Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pertaruhan Melawan Hantu Inflasi

Yopie Hidayat
Kontributor Tempo

13 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTU bendungan dolar Amerika Serikat kian lebar terbuka. Pemerintah Joe Biden segera memulai gelontoran stimulus bagi seluruh rakyat Amerika dengan nilai fantastis: US$ 1,9 triliun. Maka, semenjak pandemi bermula, suntikan stimulus dari pemerintah Amerika secara keseluruhan akan mencapai US$ 3 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stimulus itu baru dari anggaran pemerintah alias kebijakan fiskal. Dari The Federal Reserve juga ada kebijakan moneter berupa suntikan likuiditas ke pasar. The Fed membeli obligasi pemerintah dan berbagai korporasi yang sejauh ini nilainya sudah sekitar US$ 2,5 triliun. Inilah dampak pandemi pada ekonomi yang paling jelas: banjir dolar yang tak pernah terbayangkan besarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak mengherankan jika topik debat terpanas yang mewarnai pasar hari-hari ini adalah inflasi. Melimpahnya dolar sudah pasti akan menimbulkan inflasi, begitu logikanya. Jika inflasi di Amerika Serikat secara rata-rata melebihi 2 persen—angka patokan The Fed untuk bertindak—bunga akan naik. Pasar finansial, yang selama ini masih bergairah karena rendahnya suku bunga, bisa kolaps.

Karena targetnya berupa angka rata-rata, patokan inflasi itu sepertinya belum akan tercapai dalam tempo dekat. Selama pandemi, inflasi di Amerika memang sungguh rendah, di bawah 1,5 persen. Baru pada Februari lalu inflasi mulai menanjak menjadi 1,7 persen. Para analis pun berdebat: apakah tren inflasi tinggi akan bertahan pada bulan-bulan berikutnya sehingga target rata-rata The Fed tercapai lebih cepat dan bunga harus naik? Jawaban pertanyaan ini sangat menentukan nasib pasar di seluruh dunia.

Baik Ketua The Fed Jay Powell maupun Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen sama-sama yakin inflasi tidak akan bertahan tinggi dalam waktu cukup lama. Sebaliknya, banyak ekonom, termasuk mantan Menteri Keuangan Amerika, Lawrence Summers, khawatir inflasi pasti muncul karena banjir dolar. Stabilitas ekonomi global bisa guncang.

Terombang-ambing di antara dua pandangan ini, pasar obligasi sudah terguncang akhir bulan lalu. Setelah mereda sejenak, pasar obligasi bergejolak lagi pada 12 Maret, akhir pekan lalu. Imbal hasil obligasi pemerintah Amerika berjangka 10 tahun melonjak melampaui 1,6 persen, tertinggi dalam 13 bulan terakhir. Jika imbal hasil naik, artinya harga obligasi jatuh. Investor obligasi memang paling terpukul jika inflasi tinggi. Nilai riil penerimaan investor dari kupon obligasi bakal tergerus akibatnya.

Dan ketika inflasi di Amerika baru menggeliat, harga berbagai komoditas secara global sebetulnya sudah melonjak-lonjak. Harga tembaga, besi, dan nikel terus merambat naik setahun terakhir. Harga tembaga yang cuma sekitar US$ 4.600 per ton pada Maret tahun lalu, misalnya, kini sudah hampir dua kali lipat, sekitar US$ 9.000 per ton.

Kelangkaan semikonduktor juga memicu kenaikan harga sangat tajam. Harga cip komputer 4 GB DRAM, yang merupakan patokan pasar, pekan lalu mencapai US$ 2,69 per keping, naik 75 persen dibanding pada Oktober 2020 yang hanya US$ 1,54 per keping. Komoditas pangan pun tak mau tertinggal. Harga kedelai melonjak hampir dua kali lipat sejak April tahun lalu hingga awal Maret ini.

Kelangkaan peti kemas juga memicu pelonjakan biaya kargo. Per awal Maret ini, ongkos kirim kontainer berukuran 40 kaki rute Shanghai-Rotterdam, yang juga merupakan rujukan pasar, sudah naik 272 persen jika dibandingkan dengan tarif Oktober tahun lalu.

Yang terakhir, tapi tak kalah mencemaskan, harga minyak bumi juga ikut terbang. Harga Brent—patokan terpenting di pasar—kini hampir menyentuh US$ 70 per barel. Awal November tahun lalu, harganya masih US$ 37,5 per barel. Lonjakan harga sebesar 87 persen ini terjadi hanya dalam tempo tiga bulan.

Kenaikan berbagai harga di pasar global ini pada gilirannya pasti akan merasuki ekonomi semua negara di dunia, termasuk Amerika Serikat. Ini keniscayaan. Namun investor masih terbelit sikap mendua. Apakah hantu inflasi akan segera menerkam dan bertahan lama sehingga memaksa The Fed menaikkan bunga? Atau apakah Jay Powell dan Janet Yellen benar bahwa cekikan hantu inflasi bakal sebentar saja? Inilah pertaruhan bernilai triliunan dolar. Dan seluruh dunia ikut terlibat di dalamnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus