Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI 4 tahun lalu, tarifnya masih Rp 75 per km. Dan di
argometernya pun masih Rp 200 setiap kali bendera diturunkan.
Para pengusaha dan pemilik taxi di Jakarta sampai minggu ini
belum menuntut kenaikan tarif. Tapi mereka mulai mengeluh.
"Bisnis taxi sekarang bukan tambang mas lagi", Soemakto
Soedarjoen, Direktur Utama PT President Taxi, berkata pada Yunus
Kasim dari TEMPO. "Tidak ekonomis lagi", katanya sambil
membanding sejumlah angka dulu dan sekarang.
Meskipnn begitu, jumlah taxi meningkat terus, melehihi 4.500
yang terdaftar resmi. Taxi liar sudah dilarang, tapi pihak
petugas tampaknya tidak tega untuk membasminya sampai habis.
Jika sisa taxi liar ditindak tanpa kompromi, mungkin jumlah taxi
yang terdaftar resmi sudah 5000.
Keris
Pemerintah DKI sudah membentuk PT President Taxi sebagai wadah
menampung taxi liar atau mobil pribadi yang di-taxi-kan. Sesudah
4 ahun berjalan, lebih 3.200 kendaraan menggabungkan diri pada
PT President Taxi. Pada mulanya persyaratan dan prosedur untuk
memperoleh cap keris -- bendera President Taxi agak gampang.
Sekarang sulit. Persyaratan sama, tapi agak dipersulit dalam
prakteknya. Mungkin ini bertujuan merencanakan kenaikan jumlah
taxi resmi, supaya tingkat bisnisnya terjamin baik.
Syariful Alam, jurubicara pemerintah DKI, mengatakan pada Said
Muchsin dari TEMPO bahwa angka 4.000 sebetulnya "sudah dianggap
cukup. Pembatasannya diperlukan agar tidak terjadi persaingan
tidak sehat, supaya tidak menghancurkan armada taxi itu
sendiri".
Memang sekarang banyak taxi berkeliaran atau mangkal. Setiap
saat orang membutuhkannya, umumnya ada taxi.
Selain President Taxi, ada delapan perusahaan lain: Morante (500
unit), Rotax (150), Royal City (100), Blue Bird (250), Steady
Safe (150), Gamya (100) dan Sri Medali (125). Kedelapan itu
memiliki kendaraan sendiri. Tapi ada di antara mereka yang
secara berangsur mengalihkan pemilikan pada supir masing-masing.
Caranya a.l. dengan pemberitan kredit dan sewa-beli kendaraan
perusahaan yang sudah terpakai 3 tahun.
Jika bukan pemilik si supir menyetor harian. Uang setoran
berbeda dari Rp 7.500 sampai Rp 12.000 tergantung pada usia dan
kondisi mobil.
Ekonomis atau tidak, para supir tidak faham berhitung. Tapi
mereka cenderung mengebut, tanpa peduli jalan rusak atau tidak,
supaya setoran tercapai dan sisa beberapa rupiah terbawa pulang.
Ngebut itu, selain mengundang celaka, merugikan pemilik karena
mobil perlu sering ke bengkel.
Presiden Taxi, kata Dirut Soemakto, bersedia mempertahankan
tarif sekarang. Perusahaan lain setuju. Tapi mereka menghitung 4
tahun lalu biaya harian per unit per km penumpang masih Rp 51,42
hingga ada untung Rp 23,58. Tapi sekarang biaya meningkat hingga
tiap hari mengalami kerugian lk. 31 jika bertahan dengan tarif
sama (Rp 75).
Perusahaan umumnya menyadari bahwa publik akan kurang bergairah
menaiki taxi bila tarifnya dinaikkan. Tapi mereka mengharapkan
imbalan dari pemerintah berupa keringan untuk membeli taxi baru.
Jika tidak, mereka beranggapan peremajaan kendaraan akan sukar.
Sedan Datsun 1300 cc 1977 berharga Rp 3,9 juta dibanding cuma Rp
1.750.000 pada tahun 1973. Toyota Corolla idem ditto. Datsun
Diesel 220 C juga naik dari Rp 2,9 juta (1973) ke Rp 6 juta
(l977).
Jika ditambah biaya lainnya sampai siap jalan. Datsun Diesel 220
C tahun 1973 keseluruhannya akan mencapai Rp 3,5 juta lebih,
sedang tahun ini ia menjadi Rp 7 juta lebih. Itu bukan saja
karena meningkatnya harga perakitan dalam negeri. melainkan juga
disebabkan bertambah biaya registrasi, taxi meter, lambang taxi
dan ongkos cat per unit. Biaya tak langsung pun naik.
Dirjen Industri Logam dan Mesin, ir. Soehartoyo, pernah tahun
lalu mengusulkan pada Departemen Keuangan agar mobil untuk taxi
diperlakukan sama dengan kendaraan komersiil. Jadi, bea masuknya
supaya lebih murah 40%. Belum ada kabar baik tentang ini,
mungkin karena dianggap akan sukar mengkontrol mobil fasilitas
di-taxi-kan atau tidak.
Sekarang muncul pula gagasan baru, yaitu supaya dipilih satu
tipe (jenis) mobil tertentu untuk taxi. Misalnya Datsun 120 Y
atau Holden Torana. Mereknya boleh bermacam-lllacam asalkan
tipenya tertentu. Dengan demikian, pengawasan akan gampang jika
taxi memakai fasilitas pemerintah. Gagasan ini, kalau goal,
tentu akan melegakan pengusaha taxi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo