Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menanti Tol Laut Beraksi

Perdagangan internasional dirancang hanya melalui dua pintu masuk pelabuhan barat dan timur Indonesia. Bisa menekan ongkos logistik.

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Crane tak berhenti bergerak mengangkut satu demi satu peti kemas dalam kapal yang berlabuh di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu pekan lalu. Truk kontainer hilir-mudik memadati area pelabuhan. Semakin malam, kegiatan bandar kapal tersibuk di Indonesia itu semakin ramai.

Pada akhir pekan, pemandangan di pelabuhan akan semakin padat. Meskipun perekonomian Indonesia saat ini diprediksi hanya bertumbuh 5,5 persen, hal itu tak membuat arus ekspor-impor barang dan domestik menjadi sepi di Tanjung Priok. "Pelabuh­an bisa macet total jika sudah memasuki Kamis sampai Sabtu," kata Abdul Azis, salah seorang petugas keamanan pelabuhan.

Sesaknya Tanjung Priok sudah dirasakan sejak Juli tahun lalu. Situasi semrawut ketika itu terjadi saat menjelang puasa karena volume impor yang meningkat. Waktu tunggu sejak kontainer diturunkan dari kapal sampai ke luar pelabuhan (dwelling time) tertunda hingga sembilan hari, bahkan bisa mencapai dua pekan. Keadaan itu membuat para pengusaha menjerit karena ongkos logistik menjadi mahal.

Usul agar beban Tanjung Priok dibagi ke pelabuhan lain menguat. Selain untuk melancarkan arus barang, cara itu dianggap bisa membuat ekonomi tak hanya berdenyut di Jawa, tapi juga di wilayah paling barat dan timur Indonesia.

Buruknya kondisi pelabuhan laut, menurut Deputi Infrastruktur Tim Transisi Akbar Faizal, lantaran selama ini pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono terlalu berfokus pada pembangunan transportasi darat. "Padahal luas wilayah Indonesia sebagian besar lautan. Karakter maritim dilupakan," kata Akbar. Menurut dia, harus dilakukan revitalisasi pelabuhan utama atas dasar pembagian wilayah untuk pemerataan ekonomi.

Blusukan yang dilakukan presiden terpilih Joko Widodo pada Selasa pekan lalu seolah-olah ingin memperlihatkan keseriusannya membenahi infrastruktur maritim Indonesia. Menggunakan speedboat dengan kawalan pasukan pengamanan presiden, Jokowi melihat langsung perkembangan pembangunan "New Priok" yang direncanakan bisa menampung kapasitas hingga 9 juta TEUs per tahun pada 2018 itu. "Infrastruktur maritim harus diperbaiki," kata Jokowi. Dia optimistis pembangunan tol laut, yang membutuhkan dana Rp 60 triliun, bisa dikerjakan dalam waktu lima tahun.

Langkah awal yang akan dilakukan Jokowi adalah membenahi sistem pengurusan dokumen di pelabuhan. Target pertamanya, menekan dwelling time yang saat ini mencapai tujuh hari menjadi hanya empat hari dengan memangkas perizinan di pelabuhan menggunakan teknologi informasi. Selain itu, koordinasi antar-instansi yang ada di pelabuhan, seperti Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, serta PT Pelabuh­an Indonesia (Pelindo), akan dibenahi.

Akbar mengatakan revitalisasi pelabuhan secara bertahap akan dimulai pada awal 2015, di antaranya mengembangkan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara dan Pelabuhan Bitung di Manado sebagai hub internasional. Nantinya perdagangan internasional hanya akan masuk di dua pelabuhan itu, yaitu arus barang dari Asia Timur masuk melalui Bitung dan dari Eropa Barat melalui Kuala Tanjung. "Jalur ekspor-impor tidak di Tanjung Priok lagi," katanya.

Akbar mengakui strategi itu cukup ekstrem. Tapi, kata dia, hal itu harus dilakukan karena terjadi ketimpangan arus barang antara barat dan timur yang menyebabkan beban logistik melangit, yakni mencapai 27 persen terhadap produk domestik bruto.

Akbar mencontohkan, satu kapal bisa mengangkut muatan penuh saat menuju timur. Tapi, ketika kembali ke Pelabuhan Priok, muatannya kosong karena tak ada barang yang diangkut. "Biaya itu dibebankan kepada konsumen. Jadi jangan heran kalau harga semen di Papua mencapai Rp 1 juta," katanya. Maka biaya logistik bisa ditekan sampai di bawah 20 persen.

Untuk menunjang kelancaran arus barang dan distribusi secara merata ke pulau-pulau, sedikitnya di 15 pelabuhan pendukung (feeder port), sesuai dengan wilayah, akan ditingkatkan. Pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain Belawan, Banjarmasin, dan Pangkalpinang untuk wilayah barat; Semarang, Makassar, dan Banjarmasin untuk wilayah tengah; serta Sorong dan Merauke untuk wilayah timur.

Peningkatan kapasitas pelabuhan pendukung itu diperkirakan memakan biaya Rp 4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, akan dilakukan pengembangan kapal dan menghidupkan kembali industri galangan kapal. "Kami akan membuat 100 kapal perintis," ujar Akbar lagi.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino tak setuju pintu masuk perdagangan internasional hanya ada di Kuala Tanjung dan Bitung. Menurut dia, kedua pelabuhan itu tidak siap secara volume sehingga para pengusaha tak akan tertarik melintas ke sana. "Tidak bisa dipaksakan arus masuk internasional hanya ke Kuala Tanjung atau Bitung. Sekarang ini Tanjung Priok yang siap," katanya.

Sebelum adanya konsep tol laut, Pelindo sudah mempersiapkan Pendulum Nusantara, yang sudah dikaji lembaga konsultan internasional dan siap diimplementasikan. Dia mengatakan Pendulum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tol laut, yaitu ingin membangun jaringan antarkoneksi melalui maritim. Namun Pendulum Nusantara memilih Sorong untuk menjadi pelabuhan hub di wilayah timur.

Menurut Lino, arus perdagangan melalui Tanjung Priok yang sudah berskala besar bisa mengundang kapal-kapal besar untuk langsung menuju ke sana, tanpa harus transit di Singapura atau Malaysia. Jika jalur perdagangan dipaksakan hanya karena ingin ada pemerataan ekonomi, akan membuat ongkos logistik menjadi lebih mahal. "Pendulum nantinya lebih fleksibel, kalau kapal ingin masuk ke Kuala Tanjung atau Sorong silakan. Jadi nanti bersaing, misalnya, antara Sorong dan Priok," ujar Lino.

Berbeda dengan Lino, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan, Edy Putra Irawady, mengatakan konsep yang diusung Jokowi sejalan dengan cetak biru sistem logistik nasional berbasis maritim. Pelabuhan Bitung dan Kuala Tanjung, menurut dia, memang merupakan dua pelabuhan yang cocok untuk dijadikan hub internasional. "Bitung untuk jalur perdagangan dari Trans Pasifik dan Kuala Tanjung dari Trans Atlantik. Sedangkan Priok akan dijadikan domestik hub untuk menghubungkan ke pulau-pulau di Indonesia," katanya.

Edy mengakui ketimpangan tarif antar-wilayah di Indonesia disebabkan oleh perputaran logistik yang hanya berkutat di wilayah barat Indonesia. Menurut dia, tarif angkut per kontainer di Jakarta saat ini hanya Rp 600 ribu. Sedangkan tarif di Indonesia bagian timur bisa mencapai Rp 2,5 juta per kontainer.

Menurut dia, jika dua pelabuhan hub internasional itu sudah rampung, tarif nantinya akan dibuat dengan cara dipatok, sehingga sama antara wilayah timur dan barat. Selain itu, ongkos logistik bisa turun sampai di bawah 20 persen. "Nantinya kita bisa bersaing dengan Singapura dan Malaysia," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia M. Akbar Johan menilai konsep tol laut yang ditawarkan Joko Widodo sangat feasible. Menurut dia, mengarahkan kapal-kapal yang melayani pengiriman internasional untuk masuk ke wilayah timur Indonesia, seperti Makassar dan Bitung, bisa mengimbangi muatan kapal dari timur ke barat. "Selama ini return cargo tak seimbang dari timur ke barat," ujarnya.

Angga Sukma Wijaya, Nuriman Jayabuana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus