Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Barang Langka Bernama Minyak Goreng Curah

Berbagai kebijakan pemerintah belum mampu menormalkan pasokan minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional. Para pedagang mengeluhkan frekuensi kedatangan barang yang saat ini berkurang dari tiga kali menjadi satu kali sepekan. Absennya peran Bulog dalam penyaluran minyak goreng curah dipertanyakan.  

22 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Frekuensi kedatangan minyak goreng curah berkurang menjadi satu kali sepekan.

  • Pasokan barang yang tersedia di pasar masih di bawah permintaan.

  • Pemerintah diminta menunjuk BUMN untuk menguasai produksi minyak goreng.

JAKARTA - Minyak goreng curah masih sulit ditemukan di pasar. Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar se-Indonesia, Abdullah Mansuri, mengatakan frekuensi kedatangan barang saat ini justru berkurang dari tiga kali sepekan menjadi sekali saja. Meskipun setiap pengiriman, volumenya mulai meningkat menjadi 10-12 ton, sesekali bisa mencapai 20 ton. “Stoknya kurang. Bahkan kalau dianggap langka, kami masih sependapat,” kata dia ketika dihubungi, kemarin.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Dia berharap pemerintah segera mengambil tindakan menghadapi pasokan minyak goreng curah yang seret ini. Abdullah khawatir kejadian kelangkaan minyak goreng kemasan terulang. Produk tersebut sempat menghilang di pasar ketika dijual dengan harga eceran tertinggi (HET). “Giliran HET dicabut, besok paginya mobil truk minyak goreng sudah ada di pasar,” ujarnya. 

Minyak goreng curah saat ini juga dilepas ke pasar dengan HET sebesar Rp 15.500 per kilogram atau Rp 14 ribu per liter. Bedanya, pemerintah memberi subsidi untuk produk ini dengan mengganti selisih nilai keekonomian produksi dan nilai HET. Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pemerintah menyiapkan dana Rp 7,28 triliun untuk 1,2 juta liter minyak yang wajib diproduksi semua perusahaan minyak goreng selama enam bulan.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Sudaryono, juga menyampaikan bahwa pasokan yang tersedia di pasar belum setara dengan permintaan. Di beberapa wilayah, seperti Indonesia bagian timur, stoknya sangat minim karena terhambat distribusi dari pabrik yang sebagian besar terletak di barat. “Karena kan pabriknya ada di mana, pengirimannya ke mana. Sementara HET sudah diatur,” kata dia. 

Namun bukan berarti stok di barat sudah aman. Sudaryono menyatakan di Jawa sekalipun produk ini belum merata. “Di Jawa Barat sendiri, misalnya, dari 27 kabupaten dan kota, baru delapan kalau tidak salah yang pasokan ke pasar tradisionalnya ada.”

Sudaryono menyarankan pemerintah menunjuk lembaga maupun perusahaan milik negara untuk menguasai produksi minyak goreng. Dengan begitu, pemerintah bisa mengendalikan pasokan serta harga komoditas yang didominasi swasta tersebut. Dia mencontohkan kinerja Perum Bulog dalam mengontrol beras. Selain itu, cara ini bisa membatasi gerak-gerik spekulan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad, menuturkan kelangkaan minyak goreng curah antara lain dipicu disparitas harga dan biaya produksi. Meski telah diwajibkan, potensi produsen menolak menyalurkan barang tetap ada lantaran pendapatan mereka berkurang. 

Pemicu lainnya adalah jalur distribusi minyak jenis ini yang sangat kompleks. Tauhid mencatat, pembelian minyak curah sering kali bersifat beli putus sehingga tidak tercipta tata niaga yang terintegrasi. “Dia (distributor) mau lelang bisa, mau didistribusikan berapa juga terserah dia,” tuturnya. Sistemnya berbeda dengan penyaluran minyak goreng kemasan, yang biasanya sudah terintegrasi dari hulu ke hilir.

Penjual menata minyak goreng kemasan di Pasar Pondok Gede, Bekasi. TEMPO/Muhammad Hidayat


Meski saat ini pemerintah sudah memiliki Sistem Informasi Industri Nasional, Tauhid menyoroti sulitnya persyaratan administrasi untuk distributor terdaftar di dalamnya. Salah satu yang dianggap memakan waktu dan memberatkan adalah penyertaan bukti pajak. Menurut dia, Kementerian Perindustrian perlu mempermudah syarat pendaftarannya.

Tauhid juga menyoroti tak adanya peran Perum Bulog dalam rangkaian penyaluran minyak goreng curah. “Kalau Bulog yang menyalurkan, akan lebih efisien karena biayanya ditanggung APBN dan bisa terkontrol lebih baik,” tuturnya. 

Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, pasokan untuk minyak goreng curah sudah mulai mengalir ke pasar. Mulai 1 April hingga 19 April 2022, distribusinya sudah mencapai 136.720 ton atau rata-rata 7.197 ton per hari. Untuk memantau penyalurannya dari hulu hingga hilir, kementeriannya membangun Sistem Informasi Minyak Goreng Curah yang bisa dipantau secara langsung. Dia memastikan bakal memberikan sanksi bagi produsen, distributor, dan pengecer yang lalai memenuhi kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri. “Kami memberikan sanksi berupa teguran tertulis, denda, hingga pembekuan izin berusaha,” katanya.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Whisnu Hermawan, menjamin pasokan minyak goreng curah bersubsidi saat ini sudah terpenuhi. “Tinggal distribusinya,” kata dia. Kepolisian nantinya bakal aktif mengawal distribusi minyak goreng tersebut hingga tiba di pasar.

VINDRY FLORENTIN

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus