Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk turut serta memberantas aktivitas judi online atau daring yang kian marak, salah satu upayanya dengan membangun sistem untuk melacak aktivitas transaksi mencurigakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami terus meminta bank untuk membangun sistem, agar melihat transaksi-transaksi yang seperti itu (terkait dengan judi online). Karena kan harus dibangun sistemnya,” ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara di Batam Provinsi Kepulauan Riau, Minggu, 9 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mirza mengatakan aktivitas judi online merupakan salah satu aktivitas yang banyak diadukan oleh masyarakat kepada OJK. Maraknya aktivitas judi online juga kerap juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kami juga mendorong penanganan-penanganan pengaduan. Bapak/Ibu mungkin juga mencermati Presiden resah melihat judi online. Tentu itu juga menjadi kegelisahan kita semua,” kata Mirza.
Menurut dia, aktivitas pelacakan terhadap transaksi perbankan yang terkait judi online tidak mudah. Hal itu karena nominal transaksi yang terkait judi online tidak selalu bernilai besar.
Selanjutnya: "Transaksinya mungkin hanya Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, atau Rp 1 juta...."
"Transaksinya mungkin hanya Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, atau Rp 1 juta. Tapi kok menggunakan rekening itu, sering dipakai untuk tek-tokan. Karena itu harus dibangun sistemnya,” kata Mirza.
Mirza mencontohkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah memiliki sistem yang berjalan cukup lama, yakni yang mengharuskan perbankan melaporkan jika ada transaksi di atas Rp 500 juta.
“Kalau judi online kan bukan transaksi Rp 500 juta, tapi kecil. Jadi ‘kan kalau kita mau bisa menelusuri itu, kalian harus mempunyai sistem yang bisa memantau pergerakan aneh-aneh di rekening kecil-kecil itu. Jadi, hal itu harus dibangun," kata dia.
Menurut data OJK, kata Mirza, telah terdapat sekitar 5.000 rekening yang diblokir karena teridentifikasi digunakan terkait kegiatan judi online. Ia mengatakan industri jasa keuangan akan terus berupaya membantu pemberantasan judi online.
“Jadi, sudah sekitar 5.000 rekening kami tutup, kami blokir. Upaya tentu tidak berhenti di situ, harus bisa di-tracing dana ini sebenarnya ke mana,” kata Mirza.
ANTARA