Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PT Rekayasa Industri merugi Rp 1,5 triliun pada tahun lalu.
Rekind menyusun dua tahap restrukturisasi finansial dan bisnis.
Tiga perusahaan konsultan disewa sebagai pendamping restrukturisasi.
JAKARTA – PT Rekayasa Industri alias Rekind menyusun dua tahap restrukturisasi perusahaan. Tak hanya dari sisi finansial, Rekind juga menggodok transformasi dari sisi bisnis. Sekretaris Perusahaan Rekind, Edy Sutrisman, menyatakan manajemen menyewa jasa tiga konsultan sebagai pendamping restrukturisasi, yaitu Mandiri Sekuritas, Boston Consulting Group, serta Dentons HPRP. "Proses restrukturisasi akan dibagi ke dalam dua tahap," ujarnya kepada Tempo, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahap pertama, kata Edy, berfokus pada perbaikan keuangan. Salah satunya dilakukan dengan merestrukturisasi pinjaman di bank. Ia menuturkan sejumlah bank sudah merestui permohonan restrukturisasi. Rekind menargetkan fase ini rampung pada pertengahan 2022. Setelah itu, barulah Rekind akan memulai fase transformasi bisnis. Menurut Edy, perusahaan engineering, procurement, construction ini akan mengembangkan portofolio proyek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan menjajaki kemitraan strategis dengan perusahaan-perusahaan pemilik aset ataupun lembaga riset," tuturnya.
Upaya restrukturisasi anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) ini dipicu oleh kondisi keuangan yang buruk. Rekind merugi sebesar Rp 1,5 triliun pada 2020. Setahun sebelumnya, Rekind masih melaporkan laba sebesar Rp 218 miliar. "Kerugian tersebut merupakan akumulasi dari kerugian di empat proyek," kata Edy tanpa mendetailkan keempatnya. Setelah restrukturisasi rampung, dia optimistis kondisi Rekind akan membaik. Kerugian ini bukanlah kerugian pertama yang dialami Rekind. Pada 2015, perusahaan tersebut juga membukukan rugi Rp 694,6 miliar.
Adapun juru bicara Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, menyatakan proses restrukturisasi Rekind dilakukan untuk memperbaiki kondisi keuangan. "Jalan restrukturisasi ditempuh karena memang kondisi keuangan perusahaan sedang kurang baik dan ada beberapa kendala di sejumlah proyek," tuturnya.
Proyek Pengembangan Kilang (RDMP) Pertamina Balikpapan di Kalimantan Timur. Pertamina.com
Pada Juni 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Pengendalian Biaya dan Manajemen Proyek Tahun 2016, 2017, dan 2018 pada PT Rekayasa Industri di Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Banten, dan Instansi Terkait. Dokumen tersebut mengungkap beberapa kondisi yang membebani keuangan perusahaan.
BPK menyatakan Rekind selama 2016 hingga 31 Juli 2019 mengalami arus kas negatif saat menggarap sejumlah proyek. Salah satu pemicunya adalah keterlambatan pengerjaan proyek yang membuat biaya pembangunan membengkak. Dampaknya, perusahaan harus meminjam uang untuk menambal dan menanggung tambahan biaya bunga pinjaman.
Salah satu proyek Rekind adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi Rantau Dedap. Pengerjaan proyek ini terlambat sehingga dalam beberapa bulan pada 2018 dan 2019 terjadi arus kas negatif. Rekind terpaksa meminjam kepada Bank Mandiri dan Bank BNI sebesar Rp 77 miliar serta menanggung beban bunga sebesar Rp 1,9 miliar.
Kejadian serupa dialami Rekind ketika menggarap proyek panas bumi Muara Laboh. Rekind meminjam uang Rp 166 miliar untuk menambal arus kas yang minus. Beban bunga yang harus ditanggung dari pinjaman ini sebesar Rp 10 miliar. Selain itu, ada proyek SPLM Soekarno-Hatta yang membuat perusahaan berutang Rp 14 miliar dengan bunga Rp 120 juta.
Pinjaman terbesar diajukan Rekind untuk menutup kas negatif dalam pembangunan proyek Banggai Ammonia Plant, yaitu sebesar Rp 948 miliar. Perusahaan menanggung beban biaya bunga hingga Rp 10 miliar untuk melanjutkan pendirian pabrik milik PT Panca Amara Utama tersebut. Dalam kasus ini, keterlambatan pengerjaan proyek membuat Rekind dikenai denda US$ 50,768 juta (sekitar Rp 729 miliar).
Beberapa proyek lain yang tengah dikerjakan Rekind adalah pembangunan kilang olefin dan aromatik di kompleks PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Tuban, Jawa Timur; dan pembangunan Refinery Development Master Plan, Balikpapan, Kalimantan Timur.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo