Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Susut Simpanan Orang Kaya

Pertumbuhan dana nasabah yang memiliki simpanan lebih dari Rp 5 miliar menyusut pada Agustus lalu. Apa penyebabnya?

2 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Alih-alih mengajukan pinjaman atau kredit modal usaha, pelaku usaha mengambil opsi merogoh tabungan pribadi untuk mengurangi beban bunga dan biaya yang lebih tinggi.

  • Pada Agustus 2023, pertumbuhan dana nasabah yang memiliki simpanan lebih dari Rp 5 miliar menyusut, yaitu hanya tumbuh 6,79 persen dibanding bulan sebelumnya sebesar 7,69 persen.

  • Pengusaha membiayai sendiri ekspansinya karena laju pertumbuhan kredit, khususnya kredit korporasi, masih lesu.

JAKARTA — Rizki Fathiyya tak memiliki pilihan selain merogoh simpanan miliknya untuk membiayai modal usaha bakery yang dirintisnya dalam dua tahun terakhir. Harga bahan-bahan baku utama yang merangkak naik, dari telur, tepung terigu, hingga kemasan, membuat dia harus menaikkan biaya modal untuk memastikan kelancaran usahanya.

“Opsi membebankan kenaikan harga kepada konsumen tidak diambil karena khawatir konsumen pergi. Jadi, lebih baik margin saja yang dikurangi,” ujar perempuan berusia 29 tahun itu kepada Tempo, kemarin, 1 Oktober 2023.

Terlebih, pesanan kue kering dan roti miliknya tengah ramai pembeli. Dia tak ingin melewatkan kesempatan untuk meningkatkan penjualan dan pengembangan usahanya. “Mau tidak mau biar modal tambahannya ambil dari tabungan saja.”

Di sisi lain, kenaikan harga juga dirasakan pada kebutuhan sehari-hari dia dan keluarga, mulai dari biaya sewa rumah hingga biaya pendidikan. Tabungan yang dimiliki pun kian tergerus untuk mengkompensasi kebutuhan konsumsi yang terus berjalan. “Lagi-lagi tabungan jadi andalan karena pendapatan kan sebenarnya juga tidak meningkat signifikan, tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga itu,” kata Rizky.

Kenaikan harga barang, baik bahan pokok maupun kelompok pengeluaran lainnya, memang menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia, Hermawati Setyorinny, mengatakan bahwa pelaku usaha kesulitan mengembangkan usaha, khususnya pasca-pandemi Covid-19. “Ada pengaruh krisis ekonomi global dan harga-harga yang naik,” ujarnya.

Alih-alih mengajukan pinjaman atau kredit modal usaha, pelaku usaha mengambil opsi merogoh tabungan pribadi untuk mengurangi beban bunga dan biaya yang lebih tinggi. “Belum lagi di sisi kelayakan calon debitor juga sering menjadi hambatan ketika ingin meminjam ke perbankan, setelah keterpurukan akibat pandemi, sehingga pelaku usaha tidak seberani itu untuk mengakses pendanaan,” ucapnya.

Teller merapikan uang di Bank BRI Syariah, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Penurunan Simpanan Nasabah Kaya

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat penurunan tabungan orang kaya, yaitu simpanan dengan nominal di atas Rp 5 miliar. Pada Agustus 2023, pertumbuhan dana nasabah yang memiliki simpanan lebih dari Rp 5 miliar menyusut, yaitu hanya tumbuh 6,79 persen dibanding bulan sebelumnya sebesar 7,69 persen. Adapun total simpanan orang kaya sebanyak 132.381 rekening dengan jumlah saldo keseluruhan mencapai Rp 4.245 triliun.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, penurunan tersebut disebabkan oleh banyaknya pengusaha yang merogoh dana simpanan pribadinya untuk mengembangkan bisnis. “Kita asumsikan sebagian besar yang memiliki tabungan di atas Rp 5 miliar itu adalah perusahaan dan para pengusaha yang pakai uang sendiri untuk melakukan ekspansi bisnis, sehingga pertumbuhan tabungannya cenderung melambat,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa perekonomian dalam negeri tengah berada dalam kondisi menggeliat selepas pandemi Covid-19. Aktivitas belanja dan konsumsi masyarakat meningkat, sehingga mendorong pelaku usaha melakukan ekspansi. “Namun betul, ada kemungkinan pengusaha membiayai ekspansinya sendiri karena laju pertumbuhan kredit, khususnya kredit korporasi, masih lesu,” ucap dia.

Berdasarkan data Bank Indonesia, kredit perbankan pada Agustus 2023 tumbuh 9,06 persen secara tahunan, dengan hasil survei saldo bersih tertimbang (STB) untuk kredit korporasi turun dari bulan sebelumnya sebesar 17,6 persen menjadi 14,7 persen.

Di sisi lain, Tauhid mengungkapkan, segmen menengah ke bawah tengah terimpit risiko peningkatan inflasi yang berpotensi melemahkan daya beli secara perlahan. Pada Agustus 2023, tingkat inflasi tahunan naik, yaitu mencapai 3,27 persen. Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok pendidikan mengalami inflasi paling tinggi, yaitu 0,86 persen, yang menjadikannya sebagai penyumbang inflasi tertinggi, yaitu sebesar 0,05 persen. Berikutnya, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran mengalami inflasi tertinggi kedua, yaitu sebesar 0,14 persen.

Adapun sejumlah komoditas bahan pokok juga turut andil menyumbang kenaikan inflasi. Komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah bensin, yang kenaikannya mencapai 0,83 persen, lalu diikuti beras dengan andil 0,41 persen serta rokok kretek filter 0,21 persen. “Risiko inflasi yang meningkat tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang memadai,” kata Tauhid.

Solusi bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat dinilai hanya bersifat sementara karena risiko inflasi berpotensi terjadi berkepanjangan. Terlebih, tren inflasi secara global masih tinggi di tengah risiko geopolitik yang meningkat hingga ancaman krisis pangan dan iklim. “Solusi sebenarnya yang dibutuhkan adalah meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Kuncinya adalah industrialisasi dan investasi yang masuk harus padat karya, jangan melulu padat modal,” ucap Tauhid.

Jika tidak segera diantisipasi, daya beli masyarakat menengah ke bawah akan tertahan inflasi, hingga menggerus konsumsi dan berujung pada kenaikan tingkat kemiskinan. “Masyarakat yang awalnya berada di atas garis kemiskinan bisa berpotensi jatuh miskin jika ini terus dibiarkan. Inflasi harus dikurangi, khususnya harga beras, yang kalau terlalu lama dibiarkan tidak terkendali kenaikannya akan memukul masyarakat menengah bawah,” kata dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GHOIDA RAHMAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus