Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OTOMOTIF
Proton Tarik Dua Produk
PROTON Holdings Bhd. akhirnya mengikuti langkah standar pabrikan otomotif dunia. Produsen mobil asal Malaysia itu menarik dua produk unggulannya, Gen2 dan Satria Neo, dari pasar.
Menurut Direktur Pelaksana Proton Holdings Bhd., Datuk Syed Zainal Abidin Syed Mohamad Tahir, Gen2 dan Satria Neo terpaksa ditarik karena ada cacat pada peranti clock spring atau alat penghubung tombol, kantong udara penyelamat di kemudi (airbag), radio, klakson, dan pengendali laju.
Pada Gen2 dan Satria Neo kadang-kadang muncul suara gesekan di kemudi dan klakson menyala secara mendadak. Jika dibiarkan, kata dia, kantong udara di kemudi bisa mengembang tiba-tiba dan mengganggu pengemudi. ”Penarikan ini komitmen kami terhadap keselamatan konsumen,” kata Syed Zainal, seperti dikutip New Straits Times pekan lalu.
Penarikan Gen2 dan Satria Neo buatan 2004 hingga 2008 dilakukan di 22 negara. Total kendaraan yang ditarik mencapai 15.911 unit atau sekitar dua persen dari 660 ribu mobil buatan Proton yang dipasarkan dalam empat tahun terakhir. Sebelumnya produsen otomotif top lainnya seperti Toyota, Honda, dan Nissan telah menarik ratusan ribu kendaraan di seluruh dunia dalam dua tahun terakhir.
PERPAJAKAN
Potensi Macet Rp 7,6 Triliun
BADAN Pemeriksa Keuangan mengumumkan temuan piutang pajak sebesar Rp 7,6 triliun yang berpotensi macet. Tagihan itu berasal dari 200 wajib pajak besar yang menunggak pembayaran ke kantor pelayanan pratama (KPP) di beberapa kota.
Temuan itu terungkap dalam ikhtisar hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan semester pertama tahun anggaran 2010 yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Menurut Ketua BPK Hadi Purnomo, tagihan pajak yang berpotensi tak tertagih itu akibat lemahnya strategi, administrasi, sumber daya manusia, hingga pengawasan dalam penagihan pajak. ”Alhasil, penerimaan negara tidak optimal,” kata dia.
Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan belum menerima laporan hasil ikhtisar pemeriksaan BPK. Tapi dia berjanji akan segera menyelesaikan persoalan tagihan seret. ”Piutang pajak macet akan ditangani sebuah tim yang bakal kami bentuk,” ujarnya.
EKONOMI MAKRO
Cadangan Devisa Aman
BANK Indonesia menegaskan cadangan devisa Indonesia tak akan terpengaruh oleh sengitnya perang mata uang antara negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Cina yang semakin panas dalam sebulan terakhir. Kebon Sirih—kantor pusat Bank Indonesia—menyatakan cadangan devisa tak akan berkurang dari US$ 86,5 miliar. Cadangan devisa masih aman karena disimpan atau diinvestasikan dalam aset tidak berisiko, seperti surat utang negara dan aset di luar negeri. ”Bank Indonesia hanya menyimpan pada surat utang negara dan aset yang peringkatnya triple A (sangat aman),” kata juru bicara Bank Indonesia, Difi Johansyah, di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Menurut Difi, cadangan devisa Indonesia akan mudah dicairkan jika memang dibutuhkan segera untuk pembayaran impor atau menangani krisis. Apalagi cadangan devisa nasional itu tak disimpan dalam satu jenis mata uang saja. Sekretaris Komite Ekonomi Nasiona Aviliani mengatakan, Bank Indonesia sebaiknya menyimpan cadangan devisa dalam empat mata uang, yakni dolar Amerika, yuan, yen, dan euro, untuk meminimalkan dampak perang mata uang.
Dalam pertemuan rutin Dana Moneter Internasional (IMF) di Brussel, Belgia, dua pekan lalu, Menteri Keuangan Zona Eropa Jean-Claude Juncker, Gubernur Bank Sentral Eropa Jean-Claude Trichet, dan Komisaris Urusan Ekonomi Uni Eropa Olli Rehn mendesak Perdana Menteri Cina Wen Jiabao agar Negeri Tirai Bambu itu menguatkan mata uangnya. Amerika dan Eropa memprotes keras kebijakan melemahkan nilai mata uang dan mengancam akan memberikan sanksi perdagangan.
SENGKETA BISNIS
TPI Berganti Nama
MEDIA Nusantara Citra, konglomerasi media milik Hary Tanoesoedibjo, nekat mengganti nama TPI, stasiun televisi di bawah payung PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia, menjadi MNC TV. Stasiun televisi itu secara resmi akan berganti nama pada 20 Oktober. Aksi Media Nusantara itu semakin memanaskan perang antara Hary dan pemilik lama TPI, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut.
Manajemen Media Nusantara menyebutkan perubahan nama dilakukan atas alasan komersial. Menurut kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo, Andi F. Simangunsong, aksi korporasi itu bisa dilakukan lantaran Media Nusantara memiliki 75 persen saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. ”Media Nusantara berhak mengubah nama TPI karena tak ada satu putusan pengadilan yang melarangnya,” kata dia di Jakarta, Kamis pekan lalu. Saat ini Hary dan Tutut sedang bersengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memperebutkan pengelolaan TPI.
Rencana itu ditentang oleh kubu Tutut. Harry Ponto, kuasa hukum Tutut, mengatakan bahwa pengelolaan TPI oleh Media Nusantara tidak sah karena cacat prosedur. Tutut sebagai salah satu pemegang saham juga tak dilibatkan dalam penggantian nama televisi yang didirikannya itu. ”Tindakan mereka melanggar hukum,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo