Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Inflasi yang terkendali serta stabilitas rupiah menambah potensi investasi obligasi.
Calon investor disarankan membeli obligasi pemerintah dengan tenor menengah hingga panjang.
Suplai Surat Berharga Negara mulai terbatas.
JAKARTA – Bagi calon investor yang masih bingung menentukan produk investasi setelah menerima tunjangan hari raya, obligasi bisa menjadi pilihan. Sejumlah analis menyatakan prospek produk investasi ini, khususnya Surat Berharga Negara (SBN), cukup menarik.
Head of Fixed Income Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nita Amalia, menyatakan prospek positif ini berkaitan dengan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Menurut dia, kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate sudah mencapai puncaknya, yaitu sebesar 5,75 persen. Ke depan, ada potensi suku bunga bergerak melandai. “Inflasi di dalam negeri yang terkendali serta stabilitas rupiah ikut menambah potensi investasi obligasi,” ujar dia, akhir pekan lalu.
Kondisi tersebut mendorong penurunan imbal hasil sejak awal tahun ini, yang menandakan bakal semakin banyak investor yang masuk. Nita mencatat, pada Februari dan Maret 2023, imbal hasil untuk obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun bergerak fluktuatif hingga 6,5 persen. "Prediksi kami, untuk obligasi 10 tahun, sampai ke kisaran 6,4 persen," tuturnya.
Tren penurunan imbal hasil diperkirakan bertahan hingga kuartal II ini. Untuk itu, Nita menyarankan pemain baru untuk masuk ke pasar. Sementara itu, bagi investor yang sudah memiliki tabungan surat utang, tak ada salahnya melakukan aksi ambil untung saat ini.
Chief Economist Bank Central Asia, David Sumual, pun menyatakan masih ada potensi keuntungan dari pasar obligasi yang sudah menguat sejak akhir tahun lalu. "Momentumnya masih ada karena inflasi kita sampai kuartal III perkiraannya turun terus," ujarnya. Ia menyebutkan laju inflasi pada akhir tahun lalu yang di bawah ekspektasi ekonom mampu menarik minat investor.
Baca juga: Musim Semi Investor Retail
Pilih Obligasi Pemerintah
Spanduk yang menjelaskan tentang obligasi negara Savings Bond Ritel (SBR) 002 di kantor cabang Bank Mandiri, Jakarta, 2016. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi calon investor, Senior Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menyarankan untuk melirik obligasi pemerintah dengan tenor menengah hingga panjang atau di atas tiga tahun. Strategi tersebut diambil untuk menghindari risiko gejolak pasar pada obligasi dengan tenor pendek. “Kebijakan moneter masih berfokus pada stabilitas hingga adanya kepastian mengenai arah suku bunga di Amerika Serikat. Kondisi penuh ketidakpastian ini berisiko menyebabkan fluktuasi,” ia menuturkan.
Rully memperkirakan siklus pengetatan moneter di Amerika Serikat, yang berdampak ke Indonesia, akan berakhir pada semester I. Dengan persepsi risiko pasar akan membaik pada semester II, kondisi fundamental makroekonomi dan perbankan yang masih kuat, serta tingkat imbal hasil yang kompetitif, dia optimistis daya tarik pasar obligasi Indonesia semakin kuat.
Daya tarik ini tecermin dari minat investor asing di pasar obligasi. Porsi kepemilikan asing pada SBN hingga akhir Maret lalu mencapai Rp 818,53 triliun atau setara dengan 14,89 persen. Porsi kepemilikan asing tersebut naik dari Rp 762,19 triliun atau 14,36 persen dari nilai beredar per akhir 2022.
Suplai SBN Mulai Terbatas
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto. mandirisekuritas.co.id
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, berujar masuknya kembali investor asing didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang sudah mendekati puncaknya. Selain itu, ada faktor fundamental ekonomi Indonesia yang baik, inflasi yang terkendali, serta neraca dagang.
Faktor lainnya yang membuat pasar obligasi menarik adalah suplai SBN yang mulai terbatas. "Outlook defisit anggaran berpotensi lebih rendah," kata Handy. Selain itu, pemerintah memiliki fleksibilitas pembiayaan non-utang yang besar karena saldo anggaran lebih yang sangat tinggi. Hal berikutnya yang tak kalah penting ialah dukungan investor domestik, baik dari institusi bank, non-bank, maupun retail.
Handy juga memprediksi obligasi yang menarik adalah obligasi tenor menengah hingga panjang. Potensi penurunan suku bunga cukup besar. Dia juga melihat peluang peningkatan pemeringkatan Indonesia ke BBB+. "Kenaikan peringkat bisa terjadi jika pemerintah melanjutkan konsolidasi fiskal dengan meningkatkan penerimaan dan surplus neraca berjalan," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo