Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan usaha milik negara (BUMN) bidang konstruksi berusaha memangkas beban keuangan lewat divestasi atau penjualan ruas jalan tol yang sudah beroperasi. PT Hutama Karya (Persero) termasuk BUMN yang kini sibuk melego tiga ruas jalan tol agar beban keuangan yang timbul dari setiap proyek bisa berkurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Tjahjo Purnomo, mengatakan tingkat keekonomian di setiap jalur bebas hambatan menentukan minat calon investor. “Yang masuk daftar divestasi harus proyek layak bisnis, misalnya yang punya kinerja lalu lintas harian rata-rata bagus,” ucapnya kepada Tempo, kemarin, 30 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hutama Karya sedang bersiap melepas tiga ruas jalan tol, yakni jalan tol Bakauheni-Terbanggi Besar, jalan tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung, serta jalan tol Medan-Binjai, demi meraup dana segar hingga Rp 34 triliun. Perseroan sudah mengikat perjanjian pendahuluan (head of agreement/HoA) dengan Lembaga Pengelola Investasi (Indonesia Investment Authority/INA) yang berminat mengambil tiga proyek jalan sepanjang hampir 350 kilometer tersebut.
Perusahaan penampung modal bentukan pemerintah itu sudah mengajukan surat pernyataan ketertarikan pada 23 Maret lalu. Setelah penjajakan, HoA akhirnya diteken pada 14 April 2022. Tjahjo memastikan perusahaan akan berfokus mengurus pelepasan tiga aset ini. “Masih dalam tahap due diligence yang ditargetkan akan rampung pada tahun ini,” tuturnya.
Direktur Utama Hutama Karya, Budi Harto, menyatakan proyek yang sudah memiliki potensi pengembalian investasi atau internal rate return (IRR) cukup baik bisa menjadi sumber dana untuk proyek berikutnya. Skema yang dia sebut recycling aset itu bisa mengurangi beban akibat pinjaman yang diterima Hutama Karya ketika masa pembangunan. "Ruas yang sudah beroperasi tiga tahun umumnya menunjukkan peningkatan trafik yang tinggi," kata dia, Rabu lalu.
Jalan tol Medan-Binjai di Sumatera Utara. hutamakarya.com
Merujuk pada keterangan resmi di laman web perseroan, Hutama Karya membukukan pendapatan hingga Rp 8,13 triliun pada paruh pertama 2022. Angka ini naik 1,9 persen dari periode serupa pada 2021. Saat ekuitas perusahaan tumbuh sebesar 76,99 persen secara tahunan pada semester pertama 2022, liabilitas atau utang perusahaan turun 7,67 persen.
Kini, manajemen berniat menjual jalan tol yang dianggap memiliki potensi ekonomi dari pembangunan atau economic internal rate of return (EIRR) memuaskan. Level EIRR jalan tol Medan-Binjai menjadi yang tertinggi. Dengan biaya pembangunan sebesar Rp 3,29 triliun, EIRR jalur sepanjang 17 kilometer itu menembus 65,5 persen. Pada tahun lalu, pemerintah mematok tarif sebesar Rp 981 per kilometer untuk pengguna jalan tol tersebut. Tarif untuk kendaraan pribadi itu diusulkan naik menjadi Rp 1.531 per kilometer pada tahun ini.
Jalan tol Terbanggi Besar-Kayu Agung sepanjang 189 kilometer pun dianggap mumpuni dengan IERR 24 persen. Proyek senilai Rp 16,12 triliun itu dianggap sebagai jalur pintas yang bisa mengefisienkan waktu tempuh kendaraan barang hingga dua jam.
Sekretaris Perusahaan PT Waskita Toll Road (WTR), Alex Siwu, mengatakan induk perusahaannya—PT Waskita Karya (Persero) Tbk—sudah menyepakati pencairan dana dan kerja sama investasi dua ruas jalan tol dengan INA. Waskita melego kepemilikan di jalan tol Kanci-Pejagan yang ditangani PT Semesta Marga Raya serta jalan tol Pejagan-Pemalang yang dipegang PT Pejagan Pemalang Toll Road. “Nilai transaksinya sebesar Rp 5,8 triliun. Tidak terdapat dekonsolidasi utang atas transaksi ini.”
Alex memastikan jalur jalan tol lainnya akan segera dirampungkan agar dapat menarik minat calon investor. “Sejak 2019 hingga saat ini, perseroan sudah melakukan aksi korporasi asset recycling atas sembilan ruas tol,” tutur Alex. Perusahaan masih akan menerapkan rencana serupa di beberapa proyek, baik di jalur jalan tol Trans Jawa maupun di Jakarta dan sekitarnya.
Bisnis Waskita Tertekan Pandemi
Dalam rapat di Komisi Keuangan DPR pada 12 September lalu, Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, mengakui bisnis perusahaannya tertekan akibat perlambatan ekonomi selama masa pandemi Covid-19. Bunga operasional jalan tol menjadi salah satu pendongkrak beban keuangan perusahaan. “Beban keuangan naik dari Rp 1,9 triliun pada 2017 menjadi Rp 4,8 triliun pada 2021,” tuturnya.
Pertanyaan Tempo ihwal rencana divestasi jalan tol belum disahut PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Namun satu dari dua proyek yang dijual perseroan berkode WIKA, pada Juni lalu, adalah jalan tol Kunciran-Cengkareng. Wijaya Karya menjual 3,46 juta lembar saham—seluruh porsi kepemilikan WIKA dalam proyek tersebut kepada PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, menyebutkan penjualan jalan tol tak terhindarkan di kalangan BUMN konstruksi yang beban utangnya besar. Dari sejumlah pemeriksaan, kata dia, BPK menilai pembiayaan jalan tol seharusnya juga dibebankan kepada swasta. “Tidak harus melalui BUMN, karena membutuhkan dana besar dan jangka waktu pengembalian yang sangat lama,” kata dia kepada Tempo.
Harus Sesuai Nilai Buku
Dia berharap hasil penjualan jalan tol sesuai dengan nilai buku setiap proyek. Nilai buku, kata Achsanul, adalah hitungan jumlah investasi ditambah bunga utang. “Penjualan atas jalan tol tersebut minimal seharga nilai buku ditambah margin dan provisi. Kalau nilainya di bawah nilai buku, akan menyebabkan kerugian perseroan dan negara.”
Kepala Center of Macroeconomic and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufikurahman, mengatakan pandemi membuat lima ruas jalan tol Waskita Karya gagal dibeli oleh investor pada 2020. Saat itu, beban bunga kredit perseroan melonjak hingga Rp 4 triliun dan membuat utang Waskita menembus Rp 90 triliun pada 2021.
Walau begitu, dia optimistis minat investor akan membaik pada tahun depan. Pasalnya, mobilitas masyarakat sudah semakin normal, termasuk pergerakan kendaraan di jalan tol. “Divestasi jalan tol pada tahun depan akan lebih prospektif.”
NOVA YUSTIKA | MUHAMMAD IDHAM | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo