembacaan putusan PKPU Waskita.

  • Proses PKPU dianggap akan memberikan keuntungan bagi Waskita dan para kreditornya.

  • Selain PKPU, penggabungan Waskita dengan BUMN lain bisa menjadi opsi penyehatan.

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta menunda pembacaan putusan dalam sidang permohonan penundaan kewajiban pembayaran terhadap PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Sedianya, permohonan tersebut akan dibacakan putusannya oleh majelis hakim dalam persidangan di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. “Karena (majelis) belum bermusyawarah sehingga masih butuh waktu lagi untuk bermusyawarah,” ujar pengacara pemohon, Tarsisius Agusto Naur, kepada awak media di lokasi persidangan, kemarin. Rencananya, pembacaan putusan akan dilakukan pada Kamis mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permohonan PKPU diajukan oleh salah satu pemegang Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 Seri B, Donny Hartarto Lasmana. Ia memiliki surat utang perusahaan dengan nilai pokok Rp 5 miliar. Agusto mengatakan kliennya memohonkan PKPU atas Waskita setelah tidak ada kejelasan mengenai pembayaran utang dari perseroan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan catatan Tempo, pembayaran bunga dan pokok Obligasi Berkelanjutan III Tahap II 2018 Seri B semestinya dilakukan pada 23 Februari 2023, tapi ditunda menjadi 16 Juni 2023 setelah ada persetujuan dari pemilik obligasi. Dalam perjalanannya, Waskita kembali mengusulkan penundaan pembayaran bunga dan pokok tersebut ke 16 September 2023.

Usul tersebut ditolak dalam rapat umum pemegang obligasi (RUPO) pada 14 Juni lalu. Akibatnya, pada tanggal yang telah ditetapkan, perseroan kembali tidak dapat membayar kewajibannya tersebut lantaran sedang dalam masa penundaan segala pembayaran utang dalam rangka melakukan reviu terhadap master restructuring agreement sejak 7 Februari.

Atas persoalan itulah Donny mengajukan permohonan PKPU terhadap Waskita. “Karena Juni pun tidak ada pembayaran. Lalu diperpanjang sepihak dan enggak ada kejelasan,” ujar Agusto. Terlebih, ia mengatakan, kliennya melihat persoalan yang tengah membelit perseroan, dari beratnya keuangan akibat tumpukan utang hingga adanya dugaan manipulasi laporan keuangan. 

Menurut Agusto, PKPU adalah satu-satunya jalan yang bisa membuka semua permasalahan antara Waskita dan para kreditornya itu. Musababnya, proses-proses yang telah dilakukan selama ini, dari RUPO hingga penjadwalan ulang pembayaran utang, nyatanya tidak ada kemajuan. “Bahkan kalau kami bertanya pada kedudukan wali amanat, yang seharusnya sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan, melakukan riset, kunjungan, memberikan laporan keadaan, dan segala macam, hal itu tidak terlaksana. Secara kedudukan, wali amanat itu kan dibayar emiten,” ujar dia.

Sementara itu, dengan PKPU, menurut Agusto, kreditor merasa lebih yakin soal adanya keterbukaan lantaran mereka bisa mengajukan pengurus. Di samping itu, ada hakim pengawas dan hakim pemutus. Untuk itu, ia pun berharap permohonan PKPU itu disetujui oleh pengadilan. 

Kuasa hukum penggugat PKPU PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Tarsisius Agusto Naur, memberikan keterangan setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 21 Agustus 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari

PKPU Akan Berikan Kepastian

Praktisi hukum kepailitan dan restrukturisasi utang dari Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen, mengatakan PKPU merupakan langkah yang menguntungkan kedua pihak lantaran akan memberikan kesempatan bagi Waskita untuk menyusun jadwal pembayaran kepada kreditor sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Adapun selama proses pembahasan proposal perdamaian, debitor masih bisa menjalankan usahanya. 

“Adanya usulan jadwal pembayaran dari debitor memberikan kepastian untuk para kreditor,” ujar Hendra. Tanpa PKPU, kreditor tidak mendapatkan kepastian kapan utang-utangnya akan dibayar. Di samping itu, kalaupun kreditor menang di gugatan perdata atau arbitrase tapi tidak ada aset yang bisa dieksekusi, kemenangan hanya terjadi di atas kertas.

“PKPU lebih memberikan kepastian bagi kreditor untuk mendapat pembayaran.” Apabila nantinya majelis hakim mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan salah satu pemegang obligasi tersebut, seluruh kreditor Waskita akan diundang untuk mendaftarkan tagihan mereka kepada pengurus dan ikut membahas proposal perdamaian dari debitor. 

Hendra mengimbuhkan, PKPU akan memaksa debitor mempersiapkan proposal perdamaian secara serius dan harus mendengar masukan dari kreditor. Apabila nanti proposal perdamaian dari debitor ditolak kreditor, secara hukum Waskita dinyatakan pailit. Apabila itu terjadi, kurator akan menjual aset debitor dan hasilnya akan digunakan untuk membayar berbagai tagihan dari kreditor.

“Kalau itu terjadi, Waskita sebagai perusahaan terbuka juga harus menjelaskan kepada otoritas bursa apabila mereka diputus PKPU sehingga akan berdampak pada harga saham,” kata dia. Meski demikian, pemohon pun harus membuktikan permohonan ini memiliki dua kreditor yang salah satunya memiliki tagihan jatuh tempo dan dapat ditagih. Tagihannya pun harus bersifat sederhana dan keberadaannya mudah dibuktikan. 

Kendati demikian, menurut Hendra, pemerintah tak boleh lepas tangan dalam penyelesaian morat-marit keuangan Waskita. Pasalnya, masalah yang membelit Waskita saat ini disebabkan oleh beratnya beban penugasan untuk membangun berbagai infrastruktur. Salah satu proyek yang kini ditanggung perusahaan adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Aneka Opsi Menyehatkan Waskita  

Tempo berupaya meminta konfirmasi mengenai perkara ini kepada Sekretaris Perusahaan Waskita Karya, Ermy Puspa Yunita. Namun, hingga laporan ini ditulis, jawaban yang dijanjikan perseroan tidak juga diberikan. Adapun dalam siaran pers pada 16 Agustus lalu, perseroan mengumumkan penundaan pembayaran bunga Obligasi Berkelanjutan III Tahap IV Tahun 2019 Seri B ke-15, ke-16, dan ke-17. Alasan penundaan ini masih berkaitan dengan proses reviu master restructuring agreement.

Dalam siaran pers tersebut, Ermy mengatakan perseroan tetap berusaha memastikan penyelesaian proyek-proyek yang berjalan tidak terganggu secara signifikan walaupun pembayaran obligasi tertunda. Perseroan tetap akan berfokus menjalankan seluruh program dan strategi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Adapun Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan PKPU menjadi salah satu opsi untuk menyelesaikan masalah keuangan yang membelit Waskita. “Kami lagi duduk dengan Menteri Keuangan (membicarakan) prosesnya seperti apa. Kalau kemarin, salah satu opsinya dengan PKPU atau restrukturisasi total. Ini yang kami dorong,” kata dia, 7 Agustus lalu. Ia mengatakan kementeriannya bersama para pemangku kepentingan bakal terus mendukung perusahaan-perusahaan pelat merah membenahi kinerja keuangannya. 

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, mengatakan ada banyak opsi untuk menyehatkan Waskita, dari restrukturisasi utang, merger dengan BUMN yang lebih besar agar liabilitasnya bisa ditangani, menjual aset yang potensial mendatangkan dana segar dengan cepat, mendapatkan lebih banyak proyek yang pembiayaannya murni dari pemerintah bukan penugasan, hingga suntikan penyertaan modal negara. 

“Opsi tersebut sangat bergantung pada pengambil keputusan, Kementerian BUMN. Apalagi kan ada rencana menjadikan Waskita sebagai anak usaha Hutama Kaya agar liabilitasnya membaik,” kata Ronny. Tapi, kata dia, langkah ini hanyalah upaya agar Waskita tidak langsung mendapatkan guyuran PMN untuk membereskan utangnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, sepakat langkah akuisisi BUMN dengan skema holding bisa menjadi cara penyehatan Waskita jika opsi PKPU ditolak pengadilan. Namun, ia mengatakan, langkah itu harus dilakukan dengan hati-hati karena bisa membuat perusahaan yang sehat malah ikut sakit.

Opsi lainnya adalah melakukan penawaran terbatas saham ke investor potensial. Namun implikasinya adalah beberapa proyek yang sudah selesai bisa beralih kepemilikan ke pemegang baru. Negosiasi pun acapkali rumit karena investor kerap meminta posisi saham pengendali. Padahal mayoritas saham BUMN harus dikuasai pemerintah. “Jadi, sejauh ini PKPU adalah opsi win-win,” kata Bhima.

CAESAR AKBAR | AMELIA RAHIMA | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus