Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Izin operasi angkutan umum secara terbatas membuat operator kebingungan. Sebab, kata Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda), Ateng Aryono, belum ada aturan teknis dari pemerintah.
Menurut Ateng, operator hanya mengetahui kriteria orang yang bisa memakai angkutan umum dan syaratnya. "Tapi kami belum tahu jenis angkutan apa yang diperbolehkan, bagaimana pelaksanaannya, dan seperti apa potensi jumlah penumpangnya," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ateng mengaku sebagian besar anggota Organda belum bersiap kembali beroperasi. Namun, kata dia, izin terbatas memberi peluang bagi pengusaha angkutan untuk kembali memperoleh penghasilan. “Meskipun jumlah penumpang mungkin hanya sedikit.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ateng juga menyambut baik keputusan pemerintah yang tak hanya memberi izin operasi terbatas pada angkutan udara. Menurut dia, angkutan darat pun dibutuhkan untuk kegiatan non-mudik, terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi di kawasan tertentu. "Misalnya ke daerah industri Cikarang atau Jawa Barat, di mana pebisnis tidak memakai pesawat," kata Ateng.
Izin operasi terbatas sebelumnya hanya diberikan kepada maskapai penerbangan. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan perjalanan bisnis menggunakan pesawat masih diperbolehkan asalkan menerapkan protokol kesehatan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Khoiri Soetomo, menentang kebijakan itu. Dia menilai angkutan penyeberangan juga memerlukan perlakuan yang sama. "Kami mengangkut rakyat kecil dan kami bisa lebih menjalankan protokol Covid-19 dengan pengaturan jarak yang lebih baik," kata Khoiri.
Sejumlah maskapai penerbangan niaga berjadwal bersiap menerbangkan kembali pesawatnya. Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai penerbangan menetapkan tarif maksimal atau tarif batas atas (TBA) sebagai kompensasi rendahnya tingkat keterisian penumpang. Pengecualian perjalanan dibatasi untuk tujuan tertentu, sehingga maskapai tak akan menerbangkan penumpang dengan tingkat keterisian seperti kondisi normal.
Ketentuan ini termaktub dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengaturan Penyelenggaraan Transportasi Udara Selama Masa Dilarang Mudik Idul Fitri dalam Rangka Pencegahan Covid-19. "Badan usaha menerapkan ketentuan tarif batas atas sesuai dengan KM 106 Tahun 2019," demikian isi aturan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto kemarin.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra membenarkan adanya aturan itu. "Ya, (tiket dijual dengan) harga TBA," tuturnya.
Berdasarkan pantauan Tempo di situs resmi Garuda Indonesia, yang sudah mulai membuka reservasi kemarin sore, harga tiket untuk perjalanan kelas ekonomi dipatok rata-rata di atas Rp 1 juta. Tiket penerbangan rute Jakarta-Surabaya pada Kamis, 7 Mei 2020, misalnya, ditawarkan seharga Rp 1,4 juta.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, mengatakan kebijakan membuka kembali angkutan penumpang, meski untuk kepentingan non-mudik, dapat memberi celah perusahaan untuk bernapas di tengah krisis. Selama masa pandemi, kata dia, operator transportasi merupakan pihak yang paling terpengaruh. "Berapa pun penumpang dan penghasilan yang masuk bisa menambah panjang usia (perusahaan) mereka," tutur Alvin.
FRANSISCA CHRISTY | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo