Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Badai Startup Belum Berlalu

Seretnya pendanaan di startup teknologi diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini. Pemodal makin selektif mengucurkan duit.

2 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Badai tech winter diperkirakan berlanjut pada 2024.

  • Suku bunga The Fed menjadi penentu arah pembiayaan tahun ini.

  • Startup dituntut mengubah model bisnis agar dilirik investor.

JAKARTA – Badai tekanan pembiayaan di startup teknologi diperkirakan belum berakhir pada tahun ini. Musababnya, ekonomi dunia masih dibayangi kabut ketidakpastian akibat berbagai faktor, dari geopolitik hingga masalah suku bunga yang masih tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi pada 2024 mungkin masih berlanjut tech winter-nya meski sudah mulai ada peningkatan investasi sejak triwulan III 2023," ujar Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan bertajuk "Indonesia Venture Capital Report 2023" yang dirilis AC Ventures dan Bain & Company pada November tahun lalu menunjukkan pendanaan modal ventura terus meningkat secara volume transaksi hingga 2019. Namun, pada 2019, nilai pendanaan yang digelontorkan modal ventura untuk bisnis-bisnis di Indonesia cenderung turun ketimbang pada tahun sebelumnya. 

Volume pendanaan tersebut berkurang setelah pandemi melanda pada 2020. Jumlah transaksi pendanaan, yang pada 2019 sekitar 231 pendanaan, turun menjadi 224 pada masa awal pagebluk. Namun kepercayaan investor cukup cepat pulih. Setahun setelahnya, jumlah transaksi dan nilai pendanaan yang digelontorkan modal ventura naik cukup signifikan, yang terutama didorong kenaikan adopsi digital pada masa pandemi.

Suasana kantor startup di kawasan Sudirman, Jakarta, 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Pada 2022, tren pendanaan startup oleh modal ventura kembali turun dari sisi nilai, kendati secara volume masih meningkat dari 266 transaksi pada 2021 menjadi 344 transaksi. Nilai total pendanaan itu turun lantaran modal ventura mulai menurunkan rata-rata valuasi pendanaan yang dikucurkan dalam setiap transaksi.

Pada 2023, pendanaan yang dikucurkan modal ventura semakin ketat. Laporan e-Conomy SEA 2023 Report yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan pendanaan swasta turun 87 persen pada semester I 2023 dibanding pendanaan periode yang sama pada 2022. "Pada semester I 2023, memang pendanaan turun drastis, tapi mulai naik di dua kuartal terakhir meski masih di bawah periode yang sama pada 2022," kata Eddi.

Dia mengatakan faktor pemicu musim dingin perusahaan teknologi adalah gejolak ekonomi makro dunia, pecahnya perang di berbagai negara, kenaikan harga berbagai komoditas, serta tingginya suku bunga global. Faktor-faktor itu mendorong kenaikan pada biaya modal (capital cost) dan biaya akibat hilangnya kesempatan (opportunity cost). Dalam kondisi seperti ini, para pemodal asing memilih menaruh uang di bank atau pada surat utang negara lantaran imbal hasilnya cukup tinggi.

Akibatnya, para pemodal akan berpikir dua kali untuk menginvestasikan duitnya di usaha rintisan atau aset yang risikonya tinggi. Investor pun memasang posisi menunggu sambil melihat perkembangan perekonomian. Kalaupun ada pendanaan yang terjadi, kata Eddi, kebanyakan untuk startup tahap awal dibanding tahap lain. Ia mengatakan investasi pada startup tahap awal lebih mungkin dilakukan lantaran nilai investasi dan risikonya relatif lebih kecil. "Karena early stage, potensi return-nya juga lebih tinggi karena masih relatif murah, perjalanannya masih panjang dari startup."

Musim dingin pendanaan startup teknologi diperkirakan belum berlalu pada tahun ini. Investasi untuk perusahaan rintisan teknologi justru diperkirakan melambat karena disulut berbagai faktor, seperti suku bunga yang tinggi, kenaikan harga, dan kondisi geopolitik dunia, yang memperburuk prospek keuangan global. Berikut ini data investasi modal ventura dari tahun ke tahun.

Musim Dingin Startup Diperkirakan Berlanjut

Pada 2024, Eddi Danusaputro melihat musim dingin pendanaan startup terjadi lantaran suku bunga dunia masih tinggi. Tahun politik juga membuat investor masih menunggu untuk menggelontorkan duitnya. Investor yang wait and see itu kebanyakan investor asing. Sedangkan investor lokal cenderung masih aktif, khususnya perusahaan-perusahaan pelat merah yang mendapat mandat untuk berinvestasi di startup lokal.

Meski demikian, ada pergeseran preferensi dari pemodal untuk menggelontorkan duitnya pada startup. Menurut Eddi, saat ini para investor dan modal ventura cenderung selektif dalam berinvestasi. Mereka tidak lagi hanya melihat kenaikan valuasi perusahaan, tapi juga profitabilitas dan keberlanjutan usaha. "Ini akan memulai evolusi dari industri kita, dari yang dulunya bertitik berat pada valuasi yang mencari return, sekarang ada unsur sustainability sehingga dia harus bisa profitable."

Sependapat dengan Eddi, peneliti senior Center of Reform on Economics, Etikah Karyani, memperkirakan pendanaan startup melambat pada 2024 karena buruknya prospek keuangan global akibat tingginya suku bunga dunia, kenaikan harga, dan kondisi geopolitik dunia. Dengan kondisi itu, investor juga akan sangat selektif dalam melakukan pendanaan.

Namun ia memperkirakan pendanaan startup teknologi di Asia Tenggara masih berkembang positif. "Hanya, tantangan yang dihadapi pada tahun ini adalah persaingan yang ketat sehingga inovasi dan teknologi harus disesuaikan. Selain itu, adanya perubahan perilaku konsumen dan regulasi yang berubah," kata Etikah.

Ilustrasi pekerja di kantor startup Jakarta, 2021. Tempo/Tony Hartawan

Karena tantangan tersebut, Etikah melihat hanya perusahaan rintisan yang mampu beradaptasi membaca perubahan pasar dengan cepat dan lincah dalam mengubah strategi yang diperkirakan masih dapat bertahan dan menarik bagi investor. Di samping itu, ada kemungkinan startup digital yang dibidik adalah yang berada di tingkat pengembangan, memiliki nilai dan solusi yang relevan dengan perkembangan teknologi, serta punya model bisnis berkelanjutan.

Beberapa sektor usaha yang masih cukup prospektif bagi pemodal, menurut dia, di antaranya teknologi finansial karena didorong oleh konsumen yang semakin melek digital. Selain itu, sektor bisnis tanpa stok seperti reseller diperkirakan masih prospektif.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies Nailul Huda mengimbuhkan, kelarnya musim dingin perusahaan teknologi akan sangat bergantung pada kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed. Jika The Fed akhirnya menurunkan suku bunganya, ia memperkirakan tech winter bisa segera berlalu dan angin segar akan kembali menerpa ekosistem digital di Indonesia. Namun, jika The Fed kembali mengerek suku bunga, tekanan di sektor digital akan berlanjut.

"Saya melihat The Fed masih akan menahan atau menurunkan tapi dengan level terbatas. Maka saya berharap ada investor lokal yang berinvestasi ke ekosistem digital dalam negeri," kata Huda. Suku bunga The Fed menjadi acuan utama lantaran setidaknya 80 persen dana yang masuk ke startup Indonesia berasal dari investor asing. Selain berharap pada pendanaan, ia memperkirakan, aksi korporasi, seperti merger dan akuisisi, bisa menjadi pilihan strategi perusahaan digital di tengah seretnya pendanaan.

CAESAR AKBAR | AMELIA RAHIMA | KHORY ALFARIZI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus