Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mesin iggi: dilimas baik

Sidang iggi ke-21 di amsterdam, menyetujui bantuan untuk indonesia sebesar us$ 2.500 juta. ketua iggi menekankan perlunya proyek pembangunan yang bisa menyerap banyak tenaga kerja. (eb)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK kesekian kalinya tim Widjojo Nitisastro pulang dengan 'kemenangan.' Sidang IGGI ke-21 di Amsterdam (22-23 Mei) setuju memberi bantuan US$2.500 juta kepada Indonesia. Komitmen 13 negara donor, Bank Dunia, Badan Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) itu berarti US$400 juta lebih banyak dari tahun lalu (lihat box). Koresponden TEMPO Jusfiq Hadjar, dari Amsterdam menilai sidang itu berjalan "bak mesin yang dilumas baik." Laporannya: Konperensi dua hari di Hotel Amstel yang aristokratis itu lancar-lancar saja adanya. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sidang IGGI yang ini lebih rileks. Menurut Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, itu terutama disebabkan oleh pribadi Jan de Koning, Menteri Kerjasama Ekonomi L.N. Belanda. Berbeda dengan Jan Pronk yang digantikannya, de Koning yang untuk pertama kalinya memimpin sidang IGGI, rupanya lebih bisa mendekati persoalan dengan cara yang lebih cocok dengan selera para peserta -- terutama delegasi Indonesia. Demikianlah, de Koning tak mengutik-utik masalah tahanan di Indonesia dalam sidang IGGI. Tapi dia bawakan persoalan yang peka itu kepada ketua delegasi Indonesia, Prof. Widjojo Nitisastro dalam pertemuan di bawah empat mata. Dengan demikian, de Koning tetap menarik perhatian delegasi Indonesia akan persoalan yang meresahkan pemerintah Belanda. Tapi sebaliknya delegasi bisa menghargai konperensi yang melulu membicarakan soal ekonomi. Rambut tercabut, tepung tak berserakan. Sejalan dengan Jan Pronk, ketua IGGI de Koning amat menekankan perlunya proyek-proyek pembangunan di Indonesia yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, terutama di daerah pedesaan. Dia lalu mengutip laporan Bank Dunia yang menyatakan Indonesia dalam tahun anggaran 1977/1978 telah terpaksa mengimpor beras 2,6 juta ton. Dengan kata lain, de Koning merasa khawatir bahwa sebagai pengimpor beras yang besar itu akan terus menggerogoti devisa Indonesia. Sektor minyak juga tak luput dari perhatiannya. "Minyak yang selama ini merupakan 50% dari anggaran pendapatan rutin dan lebih dari 100% tabungan nasional Indonesia, mulai tahun anggaran 1978/1979 akan mengalami kenaikan yang lamban sekali," kata de Koning dalam pidato pembukaannya. Sejalan dengan wakil IMF dan Bank Dunia, Menteri de Koning juga khawatir melihat makin besarnya konsumsi minyak di Indonesia di tengah produksi yang cenderung menurun. Sekalipun begitu, sepanjang menyangkut bantuan/pinjaman luar negeri, dia berpendapat pemerintah Indnesi, telah berhasil menggunakannya dengan baik. Itu pula pendapat Bank Dunia, yang dalam sidang IGGI dibawakan oleh Shahid Husain, wakil presidennya untlk Timur Jauh dan Pasifik. Bank Dunia memuji para pengelola ekonomi Indonesia yang tahun lalu "bisa mencapai tingkat pertumbuhan 7% di tengah muramnya ekonomi dunia." Konperensi IGGI juga beralan aman, sekalipun beberapa hari sebelum sidang dibuka timbul demonstrasi yang intinya menentang beleid IGGI membantu lndonesia itu. Demonstrasi dengan membawa poster-poster yang diikuti lebih dari 100 orang itu, kemudian disanlbung dengan pcrtemuan dua hari (19-20 Mei) di Amsterdam juga. Diselenggarakan oleh Werkgroep Andere Indonesie (Kelompok kerja Indonesia Lain) banyak juga yang hadir. Selain dipenuhi mahasiswa dari Universiteit van Amsterdam, di gedung De Oude Manhuis Poort di jantung Amsterdam itu, hadir pula beberapa mahaguru dari berbagai universitas. Tampak juga Ingrid Palmer, ekonom Kunsulat PBB di Jenewa yang ahli soal Indonesia itu. Banyak soal yang mereka bicarakan tentang Indonesia, antara lain tentang pelaksanaan 'revolusi hijau' -- sistim penanaman jenis unggul dan sistim Bimas -- yang menurut mereka malah berakibat mengurangi kesempatan kerja di pedesaan. Indonesia, bagi mereka ini, memang lain dari Indonesia yang dilihat IGGI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus