Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ancaman Bertambahnya Masyarakat Miskin

Lonjakan harga pangan yang makin tak terkendali dikhawatirkan berdampak pada kenaikan angka kemiskinan. Kelompok menengah yang rentan terhadap garis kemiskinan diperkirakan menembus 115 juta jiwa.

11 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Lonjakan harga pangan yang makin tak terkendali dikhawatirkan berdampak pada kenaikan angka kemiskinan. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, pada Juli 2022, inflasi pangan menyentuh 10,32 persen, jauh di atas batas toleransi yang sewajarnya di angka 5-6 persen. “Bagi masyarakat bawah, inflasi pangan itu bisa 50 persen bahkan 60 persen dari bobot pengeluaran mereka. Jadi, inflasi ini harus segera ditekan,” ucapnya, kemarin.

Bank sentral bersama pemerintah berkomitmen menurunkan tingkat inflasi tersebut melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan. Koordinasi dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga harga pangan tetap terkendali, antara lain dengan menggalakkan operasi pasar. “Dampak sosial penurunan inflasi pangan itu betul-betul sangat besar untuk menyejahterakan rakyat,” kata Perry. Kelompok bahan pangan yang mengalami kenaikan harga tertinggi antara lain cabai rawit merah, minyak goreng, dan sayur-mayur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bahan pangan pada Juli lalu mencapai rekor tertinggi sejak Januari 2014. Kepala BPS Margo Yuwono sebelumnya juga telah mengingatkan bahwa lonjakan harga tersebut berpotensi memicu penambahan angka kemiskinan.

“Kalau harga pangannya tinggi, akan berpengaruh pada garis kemiskinan. Apalagi kalau pendapatan atau pengeluarannya tidak naik, akan menyebabkan angka kemiskinan bertambah,” ujarnya. Adapun hampir 40 persen dari inflasi pada Juli 2022 berasal dari komponen harga bergejolak yang mayoritas merupakan bahan pangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Aktivitas warga di depan rumah mereka di pinggiran rel kereta kawasan Kampung Bandan, Jakarta, 30 Juni 2022. Tempo/Tony Hartawan

Tingkat Kemiskinan Baru Saja Membaik

Padahal tingkat kemiskinan baru saja membaik setelah mengalami kenaikan hingga dua digit dalam dua tahun masa pandemi Covid-19. Pada Maret 2022, tingkat kemiskinan sebesar 9,54 persen, menurun dibanding pada Maret 2021 yang mencapai 10,14 persen. “Sejauh ini sudah ada perbaikan, tapi belum kembali ke kondisi sebelum masa pandemi 2019,” kata Margo. Di sisi lain, disparitas kemiskinan di wilayah perkotaan dan perdesaan juga masih tinggi, yaitu 7,6 persen di perkotaan dan 12,29 persen di perdesaan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kenaikan harga bahan pangan makin menekan daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah. Terlebih, jika inflasi bahan pangan terus menjulang hingga akhir tahun. “Kenaikan ini akan membuat masyarakat yang masuk dalam kelompok kelas menengah pun rentan jatuh miskin,” ujarnya. Dia memperkirakan jumlah kelompok menengah yang rentan terhadap garis kemiskinan mencapai 115 juta jiwa.

Jika dirinci, komponen garis kemiskinan sebanyak 75 persen lebih berasal dari bahan makanan. Tak mengherankan, tingkat kemiskinan begitu sensitif dengan kenaikan harga bahan pangan. Menurut Bhima, dibutuhkan jaring pengaman sosial tambahan untuk masyarakat yang masuk dalam kelompok rentan miskin tersebut. “Jadi, program bantuan sosial sekarang sasarannya tidak hanya orang miskin, tapi juga kelompok rentan, termasuk pekerja yang upahnya tergerus inflasi.”

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menyatakan pemerintah menyadari adanya ancaman lonjakan angka kemiskinan tersebut sehingga telah mengupayakan sejumlah langkah antisipasi. “Salah satu antisipasi yang dilakukan adalah menahan kenaikan harga BBM yang dikonsumsi oleh 40 persen masyarakat kelompok bawah,” katanya.

Pemerintah pun terus menggenjot berbagai program bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Yang paling utama tentu berfokus mengendalikan harga pangan melalui operasi pasar, penambahan stok pangan dengan menambah area penanaman, sampai memperlancar distribusinya,” ujar Iskandar.

GHOIDA RAHMAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus