Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAPAL tanker raksasa dari ladang minyak di Saudi Arabia ke
Jepang, jika tidak dibatasi, masih akan memilih route terdekat
via Selat Malaka. Sudah berulang kali terjadi kecelakaan di alur
yang sempit dan mendangkal ini. Maka orang berpaling ke Selat
Lombok sebagai alur pengganti. Indonesia, terutama sekali,
berkepentingan mempromosikan Selat Lombok yang kini masih belum
banyak terpakai. Jika suatu ketika ramai pula tanker
melintasinya, Selat Makassar pun akan tak kesepian lagi.
Tapi akibatnya mungkin akan mematikan sumber penghasilan para
nelayan di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan. Sekarang ini,
umpamanya, para nelayan di situ sedang memetik panen telur ikan
terbang, juga suatu komoditi ekspor tapi belum banyak terdengar.
Betapa besarnya arti panen itu, Ghazfan S. Ali di Ujung Pandang
telah mengadakan penelitian. Dan untuk TEMPO Ghazfan, seorang
karyawan Bank Bumi Daya menulis:
Setiap tahun sekitar 200 ton telur ikan terbang mereka peroleh
dari panen ini, biasanya mulai April sampai Agustus. Para
nelayan tradisionil mulai dari kabupaten Majene sampai Bantaeng
mempersiapkan diri sejak Pebruari, a.l. dengan memperbaiki
perahu, membuat bubu-bubu (pekaja, kata orang di daeran ini)
dan, termasuk penting, upacara selamatan.
Perahu mereka berukuran 3 sampai 10 ton. Waktu bukan-musim,
semua perahu itu menganggur dan diparkir saja. Jika Pemerintah
Daerah mau mengkoordinir, perahu mereka tentu akan bisa
dijadikan armada pengangkut barang. Bayangkan, di kecamatan
Galesong saja terdapat 3.000 perahu, bisa mengangkut 16.000 ton.
Pekaja terbuat dari anyaman bambu yang panjangnya lk. 1 meter.
Muka belakang garis tengahnya membentuk suatu kerucut. Dua
batang bambu berukuran lk. 0,5 m menahannya supaya jangan
tenggelam dan alat pelampung itu diberi rumput laut. Di
sekeliling mulut kerucut pekaja itu dilekatkan pula daun kelapa.
Rata-rata 50 pekaja dalam tiap perahu yang disebarkan di laut
dengan diikat oleh tali berjajar dua. Sambil memlnggu pekaja itu
didatangi ikan tcrbang, mereka berdendang, menyanyikan lagu-lagu
porno. Menurut kepercayaan, lagu-lagu itu akan menarik perhatian
ikan terbang tersebut hingga bercumbu-rayu dan melepaskan
telornya di pekaja.
Bila terbang menyerbu pekaja, ikan itu menggeserkan badannya
seolah-olah menari di atas daun kelapa dan rumpllt laut,
mengiringi lagu nelayan. Di situ ikan melepaskan telurnya dan
sebagian ikan itu terperangkap ke dalam pekaja. Adalah telur
yang keluar dari ikan terbang itu saja yang dijadikan komoditi
ekspor. Telur dalam perut ikan yang tertangkap tidaklah diambil.
Inilah yang membuatnya istimewa. bukan seperti telur ikan dari
RRC maupun sekitar Rusia, yang juga dibeli oleh Jepang.
Ratusan jtlta ikan terbang (jantan maupun betina) menyerbu Selat
Makassar untuk bertelur antara April dan Agustus. Tapi mereka
sangat peka dengan bau minyak. Itu pula sebabnya nelayan tidak
memakai perahu benuotor. Ke rnana ikan itu akan bertelur bila
Selat Makassar telah menjadi alur pelayaran tanker raksasa?
Berhubung Pemilu
Eksportir umumnya mencukongi para nelayan. Bank membantu
eksportir, yang adakalanya juga memperoleh uang muka dari
importir Jepang.
Tahun 1976, harga telur ikan terbang di luar negeri berkisar $
16 s/d $ 20 pcr kg fob. Nelayan menjual pada eksportir sekitar
Rp 4000 ($ 10) per kg basah (susut lk. 30%,). Ikan terbang itu
sendiri dijualnya di pasar lokal Rp 5 per ekor.
Telur ikan terbang sebagai komoditi : ekspor dari Sulawesi
Selatan barulah di mulai 1968. Sebelumnya. ia dipasarkan untuk
konsumen lokal saja. Tapi kemudian importir Jepang tertarik dan
membelinya dalam jumlall yang meningkat dari hampir 4 ton di
tahun 1968 sampai 11 ton (bernilai lebih satu juta dollar) di
tahun 1976.
Tahun ini, cuaca diperkirakan akan cukup membantu nelayan. Tapi
mereka kehilangan 10 hari karena harus berani di tempat
berhubung pemilu. Namun. ada kemungkinan hasil devisa lebih satn
juta dollar akan masih bisa diperoleh.
Prospek pemasaran telur ikan ini akan makin baik di Jepang.
Apalagi daeran operasi nelayan Jepang sendiri makin menciut.
karena Rusia barusan saja mentrapkan batas perairan 100 mil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo