Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gaji direksi dan komisaris Garuda dipotong 50 persen.
DPR mendesak manajemen Garuda segera memangkas biaya leasing pesawat.
Beban perawatan dan penyimpanan pesawat mencapai US$ 80 juta per bulan.
JAKARTA — Pemangkasan gaji karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berlanjut di tengah program efisiensi maskapai penerbangan itu. Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan gaji direksi dan karyawan dipotong mulai bulan ini. “Gaji direksi dan komisaris dipotong 50 persen," kata dia kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain pemangkasan gaji, Irfan mengatakan, akan ada pengaturan kerja antar-komisaris. "Untuk direksi akan diatur lagi," ujarnya. Tak cuma direksi dan komisaris, tutur Irfan, gaji semua karyawan dipotong 30-50 persen. "Ini semua demi mengurangi beban perusahaan," ucap Irfan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) pada Jumat lalu, pemegang saham Garuda memangkas jumlah direksi dan komisaris. Irfan mengatakan hal ini tak terhindarkan demi penghematan biaya operasi. Garuda memangkas jumlah komisaris dari lima orang menjadi hanya tiga orang.
Empat komisaris sebelumnya, yaitu Triawan Munaf, Yenny Wahid, Peter Frans Gontha, dan Elisa Lumbantoruan, diberhentikan dari jabatannya. Sebagai gantinya, pemegang saham Garuda mengangkat Timur Sukirno sebagai komisaris utama menggantikan Triawan Munaf dan Abdul Rachman sebagai komisaris independen.
Suasana Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Tempo/Tony Hartawan
Garuda pun memangkas jumlah direksi, dari sebelumnya delapan menjadi enam. Posisi direksi yang dipangkas adalah wakil direktur, yang sebelumnya dijabat Dony Oskaria, serta direktur niaga dan kargo, yang sebelumnya diduduki Rizal Pahlevi.
Keputusan ini diambil karena Garuda menghadapi kondisi keuangan yang berat dalam beberapa bulan terakhir. Garuda mengalami pembengkakan utang dan biaya operasi tapi pendapatannya turun akibat pembatasan kegiatan masyarakat.
Sepanjang 2020, Garuda Indonesia mencatatkan kenaikan utang hingga 229 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Utang perusahaan naik dari US$ 3,8 miliar (sekitar Rp 54,6 triliun) pada Desember 2019 menjadi US$ 12,73 miliar (setara dengan Rp 183 triliun) pada akhir 2020. Memasuki 2021, kondisinya masih belum membaik. Pada 3 Juni lalu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan utang Garuda sudah menumpuk hingga Rp 70 triliun dan terus bertambah Rp 1 triliun setiap bulan.
Pada kuartal pertama lalu, Garuda membukukan pendapatan US$ 353,07 juta atau sekitar Rp 5,1 triliun. Angka ini 54,03 persen di bawah capaian pada periode yang sama tahun lalu, yaitu US$ 768,12 juta. Pendapatan dari penerbangan berjadwal selama tiga bulan pertama tahun ini mencapai US$ 278,2 juta, turun dari Januari-Maret 2020 yang mencapai US$ 654,5 juta. Sebaliknya, pendapatan dari penerbangan tak berjadwal naik dari US$ 5,31 juta pada kuartal pertama 2020 menjadi US$ 22,78 juta.
Anggota Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat, Andre Rosiade, meminta manajemen Garuda lebih jeli menentukan program penghematan dan mencari pendapatan alternatif. Dia juga mendesak biaya sewa atau leasing pesawat dipangkas karena menjadi salah satu unsur yang membebani keuangan Garuda. “Fokus saja dulu mengembalikan pesawat. Manajemen baru harus membuat proposal yang meyakinkan agar disetujui lessor,” kata dia, kemarin.
Menurut Andre, hanya 41 dari 142 pesawat Garuda yang bisa digunakan saat ini. Meski sudah dioptimalkan untuk segala rute dan jadwal, pendapatan yang diterima dari 41 pesawat itu hanya US$ 72 juta per bulan. Adapun beban perawatan dan penyimpanan pesawat yang dikandangkan menembus US$ 80 juta per bulan. Hingga Mei lalu, Garuda Indonesia juga diketahui membawa beban utang Rp 1 triliun per bulan.
Saat ini terdapat 136 pesawat Garuda berstatus sewa, sementara enam pesawat lainnya dimiliki perusahaan. Armadanya meliputi Boeing 777-300, Boeing 737-800, Boeing 737-8 Max, ATR 72-600, CRJ1000 NextGen, Airbus A330-200, Airbus A330-300, dan Airbus A330-900.
Menteri BUMN Erick Thohir meminta manajemen Garuda meninjau kembali hubungan business to business dengan penyewa pesawat, baik soal kontrak yang bisa diatur ulang maupun waspada terhadap lessor yang tersangkut kasus hukum. "Prosesnya akan saya kawal penuh," kata Erick.
Mantan Komisaris Independen Garuda Indonesia, Yenny Wahid, mengungkapkan bahwa penurunan tajam volume penumpang Garuda akibat pandemi Covid-19. Meski masih dalam periode pandemi, arus penumpang pada Desember 2020 masih menembus 20 ribu orang per hari. “Ketika sepi, 3.000 penumpang,” ujar Yenny. Seat load factor (SLF) Garuda, kata Yenny, saat ini hanya 35-50 persen. Padahal Garuda harus mencetak SLF di atas 70 persen untuk mencapai titik impas.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS | HENDARTYO HANGGI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo