Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengalir dari malang larutan infus

PT Otsuka Indonesia (malang) memproduksi larutan infus dan asam amino. di ekspor ke berbagai negara antara lain Iran dan Irak. (eb)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR bersamaan saatnya Iran dan Irak di bulan Maret mendadak minta dikirimi larutan infus masing-masing 400 ton. PT Otsuka Indonesia di Malang yang melayani permintaan itu tentu tak menduga jika enam bulan kemudian (September 1980) kedua negara tadi bertempur sengit memperebutkan jalan air Shatt-al-Arab. Kendati kini perang tidak sehebat tiga tahun lalu, Iran toh tahun lalu masih perlu mengimpor 1,5 juta botol larutan infus dari perusahaan farmasi itu. Larutan infus memang sangat diperlukan untuk menolong korban perang yang banyak kehilangan darah dan kekurangan cairan tubuh (seperti muntah berak) sebagai pelengkap gizi. Cairan yang dikemas dalam botol plastik itu biasanya berisi larutan elektrolit seperti ringer laktat, garam dapur, atau larutan dasar seperti, dekstrose. Selain memproduksi kedua larutan itu, Otsuka juga menghasilkan asam amino. Produk semacam itu tahun lalu juga diekspor ke Libya dan Bangladesh, masingmasing 1,5 juta botol, Pakistan satu juta botol, Yaman Selatan 200 ribu botol, dan Arab Saudi 100 ribu botol, serta sejumlah konsumen kecil. Total ekspor Otsuka tahun lalu mencapai sekitar tujuh juta botol (US$ 4,2 juta) sedang penjualan lokal 6,5 juta botol (US$ 3,7 juta). Angka penjualan ekspor ini, menurut Koji Nagai, wakil kepala bagian rencana luar negeri Otsuka Seiyaku Co. di Tokyo, diharapkan naik 15% setiap tahun. "Terutama untuk pasar Timur Tengah dan Afrika," katanya pekan lalu kepada wartawan TEMPO Seiichi Okawa di Jepang. Kenaikan setinggi itu juga diharapkan akan terjadi di Indonesia, sekalipun kawasan ini aman. Nagai tidak khawatir jika sebagian pasaran Otsuka sebesar 92% di sini akan diambil oleh PT Dinatari (Surabaya) yang bakal memproduksi larutan infus tiga juta botol setahun. Persaingan memasarkan produk ini ke rumah sakit tentu akan terasa jika benar tahun ini sebuah perusahaan patungan Indonesia-Jerman mulai menghasilkan larutan dasar dekstrose. Dalam tiga tahun terakhir ini, Perum Biofarma, Bandung, juga sudah menghasilkan 10 ribu botol (per 500 cc) ringer laktat. Rumah Sakit Hasan Sadikin dan dinas kesehatan di kota itu banyak menggunakan larutan ini secara cuma-cuma. Ketika wabah muntah berak berjangkit di Majalaya (1976), produk Biofarma ini juga sudah digunakan. "Mutu produksi kami cukup baik, dan tidak menimbulkan efek sampingan, tapi untuk memproduksinya secara massal dan dijual komersial tergantung Departemen Kesehatan," ujar Ny. Suharto, direktur komersial Biofarma. Rumah sakit sendiri, menuruti Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Dr. Midian Sirait, juga banyak membuat pelbagai larutan infus. Dari segi biaya memang murah. "Tapi karena pengelolaannya tidak dilakukan oleh tenaga ahli, risikonya jadi cukup tinggi," ujar Sirait. Pada akhirnya memang, menurut dia, besar kecilnya pemakaian larutan infus banyak "tergantung pada pola pemakaian para dokter." Sayangnya sampai saat ini, "para dokter belum keranjingan infus, tapi baru keranjingan obat," katanya. Perubahan sikap dokter tentu sangat diharapkan oleh pihak Otsuka. Didirikan 1974, Otsuka Indonesia sesungguhnya merupakan perusahaan patungan antara Otsuka Seiyaku 70%, Nomura Boeki 10% (trading house), Indovest 12% (lembaga keuangan non bank), dan Merapi Utama Pharma 8% (distributor), dengan modal disetor US$ 5 juta ketika itu. Kapasitas produksinya kini 50 ribu botol per hari. Usaha patungan serupa itu juga diselenggarakan Otsuka Seiyaku di pelbagai negara -- tapi yang terbesar ada di Malang. Seluruh penjualan tahun lalu mencapai US$ 774 juta. Mengapa di Malang? "Airnya bagus untuk pembuatan larutan infus," ujar Koji Nagai, yang pernah 10 tahun jadi kepala pabrik di kota itu. Dari perut bumi di sana setiap hari perusahaan patungan ini menyedot 800 ton air bersih. Di pabrik itulah air yang sebelumnya sudah disuling tadi kemudian dicampurkan dengan, misalnya, garam dapur atau asam amino untuk dijadikan larutan infus. Otsuka yang sudah sembilan tahun berproduksi itu, hingga kini masih mendatangkan semua bahan kimia itu, juga botolnya, langsung dan Jepang. Baru airnya yang pribumi. Timpangnya penggunaan komponen dari dalam negeri sampai sekarang memang terasa menyolok di Indonesia. Bagi pemerintah yang kini sedang giat menghemat dana, industri perakitan yang memasukkan sebagian besar komponennya dari luar negeri tentu akan menaikkan biaya impor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus