Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Mogok Nasional, Jutaan Buruh Menentang 7 Poin Ini di Omnibus Law

KSPI menyampaikan tujuh alasan yang menjadi alasan mereka akan mengadakan mogok nasional sebagai aksi protes Omnibus Law

4 Oktober 2020 | 10.55 WIB

Ribuan massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama-sama dengan elemen serikat pekerja yang lain melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. Dalam aksinya massa buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja dan Stop PHK. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Ribuan massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama-sama dengan elemen serikat pekerja yang lain melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. Dalam aksinya massa buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja dan Stop PHK. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan tujuh alasan yang menjadi alasan mereka akan mengadakan mogok nasional pada 6 dan 8 Oktober 2020. Ketujuh hal ini disebut telah disepakati pemerintah bersama DPR dalam rapat pada Sabtu malam, 3 Oktober 2020 yang memutuskan membawa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke sidang paripurna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertama, Upah Minimum Kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dihapus. Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Sebab, UMK tiap kabupaten atau kota berbeda nilainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk," kata dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, 3 Oktober 2020.

Kedua, Pesangon berubah dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar pemerintah lewat BP Jamsostek. Said Iqbal mempertanyakan sumber mana BP Jamsostek mendapat sumber dana untuk membayar pesangon. Ia menyebut BP Jamsostek justru bisa bangkrut dengan skema ini.

Ketiga, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup. Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan saja.

Kelima, waktu kerja tetap eksploitatif. Keenam. hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang.

Ketujuh, hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena karyawan bisa dikontrak dan outsourcing seumur hidup, “Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” kata Said Iqbal.

FAJAR PEBRIANTO

 

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus