Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

PBNU Mantab Kelola IUP dari Jokowi, Pertanyakan Pihak yang 'Menajiskan' Batu Bara

Menajiskan batu bara itu tidak sesuai dengan pandangan Islam, karena ini anugerah Allah, ujar Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla.

27 Juni 2024 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mantab memanfaatkan tawaran pemerintahan Presiden Jokowi mengelola tambang batu bara. Salah seorang ketuanya menyindir pihak-pihak yang menentang keputusan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Menajiskan batu bara itu tidak sesuai dengan pandangan Islam, karena ini anugerah Allah,” ujar Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla dalam acara bertajuk "Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan" di Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024.

Ulil menggunakan kesempatan tersebut untuk menjawab berbagai kritik yang dilayangkan kepada PBNU terkait dengan keinginan organisasi tersebut mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) batu bara melalui badan usaha.

Menurut dia, kritik tersebut dilatarbelakangi oleh kampanye yang digencarkan oleh lembaga-lembaga internasional terkait perubahan iklim.

Ulil menilai bahwa kampanye besar-besaran tersebut menyudutkan komoditas batu bara. Dalam kampanye perubahan iklim, kata dia, batu bara dianggap najis karena komoditas tersebut merupakan bagian dari energi fosil yang ada.

“Mungkin, (batu bara) dalam pandangan aktivis kehidupan, merupakan yang paling najis,” kata Ulil.

Padahal, kata Ulil, isu mengenai perubahan iklim belum selesai secara ilmiah. Isu terkait perubahan iklim masih akan terus berkembang, sehingga Ulil berpandangan tidaklah boleh menetapkan komoditas batu bara sebagai komoditas yang ‘najis’.

“Kita tidak boleh menyatakan seolah-olah terjun dalam bidang ini (tambang batu bara) adalah kejahatan. Bagi saya, tambang itu anugerah dari Allah untuk bangsa ini,” kata Ulil.

Oleh karena itu, ia kembali menegaskan bahwa batu bara dan energi fosil tidaklah seharusnya dinajiskan.

“Saya gak setuju menajiskan batu bara, menajiskan energi fosil,” ucap dia menegaskan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Dalam Pasal 83A PP 25/2024 disebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

Hingga saat ini, badan usaha ormas keagamaan yang sudah mengajukan permohonan izin untuk mengelola WIUPK adalah badan usaha yang dikelola oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah ormas keagamaan sudah menyatakan tidak akan memanfaatkan tawaran tersebut seperti, Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Muhammadiyah belum membuat keputusan resmi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang dalam proses administrasi.

Berikutnya: Tambang untuk Ormas Tingkat Kesulitannya Rendah

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang ditawarkan kepada badan usaha ormas) keagamaan memiliki tingkat kesulitan yang relatif rendah.

“WIUPK eks PKP2B yang akan ditawarkan kepada badan usaha swasta milik ormas hanya akan mengusahakan komoditas batu bara, yang memiliki tingkat kesulitan penambangan relatif rendah,” ujar Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria dalam acara bertajuk, “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan”.

WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau lahan dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama.

Selain memiliki tingkat kesulitan rendah, Lana juga mengatakan bahwa komoditas batu bara dapat secara langsung memberikan manfaat bagi masyarakat.

“Penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus secara prioritas (kepada badan usaha ormas keagamaan) bertujuan untuk melakukan pemberdayaan,” kata dia.

Dikarenakan WIUPK yang ditawarkan berasal dari penciutan wilayah eks PKP2B, Lana mengatakan badan usaha yang dikelola oleh ormas keagamaan tidak perlu membuka lahan-lahan baru untuk mengelola WIUPK tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Lana juga mengingatkan bahwasanya badan usaha ormas keagamaan dilarang untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya, maupun afiliasinya.

Lebih lanjut, apabila badan usaha yang sahamnya sebagian besar dimiliki ormas keagamaan telah menerima WIUPK, Lana mengatakan bahwa kepemilikan saham ormas keagamaan tersebut tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri ESDM.

“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” kata Lana.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan enam wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau eks PKP2B untuk badan usaha ormas agama.

Adapun keenam WIUPK yang dipersiapkan, yaitu lahan eks PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Pemberian WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan akan diatur oleh Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Adapun Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dikepalai oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Badan ormas keagamaan yang mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus tetap wajib membayar Kompensasi Data dan Informasi (KDI), sebagaimana pengelola wilayah tambang lainnya.

“Jadi, nanti kalau sudah ditentukan siapa yang akan menggunakan wilayah tersebut, tentunya ada kewajiban membayar yang namanya KDI atau Kompensasi Data dan Informasi,” ujar Lana Saria.

Kewajiban badan usaha ormas keagamaan untuk membayar KDI menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan khusus bagi ormas keagamaan, katanya.

Sebab, badan usaha lainnya yang mengelola wilayah tambang juga diwajibkan untuk membayar KDI. Pembayaran tersebut akan masuk ke kas negara dan dihitung sebagai penerimaan negara bukan pajak.

 Pilihan Editor Judi Online: Pemain dari Tentara sampai Wartawan, Sedot Rp600 T dalam 3 Bulan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus