Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bulog gagal memenuhi penugasan 500 ribu ton beras dari kuota penugasan 1,5 juta ton.
Realisasi impor beras dari kuota penugasan sebanyak 2 juta ton pun belum semuanya rampung.
Pasar masih membutuhkan gelontoran beras untuk menstabilkan harga yang masih di atas HET.
JAKARTA – Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) dipastikan tak merealisasi impor beras sebanyak 500 ribu ton dari kuota impor tambahan 1,5 juta ton pada tahun ini. Kondisi ini mengancam cadangan beras pemerintah (CBP) yang banyak terserap untuk program bantuan pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bulog tak dapat mendatangkan sisa kuota impor tambahan itu karena terhambat oleh keterbatasan waktu dalam proses importasi, kurangnya kapal pengangkut dari negara pengirim, hingga kesulitan mendapat kontrak pengadaan beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga saat ini, perseroan hanya berhasil mendapat kontrak untuk mendatangkan pasokan 1 juta ton. Itu pun targetnya akan didatangkan bertahap hingga awal tahun depan. "Yang tidak bisa dikontrak tidak bisa di-carry over (ke tahun depan)," ujar Manajer Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan Perum Bulog Tomi Wijaya kepada Tempo, kemarin, 13 November 2023.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional, beras impor itu akan didatangkan dari Thailand sebanyak 595 ribu ton, Vietnam 160 ribu ton, Pakistan 175 ribu ton, dan Myanmar 70 ribu ton. Rencananya, sebanyak 600 ribu ton beras tiba pada Desember 2023 dan 400 ribu ton sisanya pada Januari 2024. Namun jumlah tersebut baru sebatas angka di atas kontrak.
Kuota impor 1,5 juta ton tersebut merupakan penugasan pemerintah yang diputuskan Presiden Joko Widodo pada 8 Oktober 2023. Jumlah ini menyusul penugasan impor 2 juta ton yang diputuskan pada Maret lalu.
Masalahnya, hingga saat ini pun, Bulog belum mampu menyelesaikan penugasan impor sebanyak 2 juta ton. Data per 7 November 2023 menunjukkan, dari total jumlah kontrak, baru 1,3 juta ton beras yang selesai dibongkar. Sekitar 131 ribu ton sedang dibongkar dan 562 ribu ton dalam perjalanan.
Aktivitas pembongkaran beras impor dari Thailand di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 29 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Demi mempercepat masuknya beras impor tersebut, Bulog memutuskan memperbanyak destinasi pelabuhan penerima, dari 17 pelabuhan menjadi 28 pelabuhan. Dengan demikian, beras dari luar negeri itu bisa segera dibongkar dan disalurkan. "Untuk percepatan, kami tambah sebelas pelabuhan," ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Setiap pelabuhan itu akan melayani tiga sif bongkar muatan selama 24 jam. Sebelumnya, Budi mengatakan kapasitas bongkar pelabuhan di Indonesia sangat terbatas. Sebagai contoh, pasokan beras sebanyak 20 ribu ton baru bisa dibongkar dalam enam hari. Karena itu, perseroan pun menghitung ulang impor beras yang dapat direalisasi.
Sumber Tempo yang mengetahui seluk-beluk impor tersebut mengatakan peluang Bulog menuntaskan seluruh penugasan pada tahun ini sangat kecil karena berbagai masalah teknis tersebut. Jika dihitung dengan kecepatan saat ini, penugasan 1,5 juta ton baru bisa kelar paling tidak pada Februari 2024. Sementara itu, masa berlaku persetujuan impor yang dikantongi Bulog akan habis pada Januari 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah masih akan membahas sisa kuota Bulog yang belum terealisasi. Hingga pekan lalu, kata dia, kontrak 500 ribu ton memang masih belum diperoleh Bulog. Padahal Jokowi berharap semua beras penugasan impor tersebut bisa masuk. "Karena (kebutuhan) bantuan pangan itu kan sampai Juni 2024, dan setiap tiga bulan butuh 640 ribu ton beras," ujar Arief. "Jadi masih dalam pembahasan supaya enggak hangus (kuotanya)."
Arief mendorong Bulog mempercepat realisasi impor beras yang sudah terkontrak untuk memastikan stok beras di Tanah Air. Per 13 November 2023, total stok beras yang dikuasai Bulog mencapai 1,32 juta ton. Jumlah tersebut terdiri atas CBP 1,22 juta ton—506 ribu ton di antaranya masih dalam perjalanan—dan stok komersial 93,8 ribu ton.
Stok Beras Terancam Menipis
Sejauh ini, cadangan beras pemerintah digunakan paling besar untuk bantuan pangan. Untuk periode Maret-Mei dan September-November saja, beras yang digelontorkan mencapai 1,28 juta ton. Sedangkan penyaluran terbesar kedua adalah untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), yang dilakukan sejak awal tahun hingga kemarin, telah menyerap 885,4 ribu ton.
Masuknya beras impor menjadi krusial karena pemerintah memutuskan melanjutkan program bantuan pangan tersebut hingga Juni 2024. Sebagai informasi, pemerintah menyalurkan bantuan pangan beras 10 kilogram kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat setiap bulan. Dengan adanya realisasi impor 2 juta ton plus impor tambahan 600 juta ton, Bulog ditargetkan memiliki cadangan beras 1,2 juta ton pada akhir tahun ini.
Pada Januari 2024, stok itu akan bertambah menjadi 1,6 juta ton setelah masuknya beras impor tambahan. Masalahnya, jika tanpa realisasi 500 ribu ton impor beras yang sudah masuk kuota, pada akhir Maret 2024, cadangan beras pemerintah bakal menyusut menjadi 700 ribu ton karena terpakai untuk bantuan pangan sebanyak 640 ribu ton dan SPHP sekitar 300 ribu ton. Padahal perseroan juga perlu menyalurkan lagi sekitar 940 ribu ton beras pada April hingga Juni tahun depan.
Atas dasar itulah, Jokowi menyetujui alokasi impor beras sebesar 2 juta ton lagi pada 2024. Di sisi lain, pemerintah juga mengantisipasi mundurnya masa puncak panen raya dari biasanya Maret dan April ke Mei dan Juni tahun depan. Artinya, Bulog diperkirakan baru bisa mengisi cadangan beras pemerintah dari produksi lokal pada periode tersebut. Di luar itu, Bulog masih sulit menyerap beras petani karena harganya tinggi.
Beras impor dari Thailand di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 29 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Stabilisasi Harga Beras Terganggu
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, mengatakan impor beras 500 ribu ton bukanlah jumlah yang sedikit. Karena itu, kegagalan Bulog mendatangkan pasokan tersebut akan mengurangi kapasitas pemerintah dalam menciptakan harga alternatif di pasar. Risikonya, harga beras akan bertahan tinggi karena cadangan beras pemerintah tidak cukup untuk mengintervensi dalam jumlah besar.
Menyitir panel harga Badan Pangan Nasional, harga beras medium di tingkat pedagang eceran berada di kisaran rata-rata Rp 13.150 per kilogram. Kendati cenderung melandai, harga ini masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium Rp 10.900-11.800 per kilogram, bergantung pada wilayahnya. Adapun harga beras premium di kisaran Rp 14.990 per kilogram, melampaui HET Rp 13.900-14.800 per kilogram.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Mujiburrohman juga khawatir gagalnya realisasi impor beras akan mempengaruhi harga di pasar. Sebab, sebelum panen raya tiba, pasokan beras di Tanah Air masih terbatas. Dalam kondisi ini, seharusnya cadangan beras pemerintah menjadi andalan. "Tapi intervensi pasar yang dilakukan juga kurang efektif karena beras Bulog tidak banyak masuk di pasar dan rantai distribusinya panjang."
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso mengatakan berbagai upaya intervensi pasar yang dilakukan pemerintah baru bersifat melandaikan pergerakan harga beras yang sempat melonjak.
Ia menyarankan pemerintah menggelar operasi pasar yang lebih masif dan dipusatkan di wilayah tertentu yang kurang suplainya. Jika saat ini stok beras Bulog memang masih cukup banyak, cadangan itu perlu segera dikeluarkan dengan jumlah yang lebih banyak untuk mengisi pasar. "Sekarang masih kurang cepat."
CAESAR AKBAR | YOHANES MAHARSO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo