BUKAN hanya di Kompas terjadi pergantian kepemimpinan. Harian
terkenal dari Yogya yang terbit sejak 1945, Kedaulatan Rakyat
juga hari-hari ini terbit dengan orang baru di atas. Sebenarnya
tak 100% baru. Tapi Wonohito, setelah selama 32 tahun jadi
pemimpin redaksinya--hingga namanya praktis merupakan bagian
sejarah Yogya yang penuh kenangan revolusi -- sejak awal Juni
yang lalu tak lagi dalam jabatan yang sama.
Wonohito, 67 tahun, digantikan oleh Imam Surrisno, 44 tahun.
Tapi oran tua yang sangat dicintai bawahannya itu bukannya
lepas sama sekali dari KR. sahkan dia berhenti sebagai pemimpin
redaksi karena harus naik, untuk menggantikan pemimpin umum H.
Samawi yang pensiun. Samawi, yang jadi pemimpin umum sejak 1948,
mengundurkan diri mulai Mei yang lalu. Dalam usianya yang 66
tahun, ia menderita sakit gula, sakit saraf, "hingga pikiran
lemah," katanya.
Panjangnya masa jabatan Samawi dan Wonohito merupakan suatu
kejadian yang jarang dalam sejarah pers Indonesia. KR didirikan
40 hari setelah proklamasi kemerdekaan, 27 September 1945.
Sementara banyak harian lain yang kemudian umurnya terpotong
oleh brangus atau bangkrut, KR bisa jalan terus satu-satunya
penutupan terjadi di tahun 1946. Ketika pasukan Belanda
menduduki Yogya, KR berikut peralatan cetaknya disita. Di bawah
republik, KR selamat sampai sekarang, dengan oplah sekitar
30.000 per hari.
Pribadi dan sejarah hidup Wonohito nampaknya membantu banyak
dalam sejarah KR yang bebas-breidel itu. Pengalaman kewartawanan
Wonohito dimulai pada zaman pendudukan Jepang, ketika pers
disensur ktat. Pengalaman hidup anak "sep" (kpala) stasiun
kereta api dari Gombong Ja-Teng) ini dibentuk di masa revolusi.
Di Bogor ia mengasuh majalah Pradjoerit. Di Bogor pula kemudian
ia mendirikan Gelora Rakjat, yang dibreidel tentara Belanda
waktu musuh itu datang. Maka Wonohito pun pindah ke Yogya
--ibukota pemerintahan repubhk yang meluap-luap semangat
patrioiknya di masa perang itu.
Di Yogya, ia bekerja pada Kedaulatan Rakyat yang merupakan salah
saru partner pemerintah Rl dalam menghadapi ancaman agresi
Belanda. Hafi Wonohito dengan segera dekat dengan para pemimpin,
termasuk Bung Karno dan terutama Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Ketika percetakan KR dalam siraan selanda, Wonohito memenuhi
permintaan Let. Kol. Suharto (waktu itu komandan militer kota
Yogya, kini Presiden RI) untuk mengusahakan sebuah percetakan
buat publikasi pasukan Republik. Caranya: sejumlah karyawan KR
memreteli alat percetakan yang dikuasai selanda. Kemudian,
seorang sopir membawanya keluar. Dalam waktu seminggu prtelan
percetakan itu disusun kembali jadi percetakan kecil di tempat
republik.
Perawan Desa
Pengalaman seperti itu, ketika pers dan penguasa bisa bekerja
sama untuk satu tujuan, mungkin mendasari filsafat
kewartawanannya. Wonohito merumuskannya sebagai "pers
Pancasila". Dalam pandangan ini, pers tidak cenderung melihat
pemegang kekuasaan sebagai sesuatu yang perlu diawasii Wonohito
bukanlah seorang Mochtar Lubis. Pemilik koran Indonesia Raya
yang beberapa kali diberangus ini baik sikap maupun ukuran
jangkungnya bagi Wonohito hampir seperti orang Amerika.
Wonohito sebaliknya lebih seorang Jawa -- meskipun neneknya
berdarah Arab. Ketika di tahun 1968 di Yogya pecah peristiwa Sum
Kuning, (gadis desa yang diperkosa sejumlah pemuda anak orang
penting, seperti yang kini difilmkan dalam Perawan Desa), harian
KR tidak seberani saingannya, Pelopor Yogya, untuk membongkar
kesewenang-wenangan pihak polisi waktu itu.
Tapi bagi seorang seperti Wonohito, buat apa bikin gara-gara?
Sederhana, dengan humor kalem gaya Yogya, Pak Won (panggilannya)
lebih senang bersikap santai. Untuk mendapatkan inspirasi
menulis tajuk, misalnya, ia mengipas-ngipas api di anglo tempat
ia memasak air buat mandi pagi. "Kalau sudah begitu inspirasi
biasanya timbul," kata Pak won.
Kini ia sendiri tak lagi harus menulis tajuk --meskipun mungkin
masih suka mengipas-ngipas. Toh dasar filsafat KR yang ia
letakkan akan diteruskan oleh Imam Sutrisno,
penggantinya--karena mungkin itu paling cocok buat Yogya.
Apalagi KR, seperti kata seorang redakturnya, "tidak berambisi
jadi koran nasional. " Pemberitaan daerahnya memang mencapai
75%, suatu hal yang tak bisa dilakukan oleh koran dari Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini