Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nasib Pedagang Jika TikTok Shop Beroperasi Lagi

Pelaku usaha kecil khawatir TikTok Shop menggerus bisnis mereka. Pemerintah melarang praktik predatory pricing.

10 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Reaksi pedagang beragam menyambut kembali beroperasinya TikTok Shop.

  • Pengusaha menuntut perlakuan setara bagi platform e-commerce dan gerai konvensional.

  • Pemerintah akan merevisi aturan importasi barang.

NOVA Arimbi sekuat tenaga mempertahankan toko pakaian miliknya di Pasar Tasik Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Berbeda dengan pedagang lain, Nova, yang memproduksi sekaligus menjual baju perempuan dan anak, sengaja tak merambah lapak online seperti TikTok Shop atau Shopee. Bukan lantaran gagap teknologi, warga Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, itu punya alasan sendiri tidak berdagang di toko digital. "Kalau saya jualan online, kasihan pelanggan rutin,” perempuan 41 tahun itu bertutur kepada Tempo pada Sabtu, 9 Desember lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagian besar pelanggan Nova adalah pedagang baju dari berbagai daerah. Menurut dia, para pedagang itu sangat terpukul oleh penjualan barang di platform e-commerce yang harganya lebih miring. “Pasar-pasar di setiap daerah jadi sepi,” kata ibu tiga anak itu. Nova memberi contoh TikTok Shop yang menawarkan barang jauh di bawah harga pasar karena tak ada pungutan dalam transaksinya. TikTok Shop juga sering memberikan promosi gratis ongkos kirim dan tidak mengambil keuntungan dari penjualan. “Hanya ada biaya aplikasi,” Nova mengungkapkan.

TikTok Shop berhenti beroperasi pada 4 Oktober lalu setelah pemerintah merilis Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, yang salah satu isinya melarang penggunaan media sosial untuk berdagang. Aplikasi layanan hosting video milik perusahaan asal Cina, ByteDance Ltd, ini pun harus memisahkan entitas yang berfungsi sebagai media sosial dengan bisnis e-commerce

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan penggunaan media sosial untuk berpromosi masih diperbolehkan. Pola ini diterapkan di platform YouTube, Instagram, Facebook, juga WhatsApp. Namun, dia menambahkan, transaksi jual-belinya harus dilakukan di lapak e-commerce. Kini, setelah dua bulan tutup, TikTok Shop bakal beroperasi kembali dalam bentuk yang serupa tapi tak sama. TikTok Shop akan bekerja sama dengan Tokopedia, platform e-commerce milik PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo.  

Menurut Teten, pemerintah mengumpulkan berbagai informasi mengenai aktivitas di aplikasi TikTok. Salah satunya ihwal laporan tentang diskriminasi terhadap merek lokal. Dia memberi contoh para pedagang (merchant) yang berjualan produk usaha kecil-menengah dibujuk agar menjajakan barang dari Cina. Mereka juga harus memakai jasa logistik dari Cina. “Itu yang tidak boleh,” tutur Teten kepada Tempo, Rabu, 6 Desember lalu. 

Pedagang melakukan penawaran barang secara daring menggunakan fitur live shopping di salah satu kios di Pasar Tanah Abang, Jakarta, 21 September 2023. Tempo/Tony Hartawan

Teten menegaskan bahwa larangan tersebut berlaku bagi semua platform, bukan hanya TikTok. “Semua platform harus multichannel, multiakses,” ujarnya. Menurut Teten, penutupan TikTok Shop saat itu juga menjadi respons terhadap keluhan pedagang di pasar-pasar yang belakangan kian sepi pembeli. Di Tanah Abang, misalnya, pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara itu kini seperti pasar mati. Pengunjung di lorong dan lapak-lapak pedagang tak sebanyak dulu. 

Namun Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Alphonzus Widjaja menilai pemerintah menerapkan resep yang keliru dalam mengatasi sepinya pasar atau gerai penjualan konvensional. Akar persoalannya, menurut dia, pasar grosir menghadapi pesaing yang membeludak dari berbagai belahan dunia melalui layanan jual-beli di platform online

Menurut Alphonzus, para pedagang grosir sebaiknya juga aktif menjalankan model penjualan online, selain membuka kios atau toko. Yang lebih penting, dia menambahkan, pemerintah harus bersikap adil dengan memberlakukan regulasi yang seimbang bagi penyelenggara e-commerce dan pedagang di gerai atau toko konvensional. Saat ini para pedagang di gerai konvensional harus menanggung berbagai beban, dari biaya perizinan sampai perpajakan. Biaya tersebut tidak ditanggung oleh para pedagang online karena pemerintah belum mengaturnya secara serius dan konsisten. 

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Anne Patricia Sutanto mengatakan pihaknya sedang meminta konfirmasi kepada pemerintah tentang rencana TikTok Shop beroperasi kembali. Menurut dia, ada hal yang harus dicermati dalam aspek konten atau barang yang disediakan TikTok Shop. “Apakah produk impor atau lokal,” ujarnya. Bila barang yang dijajakan merupakan produk impor, Anne mempertanyakan apakah prosedur pemasukannya sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah. “Ada berbagai ketentuan pemerintah yang harus ditaati.”

Menurut Anne, pada prinsipnya semua platform e-commerce sama saja dengan pusat belanja atau mal. “Hanya beda wujud penjualannya virtual or factual.” Demikian pula kewajiban pembayaran pajak sampai kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Karena itu, dia melanjutkan, regulasi yang diberlakukan bagi platform e-commerce dan gerai atau toko konvensional semestinya sama. “Bukan malah membedakan platform online dengan offline.”

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki sepakat persaingan usaha yang sehat harus dijaga. Karena itu, kata dia, pemerintah melarang predatory pricing atau praktik menetapkan harga suatu produk yang sangat rendah untuk menguasai pasar dan menghilangkan persaingan. Praktik tersebut dikhawatirkan akan membuat produk usaha kecil dan menengah tidak kompetitif karena harus bersaing dengan produk impor yang mendapat keistimewaan, seperti subsidi, dari negara asalnya. “Ada kosmetik masuk seharga Rp 5.000, baju Rp 10 ribu, tas Rp 20 ribu. Mana bisa produk lokal bersaing dengan yang seperti itu,” ucapnya. 

Teten mengatakan pemerintah yang akan menetapkan aturan agar persaingan berjalan sehat. Hal yang utama, dia menambahkan, platform e-commerce tidak boleh mendiskriminasi merek lokal. Pemerintah juga mensyaratkan produk yang dijual di platform jual-beli online harus memenuhi standar dan aturan yang berlaku di Indonesia, seperti Standar Nasional Indonesia, izin edar, sertifikat halal, dan syarat lain. Kepatuhan ini penting untuk memberi perlindungan kepada konsumen. “Jangan sampai ada penipuan produk tidak berkualitas yang membahayakan konsumen.”

Adapun Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Rifan Ardianto mengatakan pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk-produk impor, termasuk yang dijual melalui platform e-commerce dengan harga di bawah pasar.

Langkah yang diambil pemerintah, ucap Rifan, antara lain merombak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. "Dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post-border menjadi border untuk delapan komoditas," ucapnya pada Sabtu, 9 Desember lalu. 

Rencana kembalinya TikTok Shop pun disambut beragam oleh pengusaha kecil-menengah. Nia, pedagang pakaian dalam wanita, berharap kabar tersebut benar. Karyawan swasta yang baru setahun terakhir berbisnis lewat platform online ini menyukai layanan live shop di aplikasi TikTok karena bisa berinteraksi langsung dengan pembeli. “Fiturnya lebih bagus,” kata perempuan 28 tahun itu. 

Senada dengan Nia, Purbo Kusumo, 38 tahun, berencana bergabung dengan TikTok Shop bila platform ini aktif lagi. Pria yang berjualan baju dan perlengkapan cosplay ini memiliki toko di Cipayung, Depok, Jawa Barat, tapi juga aktif berdagang di platform e-commerce Shopee. Namun bagi Nova, yang berdagang baju anak dan wanita di Pasar Tasik Cideng, TikTok Shop harus memenuhi aturan. "Serta tidak banting harga yang bisa merugikan pedagang offline.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Khairul Anam berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Khawatir Persaingan Tak Seimbang"

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus