Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Lonjakan harga pangan yang makin tak terkendali dikhawatirkan berdampak pada kenaikan angka kemiskinan. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, pada Juli 2022, inflasi pangan menyentuh 10,32 persen, jauh di atas batas toleransi yang sewajarnya di angka 5-6 persen. “Bagi masyarakat bawah, inflasi pangan itu bisa 50 persen bahkan 60 persen dari bobot pengeluaran mereka. Jadi, inflasi ini harus segera ditekan,” ucapnya, kemarin.
Bank sentral bersama pemerintah berkomitmen menurunkan tingkat inflasi tersebut melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan. Koordinasi dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga harga pangan tetap terkendali, antara lain dengan menggalakkan operasi pasar. “Dampak sosial penurunan inflasi pangan itu betul-betul sangat besar untuk menyejahterakan rakyat,” kata Perry. Kelompok bahan pangan yang mengalami kenaikan harga tertinggi antara lain cabai rawit merah, minyak goreng, dan sayur-mayur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bahan pangan pada Juli lalu mencapai rekor tertinggi sejak Januari 2014. Kepala BPS Margo Yuwono sebelumnya juga telah mengingatkan bahwa lonjakan harga tersebut berpotensi memicu penambahan angka kemiskinan.
“Kalau harga pangannya tinggi, akan berpengaruh pada garis kemiskinan. Apalagi kalau pendapatan atau pengeluarannya tidak naik, akan menyebabkan angka kemiskinan bertambah,” ujarnya. Adapun hampir 40 persen dari inflasi pada Juli 2022 berasal dari komponen harga bergejolak yang mayoritas merupakan bahan pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktivitas warga di depan rumah mereka di pinggiran rel kereta kawasan Kampung Bandan, Jakarta, 30 Juni 2022. Tempo/Tony Hartawan
Tingkat Kemiskinan Baru Saja Membaik
Padahal tingkat kemiskinan baru saja membaik setelah mengalami kenaikan hingga dua digit dalam dua tahun masa pandemi Covid-19. Pada Maret 2022, tingkat kemiskinan sebesar 9,54 persen, menurun dibanding pada Maret 2021 yang mencapai 10,14 persen. “Sejauh ini sudah ada perbaikan, tapi belum kembali ke kondisi sebelum masa pandemi 2019,” kata Margo. Di sisi lain, disparitas kemiskinan di wilayah perkotaan dan perdesaan juga masih tinggi, yaitu 7,6 persen di perkotaan dan 12,29 persen di perdesaan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kenaikan harga bahan pangan makin menekan daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah. Terlebih, jika inflasi bahan pangan terus menjulang hingga akhir tahun. “Kenaikan ini akan membuat masyarakat yang masuk dalam kelompok kelas menengah pun rentan jatuh miskin,” ujarnya. Dia memperkirakan jumlah kelompok menengah yang rentan terhadap garis kemiskinan mencapai 115 juta jiwa.
Jika dirinci, komponen garis kemiskinan sebanyak 75 persen lebih berasal dari bahan makanan. Tak mengherankan, tingkat kemiskinan begitu sensitif dengan kenaikan harga bahan pangan. Menurut Bhima, dibutuhkan jaring pengaman sosial tambahan untuk masyarakat yang masuk dalam kelompok rentan miskin tersebut. “Jadi, program bantuan sosial sekarang sasarannya tidak hanya orang miskin, tapi juga kelompok rentan, termasuk pekerja yang upahnya tergerus inflasi.”
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menyatakan pemerintah menyadari adanya ancaman lonjakan angka kemiskinan tersebut sehingga telah mengupayakan sejumlah langkah antisipasi. “Salah satu antisipasi yang dilakukan adalah menahan kenaikan harga BBM yang dikonsumsi oleh 40 persen masyarakat kelompok bawah,” katanya.
Pemerintah pun terus menggenjot berbagai program bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Yang paling utama tentu berfokus mengendalikan harga pangan melalui operasi pasar, penambahan stok pangan dengan menambah area penanaman, sampai memperlancar distribusinya,” ujar Iskandar.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo