Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Perjalanan haji yang dilakoni Tommy Mohamad pada 2019 berbeda dengan perjalanan haji kebanyakan orang. Kala itu, ia memilih memanfaatkan jalur haji furoda alias jalur haji nonkuota pemerintah. Ia tertarik menggunakan jalur haji furoda karena iming-iming kecepatan waktu keberangkatan, tak perlu menunggu puluhan tahun seperti haji reguler.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Toh, saat mendaftar ke sebuah agen perjalanan dan menyetor ongkos penuh senilai US$ 27 ribu atau sekitar Rp 386 juta dengan kurs 14.300 per dolar AS pada Maret 2019, Tommy tak mendapat kepastian kapan bisa berangkat. “Dijanjikan September bisa berangkat, tapi tanggalnya tidak pasti, bisa berubah-ubah,” ujar Tommy saat dihubungi Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria berusia 41 tahun yang berprofesi sebagai dokter ini sempat khawatir gagal menunaikan ibadah akbar umat Islam itu. Sebab, ia sempat mendengar cerita bahwa, setahun sebelumnya, sekelompok calon haji gagal berangkat melalui jalur haji furoda akibat visa yang tak terbit.
Kekhawatiran Tommy sirna begitu mendapat tanggal pasti penerbangannya, tepat tujuh hari sebelum jadwal keberangkatan. Bukan hanya waktu keberangkatan yang mepet, Tommy pun baru mendapat visa saat meninggalkan Tanah Air. Kepergiannya ke Tanah Suci pun tidak melalui penerbangan langsung dari Jakarta, melainkan harus melalui Kuala Lumpur, Malaysia. “Saya baru dapat visanya di Kuala Lumpur. Visanya pun berbentuk digital, bukan fisik yang satu lembar kertas.”
Harapan Tommy agar tak menunggu hingga puluhan tahun demi menengok Ka’bah pun terealisasi. “Awalnya saya sudah pasrah. Kalau enggak berangkat tahun 2019, ya, sudahlah. Melalui jalur umum saja, ONH Plus. Memang bedanya dengan furoda kan ONH plus menggunakan kuota dari pemerintah yang dijatahkan oleh Saudi,” ujar dia.
Tommy mengetahui informasi jalur haji furoda ini dari salah satu rekan kerabatnya yang bekerja di sebuah biro perjalanan haji. Tommy bersyukur perjalanan ibadahnya serta rombongan selama di Mekah dan Madinah relatif mulus hingga kembali ke Jakarta. “Alhamdulillah, di tahun keberangkatan saya, perjalanannya benar.”
Hotel Pondok Cahya Panorama yang disebut sebagai alamat PT Alfatih Indonesia Travel, di Jalan Panorama 1 No. 35A, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 5 Juli 2022. TEMPO/Prima Mulia
Apa itu Haji Furoda?
Tommy hanyalah salah satu contoh calon haji furoda yang mujur bisa berangkat menunaikan ibadah haji. Kasus calon haji yang gagal berangkat melalui jalur ini tak hanya terjadi sebelum Tommy berangkat. Pada Kamis pekan lalu, 46 calon haji furoda dipulangkan setelah sempat tertahan di keimigrasian Arab Saudi setibanya di Bandara Jeddah. Para calon haji asal Indonesia yang dibawa PT Alfatih Indonesia Travel itu kudu mengurungkan niatnya naik haji pada tahun ini lantaran visa mereka dianggap tak resmi oleh otoritas setempat.
Haji furoda sebetulnya bukanlah jalur ilegal, bahkan keberadaannya diakui pemerintah. Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama, Nur Arifin, menjelaskan, istilah yang merujuk pada haji furoda terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Namun, dalam aturan itu, penyebutannya bukanlah furoda, melainkan mujamalah. Jalur ini masuk ke nonkuota yang ditetapkan pemerintah. “Jika diartikan, mujamalah adalah tamu kehormatan Raja (Arab Saudi), sehingga pada dasarnya gratis lantaran seluruh biaya ditanggung Kerajaan Saudi.”
Namun, kata Nur, dalam perkembangannya, jalur mujamalah ini tak gratis karena diperjualbelikan melalui agen perjalanan. “Ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi di Saudi bekerja sama dengan agen-agen travel di Indonesia yang memperjualbelikan visa haji mujamalah.” Visa mujamalah yang tidak gratis itulah yang kemudian disebut sebagai haji mandiri atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah furoda.
Menyitir Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, disebutkan bahwa haji mujamalah diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Arifin mengatakan tujuan ketentuan tersebut adalah agar jemaah mujamalah mendapat jaminan layanan selama menunaikan ibadah haji. PIHK berkewajiban melapor kepada negara untuk setiap perjalanan haji furoda. Untuk 2022, Kementerian Agama mencatat ada 1.600-1.700 calon haji yang menggunakan jalur ini.
Mekanisme Haji Melalui Jalur Furoda
Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Muhammad Farid Al-Jawi, mengatakan haji furoda belakangan menjadi solusi bagi masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian berlebih untuk bisa berhaji tanpa perlu antre lama. Musababnya, saat ini waktu antre haji bagi masyarakat umum cukup lama, yakni 15-50 tahun untuk haji reguler. Sementara itu, untuk haji khusus, waktu tunggunya 7-8 tahun. “Ini memicu orang mencari jalan untuk berhaji lebih cepat.”
Menurut Farid, praktik perjalanan haji tanpa antre ini sebenarnya sudah berlangsung bertahun-tahun, tapi pemerintah baru mengaturnya lewat undang-undang pada 2019. Ketentuan tersebut memperbolehkan perjalanan haji nonkuota, tapi melalui PIHK berizin resmi. Dalam praktiknya, kata dia, haji furoda bisa menggunakan visa dari negara mana pun selama masih berupa visa haji.
“Perlu diketahui, pemerintah Arab Saudi menerima visa dari negara mana pun, asalkan menggunakan visa haji. Jadi, kalau kita WNI mendapat visa haji dari kedutaan besar di Amerika Serikat, kita tetap bisa masuk. Yang penting, visanya asli,” ujar Farid. Prosedur agar visa haji furoda para calon haji terbit, agen perjalanan harus menghubungi klien mereka di Arab Saudi. Visa tersebut akan dicetak menjelang keberangkatan. Adapun pembayaran dilakukan melalui sistem e-hajj.
Ketika telah ada akses melalui e-hajj, calon haji bisa masuk ke sistem dan dimonitor oleh Kementerian Agama untuk pembayaran masyair. Masyair adalah biaya akomodasi dan transportasi selama pelaksanaan ibadah haji. Farid mengatakan, secara total, harga paket haji furoda tidak memiliki batasan lantaran diserahkan kepada masing-masing penyelenggara. “Selama masyarakat cocok dengan harga tersebut dan membayar sesuai dengan pelayanan, ya, (biro perjalanan) mau jual berapa pun sah-sah saja.”
Bebasnya penjualan paket haji furoda, menurut Farid, perlu diperhatikan pemerintah agar tidak terkesan liar. “Selain itu, yang menggunakan furoda tentunya banyak dari kalangan mampu, seperti pejabat atau pengusaha, karena lebih simpel.”
Para calon haji di Asrama Haji Embarkasi Jakarta Timur, 4 Juni 2022. TEMPO/Magang/Muhammad Syauqi Amrullah
Pemerintah Tak Bisa Mengatur Haji Furoda
Meski begitu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, menyatakan lembaganya tak punya kewenangan dalam mengelola visa haji mujamalah. “Sesuai dengan undang-undang, Kementerian Agama tidak mengelola visa haji mujamalah, (kami) hanya (mengelola) visa haji kuota Indonesia,” ujar Hilman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin lalu.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengingatkan agar masyarakat yang ingin berhaji dengan jalur furoda selektif dalam memilih biro perjalanan. Dengan demikian, mereka tak mengalami kendala dalam perjalanan.
“Harapan kami agar (haji furoda) betul-betul dilaksanakan oleh biro travel yang memiliki izin serta punya pengalaman sebagai biro travel yang tingkat pelayanan baik dan kualitasnya juga memuaskan,” kata Zainut, yang juga Naib Amirul Hajj, di Mekah, Ahad lalu. Zainut menegaskan, visa mujamalah atau haji furoda sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah Arab Saudi.
CAESAR AKBAR | RIANI SANUSI | FAJAR PEBRIANTO | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo