Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengembangkan Bisnis Tenun Mempawah Sampai ke Negeri Jiran

Pelaku usaha tenun Mempawah leluasa membuat motif khas yang tidak monoton

30 Juni 2023 | 20.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menekuni pembuatan tenun sejak 1999, Erna Juwita, 42 tahun, merasa jauh lebih bisa mengembangkan imajinasinya saat beberapa tahun terakhir. “Saya merasa imajinasi makin berkembang belakangan ini. Ada saja desain baru untuk diwujudkan dalam tenun,” tutur Erna kepada Tempo, Jumat 30 Juni 2023.

Erna menyadari, selama ini motif yang ia buat cenderung monoton. Sampai pada satu waktu ia bertemu dengan Raja Mempawah dan mendapat imbauan dari pemerintah kabupaten untuk mengembangkan motif khas Mempawah. “Ketika jalan-jalan di Pontianak melihat lukisan burung, ide baru muncul. Dalam tiga hari saya buat desain dan langsung buat tenunan untuk pajangan,” ujar Erna. “Saya kadang heran kok bisa cepat juga.”

Kain khas Mempawah, dikenal dengan kain bermotif awan berarak. Sebelum meluas digunakan masyarakat, dulunya kain ini hanya dikenakan kaum kerabat Keraton Amantubillah Mempawah dan untuk acara-acara besar kerajaan.

Kain khas Mempawah awan berarak merupakan kain khas kabupaten Pontianak yang untuk pertama kalinya dipopulerkan kepada masyarakat luas pada 2003.

Sebelum menekuni motif khas Mempawah, Erna membuat tenun khas Sambas yang juga dikenal dengan sebutan kain lunggi, kain tradisional yang dipopulerkan masyarakat Melayu, Kalimantan Barat pada abad ke-17.

Usaha Erna memproduksi tenun Sambas sebetulnya juga cukup moncer. Ia merintis bisnis pertama kali bermodalkan Rp 275 ribu untuk mencicil mesin tenun kepada temannya. Pada 2004, mesinnya sudah ada tujuh buah. Erna juga mengajarkan ilmu menenunnya ke sejumlah orang. Saat ini ada 10 orang pekerja tetap yang bekerja bersamanya. “Kalau ada banyak pesanan, saya bisa panggil beberapa pekerja tambahan,” tuturnya.

Dalam sebulan, Erna bisa memproduksi 20-30 lembar tenun. Dan masing-masing kain dijual dengankisaran harga Rp 1,5-10 juta. “Bergantung bahan, jenis benang, dan motifnya,” ujar Erna.

Produk tenun songket produksi Erna Juwita, pelaki usaha tenun khas Mempawah, Kalimantan Barat. Dok.Pribadi

Bisnisnya sempat terpukul saat pandemi. Omzet puluhan juta menguap dalam tiga tahun terakhir. Bisa dibilang tahun ini bisnisnya masih dalam masa pemulihan. “Sudah mulai kembali ada pesanan, beberapa datang dari negeri seberang (Malaysia dan Brunei Darussalam).”

Erna memanfaatkan bantuan pendanaan dari beberapa pihak untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satunya dari Bank Rakyat Indonesia atau BRI sejak 2017. Selain itu ia juga pernah menggunakan pinjaman dari Angkasa Pura 2. Mendapatkan pinjaman dari keduanya menurut Erna lumayan mudah. “Bunganya ringan, tapi lebih ringan pinjaman dari AP 2 daripada perbankan,” bebernya.

Selain memanfaatkan pinjaman kredit UMKM, Erna juga sempat mendapat bantuan alat dan bahan baku tenun dari kedua perusahaan pelat merah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus