APARAT keamanan bckerja ekstr.i waspada. Dan puluhan pandai besi
Desa Sewulan, 15 km selatan Madlun, hampir kehilanan pekerjaan.
Persoalannya bermula ketika Pangdam VIII/Brawijaya Mayjen
Moergito menerima laporan dari bawahannya. Di Sewulan itu,
puluhan pandai besi yang tergabung dalam 20 unit kelompok kerja
yang punya bapak angkat PT Krakatau Steel tengah membuat 20 ribu
parang pesanan Departemen Agama.
"Untuk apa Departemen Agama memesan parang sebanyak itu? Itu
ditanyakan Pangdam Mayjen Moergito yang memimpin pertemuan
antara wartawan dan Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) Ja-Tim,
akhir bulan lalu. Anak buah Moergito juga menemukan kegiatan
serupa di sebuah desa di Sidoarjo. Sejumlah pandai besi
dikabarkan tengah menyelesaikan 25 ribu parang pesanan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).
Kecurigaan aparat keamanan mulai muncul sesudah kedua departemen
itu menyatakan tak pernah memesan parang sebanyak itu. Soeparno,
Kepala Kanwil Dep. Agama Ja-Tim juga mengatakan ketidaktahuannya
mengenai pesanan itu. Maka Mayjen Moergito kemudian melarang
para pandai besi di kedua desa tadi melanjutkan pekerjaannya.
menjelang pemilu ini.
Karena alasan keamanan pula, Pangkopkamtib Laksamana Sudomo
sejak awal 1982 melarang peredaran clurio (semacam arit) di
wilayah Jakarta. Sebab, menurut Sudomo, banyak tindak kejahatan
(di Ibukota) dilakukan penjahat bersenjatakan clurit. "Saudara
tidak usah beri komentar dulu, tapi lihatlah nanti hasilnya,"
katanya kepada wartawan (TEMPO 9 Januari).
Tapi benarkah parang buatan Sewulan untuk tindak kejahatan?
Sudarno, pengusaha yang mengkoordinasikan pembuatan parang di
Sewulan kaget. Sejak 27 Januari, atas instruksi Pandam Mayjen
Moergito kegiatan pandai besi di desa itu dihentikan. Menurut
Sudarno, yang memesan parang sebanyak 20 ribu adalah CV Kartika
(Jakarta). Perusahaan mi, ternyata memang menerima pesanan dari
Depnakertrans. Larangan itu membuat Sudarno gundah. "Yang saya
pikirkan kini bagaimana mengembalikan kredit Rp 3 juta kepada
BRI (Bank Rakyat Indonesia)," katanya.
Pelarangan mendadak itu juga merisaukan Subandi, Direktur CV
Kartika. "Terus terang saya kasihan pada para pandai besi itu,"
katanya. "Mereka itu tidak tahu apa-apa."
Membawa sejumlah surat penting yang diterbitkan Depnakertrans,
Subandi berusaha meyakinkan aparat keamanan di Madiun, parang
itu memang pesanan pemerintah. Benarkah ini? Seorang pejabat di
Depnakertrans mengiyakannya. Menurut dia, CV Kartika telah
memenangkan tender pembuatan 100 ribu parang yang akan
disalurkan ke berbagai proyek transmigrasi. Sejumlah 80 ribu
parang dari seluruh pesanan itu oleh Kartika pembuatannya
diserahkan kepada Pindad (Perindustrian Angkatan Darat,
Bandung). Sisanya dibuat pandai besi Desa Sewulan.
Menurut Subandi, sebelum muncul pelarangan, 7 ribu parang eks
Sewulan sudah tiba di Jakarta. Tapi ribuan lainnya, sesudah
Pangdam Mayjen Moergito melarangnya, masih disimpan di gudang.
Dan para pandaibesi yang hanya mengandalkan penhasilan dari
pesanan itu tetap belum bckerja kembali.
Soalnya kini: Dari mana Pandam Moegito memperoleh informasi
Depnakertrans tak memesan senjata tajam itu? Seorang pejabat di
Depnakertrans membenarkan seseorang dari Kantor Kodam
VIII/Brawijaya suatu hari pernah menanyakan pesanan parang itu.
Tapi penerima telepon yang tak mengetahui duduk soalnya menjawab
Depnakertrans tak pernah memesannya. Dari sini kesalahpahaman
tadi mungkin bermula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini