Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANK Agung Asia (BAA) belum naik kelas, seperti Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia. Juga belum go public, seperti BPD Ja-Teng. Tapi, menjadi bank devisa dan go public adalah dua target utamanya tahun depan. Sementara ini, ia baru melebarkan sayap, persis seperti Bank NISP, dengan meresmikan cabangnya ke- 11 di Tegal, Ja-Teng. Dalam waktu dekat, juga akan dibuka cabang pembantu di Surabaya, setelah itu menyusul cabang Tanah Abang (Jakarta) dan daerah lainnya. Ekspansi bank yang mulai operasi pada 1975 -- merupakan gabungan antara Bank Surakarta dan Bank Dirgahayu -- terjadi 29 November lalu, sesudah Edward S. Soeryadjaya dari Summa Group secara resmi membeli 55% saham bank yang beraset sekitar Rp 200 milyar itu. Rupanya, Edward condong membeli ketimbang membuat bank baru. "Untuk mendirikan sendiri bank baru, itu kurang menguntungkan," tutur Edward. Dan pengalamannya di sektor ini juga lumayan. Putra sulung William Soeryadjaya, pemilik Astra Group itu, tidak asing dengan kegiatan di bidang keuangan. Di pihak lain, BAA mungkin gugup juga menghadapi persaingan yang semakin ketat, sejak Pakto diberlakukan. Wajarlah bila BAA lalu mengajak Summa Group untuk kerja sama. Ajakan itu klop dengan strategi Edward. Summa Group lebih suka membeli saham BAA, yang sudah punya penampilan dan nasabah jelas. Lagi pula, angka-angkanya cukup meyakinkan. Dana para deposan BAA kini telah menggunduk sekitar Rp 145 milyar, sementara dana dari tabungan cuma Rp 7 milyar, dan giro sekitar Rp 18 milyar. Kini, nasabah BAA tentu boleh merasa tenang, karena masuknya pemodal baru yang sangat andal. Modal BAA, yang 14,5 milyar, di akhir Desember ini diperkirakan meningkat menjadi Rp 20 milyar. "Akhir tahun depan dua kali lipatnya, dan yang lebih penting, kami mau go public," ucap Edward. Rencana besar lainnya: meningkatkan status dari bank umum menjadi bank devisa. Menurut Djoni Polii, Presiden Direktur BAA, semua persyaratan menjadi bank devisa itu sudah terpenuhi, termasuk kesehatan banknya. Kantor pusatnya pun akan dipindahkan ke Jakarta, mungkin kelak di Jalan Thamrin atau Jalan Sudirman. Tapi tidak ada pergantian personalia yang mencolok. Djoni Polii tetap sebagai Presdir BAA, hanya didampingi dua orang baru dari Summa Group, yakni: Nurachman Soekasah dan Agus Anwar. Sedangkan di tingkat komisaris, selain Edward sendiri yang bertindak sebagai Preskom, masuk tiga nama baru: Edwin Soeryadjaya, Soebagio Wiroatmojo, dan Mohamad Sulaiman Hidayat. Di samping mereka masih ada tiga komisaris lama yang dipertahankan. Adapun cabang Tegal yang baru diresmikan itu memang diincar BAA. Selain di koran itu hanya ada dua bank -- Bank Swaguna dan Bank Central Asia -- Tegal merupakan pelabuhan ekspor dengan banyak industri kecil di sekitarnya. Prospeknya nampak bagus. "Itu lebih baik ketimbang Pekalongan," ujar Edward. Dan dalam hal ini, peranan BAA sudah tentu berguna bagi pembangunan nasional. Ini dikemukakan oleh Inspektur Jenderal Pembangunan, Soekasah Soemajaya, yang megucapkan kata sambutan pada pembukaan cabang BAA di Tegal itu. Dana masyarakat bisa dikumpulkan lewat tabungan yang dilansir BAA, dan selanjutnya disalurkannya ke sektor-sektor ekonomi yang menunjang usaha pembangunan. Penyedotan dana jelas masih terbuka luas. Dari uang yang beredar September lalu -- sekitar Rp 13,4 trilyun -- 54% ada di tangan bank. Selebihnya, hanya Rp 6,2 trilyun, masih di celengan masyarakat. Namun, Soekasah mengharapkan, dibukanya BAA cabang Tegal akan mendorong perkembangan ekonomi masyarakat di kota itu. Jadi, tak cuma sekadar menyedot dana. Suhardjo Hs., Nanik Ismiani (Ja-Teng)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo