BERMULA dari Pasar Glodok, Jakarta Kota. Dua pekan lalu, pasar elektronik itu geger karena munculnya barang-barang selundupan. Pada waktu hampir bersamaan, di Surabaya juga muncul televisi berwarna merk National dengan ukuran 29 inci. Padahal, TV canggih multisistem ini belum pernah diproduksi di sini. Juga tidak di pabrik perakitan PT National Gobel, yang selama ini memegang lisensi National. Isu penyelundupan pun berkembang hangat. Soalnya, ada BUMN, PT Tjipta Niaga, dlsebut-sebut sebagai importir yang memasukkan TV layar lebar tersebut. Dan karena melalui jaringan pemasaran PT Gobel Dharma Nusantara (GDN), maka beredar pula syak wasangka, bahwa di National Gobel ada oknum yang terlibat. Dengan kata lain, TV selundupan itu masuk ke Indonesia melalui GDN. Nah, 'kan bisa runyam. Tapi Jamien A. Tahir, Wakil Presdir National Gobel, membantah keras isu yang muncul. "Setelah melakukan pemeriksaan, saya menjamin tak ada karyawan, apalagi direksi, seperti yang disebut-sebut banyak orang, terlibat dalam kasus ini." Ia juga mengaku, kasus ini sudah ditangani Kejaksaan Agung. "Kalau benar itu TV selundupan, saya senang, sebab itu berarti pemerintah juga turut mengamankan pasar elektronik," ujarnya. Awalnya memang bermula dari A Tjeng pemilik toko elektronik Ria Indah di Pasar Glodok. Dialah yang mengirimkan 20 unit TV 29 inci, plus 25 TV ukuran 26 inci ke Surabaya. Karena A Tjeng adalah seorang agen National Gobel, maka sebelum didrop ke toko-toko, barang-barang itu dititipkannya di gudang GDN. Entah siapa yang bacar mulut -- maka beredar isu bahwa jaringan pasar GDN melakukan penyelundupan. Berdasarkan peraturan, jelas, untuk barang-barang yang telah diproduksi di dalam negeri, tak lagi boleh impor. Apalagi dalam bentuk build-up. Tapi sudah jadi rahasia umum, hampir di setiap toko elektronik besar di Jakarta. Pasti ada barang gelap. Radio mobil, contohnya. Produk ini sudah lama dibuat National Gobel. "Tapi kami tidak menjual ke pasar bebas," ujar Jamien. Maksudnya, radio mobil produksi Gobel dijual berdasarkan pesanan dari perusahaan perakitan mobil. Tapi coba Anda iseng-iseng ke pasar, pasti akan menemukan banyak toko yang menjual radio mobil. Contoh lain adalah video merk Sony. Untuk jenis C7, misalnya, dikabarkan sudah tak lagi dirakit di dalam negeri -- karena dianggap sudah out of date. Tapi di beberapa toko masih saja ada, dengan harga sangat miring, Rp350 ribu per unit. Padahal, "kalau masih ada yang resmi, harganya bisa mencapai Rp1 juta. Yang tak kalah mengagetkan adalah munculnya TV warna National 14 inci tiga bulan lalu, yang konon diimpor dalam bentuk jadi. Barang ini juga ditemukan di beberapa toko di Surabaya. "Saya tahu itu. Dan memang sempat mengacaukan harga pasar," kata Jamien. Untunglah, GDN cepat tanggap. Setelah mengeluarkan edaran adanya TV selundupan, jenis 14 inci hasil impor itu pun ilang dari pasar. Lantas siapa yang memasukkan ? A Tjeng mengaku memperolehnya dari sebuah BUMN -- menurut sebuah sumber BUMN ini adalah PT Tjipta Niaga. "Perusahaan itulah yang mengimpor," ujarnya. Dan dia berani memasarkan, "karena memang dokumennya lengkap," ujar G.W. Bawengan, pengacara A Tjeng. Tapi ketika dihubungi TEMPO, direksi Tjipta Niaga mengaku tidak pernah mengimpor komponen elektronik. Tapi dengan atau tanpa dokumen, yang namanya barang selundupan tentu akan merugikan pemegang lisensi. Seperti kata Jamien, setiap TV yang dirakit National Gobel dibebani bea masuk komponen antara 5% dan 15%, ditambah pajak barang mewah 10%. Sehingga produksi dalam negeri bisa lebih mahal 20-40% -- ini jika dibandingkan dengan barang selundupan. Budi Kusumah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini